Perihal Kiai Hasyim Asy'ari yang telah hafal ribuan hadits ini ditegaskan oleh Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh (2019). Bahkan menurut Kiai Ubaidullah, kealiman Kiai Hasyim Asy'ari mendekati tingakatan seorang mujtahid.
Lho, KH. Hasyim Asy’ari Pernah Berfatwa Haji tak Wajib, Alasannya?KH. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama NU, dikenal sebagai sosok ulama yang mumpuni. Hal ini dibuktikan dengan gelar yang diraih Mbah Hasyim—sapaan akrab untuk pendiri NU ini— yakni Hadratussyaikh atau Syekh yang artinya 'Maha Guru' menjadi gelar yang diberikan khususnya untuk orang yang benar-benar pantas mendapatkannya. Gelar ini berarti satu tingkat di atas gelar syekh. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Gelar tersebut disandang KH Hasyim Asy'ari sejak dari Makkah. Hal ini dikarenakan keilmuan KH Hasyim Asyari yang multiidisiplin ilmu. Yakni, selain menguasai berbagai disiplin keilmuan Islam fikih, tafsir, hadis, tasawuf, Bahasa Arab, dll secara mendalam, juga hafal kitab-kitab babon induk hadits dari Kutubus Sittah yang meliputi Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Bukhori Muslim, Sunan Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah. Karena kemampuan yang luar biasa inilah, beliau akhirnya dijuluki sebagai Maha Guru. Sampai saat ini, belum ada lagi seseorang yang mendapatkan julukan dengan gelar tersebut. Sebagai tokoh agama yang luar biasa, maka fatwa dan titah-titahnya sangat dinantikan. Satu hal yang dianggap kontroversi adalah soal haji. Tepatnya musim haji pada masa-masa menjelang kemerdekaan hingga beberapa tahun usai kemerdekaan Indonesia dari situs NU Online, jumlah jamaah Indonesia pada tahun 1941 M sampai 1949 atau 1359 H sampai 1368 H tidak dapat diketahui dengan pasti. Bahkan, dalam catatan Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam 2019 72, pada tahun-tahun masih berkecamuk perang dunia ke-2. Kemungkinan yang berangkat haji ada, namun tidak terdata dengan pasti. Selain perang dunia ke-2, salah satu faktornya terkait fatwa KH Hasyim Asy’ari, sebagai pemimpin tertinggi Masyumi mengeluarkan fatwa tidak wajib berhaji di tahun 1947.“Haram bagi umat Islam Indonesia meninggalkan tanah air dalam keadaan musuh menyerang untuk menjajah dan merusak agama. Karena itu, tidak wajib pergi haji di mana berlaku fardhu ain bagi umat Islam dalam keadaan melakukan perang melawan penjajahan bangsa dan agama.” Mursyidi dan Harahap, 1928 28 dalam Naik Haji di Masa Silam, 2019 72.Baca JugaAlasan Warga NU TahlilanKH Hasyim Asy'ari Tehur MenantunyaMuhammadiyah Juga Tahlilan?Sebagaimana diketahui, haji merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam, khususnya bagi yang mampu menunaikannya. Kemampuan ini tidak hanya diukur dari kondisi fisik dan finansial ongkos naik haji semata, tetapi juga terkait pengetahuan dan keluangan waktu dalam melaksanakannya. Namun sebagaimana ibadah lainnya, hukum berhaji juga dapat berubah sesuai illat atau sebab yang fatwa dari Kiai Hasyim itu tentu saja bukannya tanpa alasan kuat dan dasar pijakan yang kokoh. Kakek dari Presiden ke-3 RI, Gus Dur, itu melihat hal yang jauh lebih penting ketimbang sekadar melaksanakan ibadah haji yang kemaslahatannya hanya untuk pribadi. Sementara, ada hal yang lebih besar manfaatnya karena bisa dirasakan oleh orang banyak, yaitu kemerdekaan negara Indonesia yang sepenuhnya. Ya, fatwa tidak wajib berhaji itu ditengarai kondisi sosial politik yang mewajibkan umat Islam untuk mengangkat senjata dalam rangka melawan penjajah demi kemerdekaan sepenuhnya untuk negara diketahui, pada 22 Oktober 1945, Kiai Hasyim yang juga Rais Akbar NU itu mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan seluruh umat Islam maju ke medan tempur dalam peperangan pada radius diperbolehkannya shalat untuk menghentikan perlawanan perang yang sedemikian kuat, perwakilan Belanda di Indonesia Van der Plas menyediakan fasilitas pemberangkatan haji dan menjamin keamanannya. Tawaran demikian memang menggoda umat Islam Indonesia pada masanya. Karenanya, ada banyak orang juga yang tertarik untuk mendaftarkan dirinya untuk berangkat ke Tanah Suci. Namun, adanya fatwa Kiai Hasyim mengenai tidak wajib berhaji dan fardhu ain berperang membuat tawaran tersebut tidak Mun’im DZ dalam Kiai Hasyim Mengharamkan Haji Politis dalam Fragmen Sejarah NU 2016 271 mencatat ada dua hal yang menyebabkan pengeluaran fatwa itu. Pertama, Indonesia belum memiliki kapal untuk memberangkatkan rakyatnya berhaji. Jika berhaji dengan menggunakan fasilitas dari Belanda yang notabene adalah penjajah akan memberikan keuntungan bagi mereka dari sisi JugaAlasan Warga NU TahlilanKH Hasyim Asy'ari Tehur MenantunyaMuhammadiyah Juga Tahlilan? hasyim asyari NU haji tak wajib jamaah haji jemaah haji tak wajib haji fatwa haji fatwa kiai hasyim
Sanadkeilmuaan amat familiar dikalangan kaum nahdliyin. Secara bahasa, "sanad" berarti sandaran yang dapat dipercaya; hubungan; dan rangkaian. Para santri mendapatkan dari hubungan guru dan murid, sanad ini dapat dipercaya. Berikut adalah sanad keilmuan yang dimiliki oleh Mbah Hasyim Asy'ari: Hadratussyaikh K.H. M. Hasyim Asy'ari Canada imposes sanctions against Iran “for a systematic violation of human rights”, Russian media write., the commander of the Islamic Revolution Corps, Hossein Salahi and the commander of the special purpose of Al-Kuds, Ismail Kaani, fell under the sanctions. SanadKitab 'Sunan Abi Dawud' KH Hasyim Asy'ari. Ahmad Nur Kholis. Jumat, 3 Januari 2020 | 14:45 WIB. Tradisi sanad keilmuan penting untuk menjaga otentisitas dan otoritas ajaran Islam. As-sanadu minad dîn. Sanad adalah bagian dari agama. Jika saja tiada sanad maka seseorang bisa berpendapat semaunya. Demikianlah pendapat Abdullah bin Mubarak.
Sanad keilmuan KH Hasyim Asy’ari adalah sesuatu yang sangat penting bagi para santri di Indonesia. KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu ulama besar dari Nahdlatul Ulama yang memiliki banyak pengikut. Sanad keilmuan ini merupakan pengakuan dari para ulama terdahulu bahwa KH Hasyim Asy’ari memiliki pengetahuan yang cukup dan mumpuni di bidang agama. Siapa KH Hasyim Asy’ari? KH Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 10 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari KH As’ad Syamsul Arifin, seorang ulama terkemuka di Jombang pada zamannya. Pada usia 15 tahun, KH Hasyim Asy’ari mulai menuntut ilmu agama di bawah bimbingan ayahnya. Pada tahun 1899, KH Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang. Pesantren ini kemudian menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia. Selain sebagai seorang ulama, KH Hasyim Asy’ari juga aktif dalam pergerakan nasional Indonesia. Sanad Keilmuan Sanad keilmuan adalah suatu sistem pengakuan yang digunakan oleh para ulama untuk menunjukkan bahwa seseorang memiliki pengetahuan yang cukup dalam suatu bidang. Sistem ini biasanya digunakan dalam bidang agama, seperti ilmu hadits, tafsir, dan fiqh. Sanad keilmuan KH Hasyim Asy’ari berasal dari sanad Jazariyah. Sanad Jazariyah merupakan salah satu sanad keilmuan yang terkenal dan dianggap sahih oleh para ulama. Sanad ini berasal dari Syekh Abu Al-Hassan Ali Ibn Muhammad Ibn Abdullah Al-Jazari, seorang ulama terkenal dari abad ke-15. Keutamaan Sanad Keilmuan Sanad keilmuan memiliki keutamaan yang sangat penting bagi para santri. Dengan memiliki sanad keilmuan, seseorang dianggap memiliki pengetahuan yang sahih dan mumpuni dalam bidang agama. Sanad keilmuan juga dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan kebenaran suatu informasi atau pengetahuan. Para santri di Indonesia sangat menghargai sanad keilmuan, terutama dalam bidang hadits. Sanad keilmuan hadits sangat penting karena hadits merupakan sumber utama dalam agama Islam. Dengan memiliki sanad keilmuan hadits, seseorang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup tentang hadits dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari agama Islam. Sanad Keilmuan KH Hasyim Asy’ari dalam Bidang Tafsir Sanad keilmuan KH Hasyim Asy’ari dalam bidang tafsir berasal dari seorang ulama terkemuka bernama KH Muhammad Nawawi. Sanad ini kemudian diteruskan oleh KH Abdul Hamid dan KH Anwar Manshur. KH Hasyim Asy’ari memiliki kemampuan yang luar biasa dalam memahami Al-Quran. Beliau sering dikenal sebagai seorang ulama yang sangat ahli dalam bidang tafsir. Banyak para santri yang belajar tafsir langsung dari KH Hasyim Asy’ari. Sanad Keilmuan KH Hasyim Asy’ari dalam Bidang Fiqh Sanad keilmuan KH Hasyim Asy’ari dalam bidang fiqh berasal dari seorang ulama terkenal bernama KH Abdul Qadir Jailani. Sanad ini kemudian diteruskan oleh KH Ali Maksum dan KH Sholih Darat. Bidang fiqh merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam agama Islam. Dengan memiliki sanad keilmuan dalam bidang fiqh, seseorang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup tentang hukum-hukum Islam dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam memecahkan masalah-masalah agama. Keberlanjutan Sanad Keilmuan Sanad keilmuan merupakan suatu sistem yang sangat penting bagi para ulama dan santri di Indonesia. Namun, sistem ini juga rentan terhadap kepalsuan dan penyimpangan. Oleh karena itu, para ulama terus berupaya untuk menjaga keaslian sanad keilmuan dan mengembangkan sistem ini agar tetap relevan di zaman modern. Bagi para santri, memiliki sanad keilmuan adalah suatu kehormatan dan kebanggaan. Sanad keilmuan juga dapat membantu para santri dalam memperoleh pengakuan dari masyarakat sebagai seorang ulama yang mumpuni dalam bidang agama. Kesimpulan Sanad keilmuan KH Hasyim Asy’ari merupakan pengakuan dari para ulama terdahulu bahwa beliau memiliki pengetahuan yang cukup dan mumpuni di bidang agama. Sanad keilmuan ini berasal dari sanad Jazariyah dan diteruskan oleh para ulama terkemuka seperti KH Muhammad Nawawi dan KH Abdul Qadir Jailani. Sanad keilmuan sangat penting bagi para santri di Indonesia, terutama dalam bidang hadits, tafsir, dan fiqh. Dengan memiliki sanad keilmuan, seseorang dianggap memiliki pengetahuan yang sahih dan mumpuni dalam bidang agama. Sanad keilmuan juga dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan kebenaran suatu informasi atau pengetahuan.
Hasyim Asy'ari itu menjadi bukti tak terbantahkan betapa ia memang merupakan seorang ulama sam mujtahid yang telah banyak mengahasilkan berbagai warisan tak ternilai, baik dari segi keilmuan maupun dari segi keorganisasian seperti halnya NU.
Guru kh hasyim asyari. Foto istimewa - KH. Hasyim Asy'ari Pendiri NU dan Imam Abu Hasan Al Asy'ari Aqidah Asy'ariyyah punya sanad yang bersambung sampai Rasulullah SAW Mohon bagi warga Aswaja atau NU untuk memahami sanad mulia ini demi terwujudnya "Islam Rahmatan Lil Aalamiin". Baca Jawaban Bagi Yang Ngaku NU Tapi Suka Nyerang Kiai, NU dan Bela Haters NU 1. Sayyidul Wujud Insanul Kamil Nabi Muhammad Rasulullah SAW 2. Al Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib "Karramallaahu Wajhahu" 3. Muhammad Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far 4. Al Imam Wasil bin Atho’ 5. Al Imam Amr bin Ubaid 6. Al Imam Ibrohim Annadhom 7. Al Imam Abu Huzail Al-Alaq 8. Al Imam Abu Hasi Adzuba’i 9. Al Imam Abu Ali Adzuba’i 10. Al Imam Abu Hasan Ala’asyariy Pendiri Faham “Ahlusunnah Wal Jama'ah” Aswaja 234 Karangannya Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll 11. Al Imam Abu Abdillah Al Bahily 12. Al Imam Abu Bakar Al Baqilany, karangannya Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll. 13. Al Imam Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah, dll 14. Al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghozali. Karangannya Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll. 15. Abdul hamid Assyeikh Irsani. Karangannya kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Fulasifah, dll. 16. Muhammad bin Umar Fakhrur Raazi, Karangannya Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul, dll 17. Abidin Al Izzy, karangannya Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam. 18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya Kitab Al Aqidatul Kubro dll. 19. Imam Al Bajury, karangannya Kitab Jauhar Tauhid, dll. 20. Imam Ad Dasuqy, karangannya Kitab Ummul Barohin, dll. 21. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, karangannya Kitab Sarah Jurumiyah, Sarah Al Fiyah, dll. 22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya Kitab Fathul Arifin, dll. 23. Muhammad An Nawawi Banten, karangannya Syarah Safinatunnaja, Sarah Sulamutaufiq, dll. Yang mayoritas ulama di Indonesia memakai karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan. 24. Syech Mahfudz At-Termasi mursyid Hadist Budhori matan ke-23, muridnya al – Syech Arsyad Al-Banjari - Banjarmasin– Syaikhona Kholil - Bangkalan Madura–Abdul Shomad Al-Palembangi- Palembang 25. KH. Hasyim Asy’Ari Pendiri NU. Guru KH Hasyim Asyari Sejumlah murid yang berhasil dicetak menjadi ulama besar oleh Syaikhona Kholil bangkalan adalah Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang, KH. Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang, KH. Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH As’ad Syamsul Arifin Sukorejo Situbondo, Kiai Cholil Harun Rembang, Kiai Ahmad Shiddiq Jember, Kiai Hasan Genggong Probolinggo, Kiai Zaini Mun’im Paiton Probolinggo, Kiai Abi Sujak Sumenep, Kiai Toha Bata-Bata Pamekasan, Kiai Usymuni Sumenep, Kiai Abdul Karim Lirboyo Kediri, Kiai Munawir Krapyak Yogyakarta, Kiai Romli Tamim Rejoso Jombang, Kiai Abdul Majid Bata-Bata Pamekasan. Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, juga pernah berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan. Selain berhasil mencetak para santri-santrinya menjadi kiai, Syaikhona Kholil bangkalan adalah salah satu kiai yang menjadi penentu berdirinya organisasi terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama yang disingkat NU. Dalam proses pendiriannya para kiai NU tidak sembarangan mendirikan sebuah organisasi, dalam jangka dua tahun Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah minta petunjuk kepada Allah, untuk mendirikan sebuah organisasi yang mewadahi para pengikut ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Meskipun yang melakukan istkharah adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim As’ari, akan tetapi petunjuk isyarah tersebut tidak jatuh ketangan Kiai Hasyim Asy’ari, melainkan isyarah tersebut melalui Syaikhona Kholil Bangkalan. Munculnya isyarah sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin, yang merupakan tanda akan berdirinya sebuah organisasi besar yakni jam’iyah Nahdlatul Ulama NU. Para ulama pendiri NU jelas bukan sembarang ulama. Mereka orang-orang khos yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa di zamannya. Baca Habib Hamid Ungkap Kekaguman Habib Umar ke NU dan Indonesia Salah satu pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, selain pendirian NU kepada kepada KH Hasyim Asy’ari, beliau meminta persetujuan waliyullah tanah Jawa. Yaitu Kanjeng Sunan Ampel. Mudah-mudahan bermanfaat dunia dan akhirat aamiin. [dutaislam/ka]
HasyimAsy'ari. Irhas B September 5, 2016. KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri NU) Punya Sanad ke ilmuan yang bersambung sampai Rasulullah SAW, berikut Sanad nya, dengan cara baca nomer diatas adalah Guru dari nomer dibawah nya. 1. Sayyidul Wujud Insanul Kamil Nabi Muhammad Rasulullah SAW. 2. Al Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib "Karramallaahu
No doubt, Hasyim Asy’ari was known as the one of the most prominent scholar in Indonesia. Beside his role in Indonesia’s independence, his contribution on developing the Islamic education also colors the history of this country through his Pondok Pesantren Tebuireng. As one of the chain of Islamic scholars’ network, he connected path of the Islamic sciences between the Scholars of Nusantara and Middle East. Based on its fact, this article will study his thought on hadith science through his works. This study is important because he has chains of transmition which linked him to the authors of al-Sahihayn and al-Muwatta’ from Mahfuz Tremas. Moreover, until the present time, Pesantren Tebuireng still organize the study of al-Sahihayn in the last Shaban till the last Ramadan. To analyze his thought, here, I will use some of his works which probably represented his method on hadith studies. However, not all of his thought will be covered in this article. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free i Al-ManarJurnal Kajian Alquran dan Hadis Vol. 1, No. 1, Jul-Des 2015 Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Jember Al-Manar, no. 1, 2015 ii ISSN 2477-6017 Al-Manar Jurnal Kajian Alquran dan Hadis Vol. 1, No. 1, Jul-Des 2015 Fakultas Ushuluddin, Adab dan HumanioraInstitut Agama Islam Negeri IAIN Jember SUSUNAN REDAKSI JURNAL AL-MANAR Berdasarkan SK Rektor IAIN Jember No. /2015 Penanggung Jawab Prof. Dr. Babun Suharto, SE., Redaktur Uun Yusufa, Penyunting H. Mawardi Abdullah, Lc., Desain Grafis Dimas Surya Perdana, SST Sekretariat Rhino Sistanto, Agung Pratama Witadi, SE., MM Akrimi Matswah, Makhrus, MA Mochammad Zaka Ardiansyah, Alamat Redaksi Kantor Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Jember Jl. Mataram No. 01 Mangli Kaliwates Jember Indonesia Email almanarjurnal iii PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Konsonan Arab Latin Arab Latin t} b z} t th gh j f h} q kh k d l dh m r n z w s h sh s} yd}Vokal Panjang dan Diftong/Vokal Rangkap a> u> i> aw ay Al-Manar, no. 1, 2015 iv SINGKATAN ed. editor et aliiH. Hijriah Hr. Hadis riwayat ibid. ibidumM. Masehi Qs. Alquran surat ra. rad}iya Alla>h anhusaw. s}alla> Alla>h alayh wa sallamswt. subha>nahu> wa ta’a>la> tanpa penerbit tanpa tahun tanpa tempat terj. terjemah w. wafat v PENGANTAR REDAKSI “Al-Manar” merupakan Jurnal Studi Alquran dan Hadis yang terbit enam bulanan, diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri IAIN Jember. Penerbitan ini dimaksudkan sebagai wahana pemikiran kritis dan terbuka bagi semua kalangan akademisi, agamawan, intelektual dan mahasiswa dengan spesifikasi kajian dan penelitian di bidang studi Alquran dan Hadis. Edisi ini merupakan terbitan berkala melanjutkan jurnal Al-Manar yang sebelumnya diterbitkan pada masa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Jember. Seiring dengan perubahan status menjadi IAIN Jember, maka tim redaksi memandang perlu memperbarui perwajahan jurnal sehingga mudah dibaca bagi akademisi dan peminat kajian Alquran dan Hadis. Jurnal yang berada di hadapan pembaca ini merupakan wujud dari komitmen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Jember dalam membangun komunikasi dan publikasi bersama di bidang akademik. Tulisan yang diturunkan dalam edisi ini pada umumnya membahas tentang kajian Alquran dan hadis kontempores, khususnya di Indonesia. Dalam kajian Alquran, artikel Atik Wartini membahas tentang Tafsir Tematik Kemenag Studi Alquran dan Pendidikan Anak Usia Dini. Lilik Faiqoh dan M Khoirul Hadi al-Asy Ari menyumbang tulisan berjudul Tafsir Tradisi Kultural Jawa Studi Penafsiran Surat Luqma>n Perspektif KH Bisri Musthofa dalam Tafsir al-Ibri>z. Selain itu,Adrika Fithrotul Aini Konstruksi atas Kitab al-Qur´an dan TafsirnyaKementerian Agama RI Edisi Yang Disempurnakan. Untuk memperluas kajian, ditampilkan tulisan dariMuzayyin berjudul Pendekatan Abad XX dalam Studi AlquranPenggunaan dan Dampak dari Pendekatan Kritik Sejarah Terhadap Pemikiran Theodore Noldeke, dan Alfurqon berjudul Urgensi Kaidah Intelektual Seorang Mufasir. Dalam kajian hadis, Mus’idul Millah menulis artikel KH. Hasyim Asy’ari Muh{addith Nusantara. dan Yeni Setianingsih Melacak Pemikiran Kassim Ahmad Tentang Keotentisitasan gading yang tak retak, jurnal ini sangat terbuka dengan saran, masukan, dan kritik yang membangun guna penerbitan selanjutnya yang lebih baik. Redaksi juga menerima sumbangan artikel untuk edisi berikutnya. Terima kasih dan selamat membaca. Jember, Desember 2015 Redaksi Al-Manar, no. 1, 2015 vi DAFTAR ISI Susunan Redaksi ii Pedoman Transliterasi iii Pengantar Redaksi v Daftar Isi vi Atik Wartini Tafsir Tematik Kemenag Studi Alquran dan Pendidikan Anak Usia Dini 1 Lilik Faiqoh dan M Khoirul Hadi al-Asy AriTafsir Tradisi Kultural Jawa Studi Penafsiran Surat Luqma>n Perspektif KH Bisri Musthofa dalam Tafsir al-Ibri>z 40Adrika Fithrotul Aini Konstruksi atas Kitab al-Qur´an dan TafsirnyaKementerian Agama RI Edisi Yang Disempurnakan 82Muzayyin Pendekatan Abad XX dalam Studi Alquran Penggunaan dan Dampak dari Pendekatan Kritik Sejarah Terhadap Pemikiran Theodore Noldeke 106Alfurqon Urgensi Kaidah Intelektual Seorang Mufasir 131Mus’idul Millah KH. Hasyim Asy’ari Muh{addith Nusantara 146Yeni Setianingsih Melacak Pemikiran Kassim Ahmad Tentang Keotentisitasan Hadis 162Lampiran Gaya Selingkung Penulisan Artikel Jurnal al-Manar181 Al-Manar, no. 1, 2015 146 KH. HASYIM ASY’ARI MUH{ADDITH NUSANTARA Mus’idul Millah STAI Syekh Manshur Pandeglang AbstractNo doubt, Hasyim Asy’ari was known as the one of the most prominent scholar in Indonesia. Beside his role in Indonesia’s independence, his contribution on developingthe Islamic education also colors the history of this country through his Pondok Pesantren one of the chain of Islamic scholars’ network, he connected path of the Islamic sciences between the Scholars of Nusantaraand Middle East. Based on its fact, this article will study his thought on hadith science through his works. This study is important because he has chains of transmition which linked him to the authors of al-S{ah}i>h}ayn and al-Muwat}t}a’ from Mah}fu>z} Tremas. Moreover, until the present time, Pesantren Tebuireng still organize the study of al-S{ah}i>h}ayn in the last Shaba>n till the last Ramad}a>n. To analyze his thougth, here, I will use some of his works which probably represented his method on hadith studies. However, not all of his thought will be covered in this article. Key word Hasyim Asyari, Islamic scholars’ network, hadith criticism PENDAHULUAN Sejarah keilmuan Islam di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari jasa para ulama yang belajar ke jazirah Arab. Tidak hanya untukbelajar, di sana mereka juga berhasil membangun jaringan ulama Islam internasional sehingga menjalin mata rantai dalam berbagai cabang keilmuan. Tidak sedikit pula dari mereka yang dapat mengukir prestasi sebagai pengajar di masjid al-H{aram dan masjid al-Nabawi>.132 Dari sekian nama yang tercantum dalam daftar jaringan keilmuan 132 Peta jaringan ulama Nusantara dan dunia Arab pada abad ke-17 dan ke-18 dapat dilihat dalam Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII; Melacak kar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonseia Bandung Mizan, 1994. 147 Islam nusantara, KH. Hasyim Asy’ari133 merupakan salah satu ulama yang kemudian kembali dan berkiprah di tanah air. Keberadaannya di tanah air tidak hanya untuk menyebarkan ilmu yang diperolehnya semasa perantauan, lebih dari itu, dia juga membawa tongkat estafet jaringan keilmuan Islam yang saling menghubungkan satu sama lain. Yang menarik dari Kiai Hasyim adalah bidang keilmuan yang digeluti dan pada akhirnya menjadi kekhasan yang melekat pada dirinya sepulang dari Makkah, yaitu Hadis. Dalam bidang tersebut, Kiai Hasyim mewarisi jalur keilmuan dari KiaiMah}fu>z} Termas w. 1894 yang juga merupakan muridKiai Muh}ammad Nawawi>Banten w. 1897 dan KiaiAh}mad Khat}i>b Sambas w. 1875. Melalui KiaiMah}fu>z}Termas, KiaiHasyim memperoleh sanad tiga kitab hadis yang masuk dalam jajaran kitab sembilan al-kutub al-tisah; S{ah}i>h} al-Bukha>ri>,134S{ah}i>h} Muslim,135 dan al-Muwat}t}a’.136Berangkat dari fakta tersebut, makalah ini akan mengulas pemikiran hadis KiaiHasyim. Pembahasan akan difokuskan pada pemikiran hadis yang dimilikinya, mengingat KiaiHasyim memiliki karya-karya yang mencantumkan hadis yang bersumber dari kitab yang diijazahkan kepadanya. Dari karya-karyanya diharapkan dapat diketahui pemikiran Kiai Hasyim tentang hadis, lebih lanjut, dari hadis-hadis tersebut, diharapkan dapat diketahui pola penyeleksian hadis yang diterapkan KiaiHasyim dalam karya-karyanya. Pada akhirnya, selamat membaca. KH. HASYIM ASY’ARI SEBUAH SKETSA BIOGRAFI Kehidupan Kiai Hasyim mungkin dapat dideskripsikan dalam suatu frasa singkat “dari pesantren, untuk pesantren”. Dia lahir dan tumbuh besar dilingkungan pesantren, bahkan membesarkan nama pesantren. Pengembaraan keilmuannya pun tidak hanya cukup pada satu pesantren tetapi sampai pula ke jazirah Arab yang pada saat itu dipenuhi oleh para pelajar dari Nusantara. 133Untuk selanjutnya, penyebutan diganti menjadi Kiai Hasyim. 134Lihat, Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>Jombang al-Maktabah al-Masru>ri>yah, hlm. H{a>’. 135Lihat, Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. Kha>’. 136Lihat, Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. Dal. Al-Manar, no. 1, 2015 148 Lahir di desa Gedang, pada 24 Zulkaidah 1287/14 Februari 1871 nama lengkapKiai Hasyim adalah Muhammad Hasyim ibn Asy’ari ibn Abdul Wahid ibn Abdul Halim yang juga disebut sebagai Pangeran Benawa ibn Abdur Rahman atau dikenal juga dengan Jaka Tingkir Sultan Hadi Wijaya ibn Abdullah ibn Abdul Aziz ibn Abdul Fattah ibn Maulana Ishaq yang juga merupakan ayah dari Rd. Ainul Yaqin atau dikenal dengan Sunan kecil, Kiai Hasyim mendapatkan didikan langsung dari ayahnya hingga kemudian menjelang remaja ia merantau ke berbagai pesantren besar di tanah Jawa dan Madura, seperti Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Trenggilis, kemudian Pesantren Kademangan Bangkalan Madura. Di Bangklan, Kiai Hasyim dididik langsung oleh Kiai Khalil yang juga merupakan guru dari para ulama Nusantara. Di sana, Kiai Hasyim memperdalam ilmu alat, fikih, dan tasawuf selama tiga tahun sebelum akhirnya memfokuskan diri pada kajian fikih di Pesantren Siwalan Sidoarjo selama dua tahun dibawah asuhan Kiai Ya perantauannya ke berbagai pesantren, Kiai Hasyim melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Makkah. Dia menetap selama enam tahun di sana dan berguru beragam bidang ilmu kepada para ulama, semisal Kiai Muh}ammad Nawawi> Banten, KiaiAh}mad Khat}i>b Minangkabau w. 1334 H/1916 M, Syekh Shuayb ibn Abd al-Rah}ma>n, Sayyid Alwi> ibn Ah}mad al-Saqa>f, Sayyid H{usayn ibn Muh}ammad al-H{abshi>, Sayyid Ah}mad ibn H{asan al-At}t}a>s, Sayyid Abu> Bakr At}a>, Syekh S{a>lih} Ba>fad}al, danSyekh Muh}ammad Aliki>. Dalam bidang hadis, Kiai Hasyim mempelajari beragai kitab hadis dari Sayyid Abba>s ibn Abd al-Azi>z al-Ma>liki> al-H{asani> w. 1353. Selain itu, dari sekian guru, Kiai Mah}fuz} memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk karakter dan kecenderungan pemikiran Kiai Hasyim dalam bidang hadis. Hal ini dapat dilihat dalam jalur sanad tiga kitab hadis kanonik yang keseluruhannya diperoleh Kiai Hasyim dari Kiai Mah}fuz} ibn Abd al-Rah}ma>n al-Muallimi>, Ala>m al-Makkiyyi>n Beirut Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 2000, vol. I, hlm. 350; Bandingkan, Latiful Khuluq, Hasyim Asy’ari; Religious Thought and Political Activities 1871-1947 Jakarta Logos, 2000, hlm. 23; Ishomuddin Hadziq ed., “al-Tari>f bi al-Mu’allif” dalam Muhammad Hasyim Asy’ari, Ab al-Ama> Yath}ta>j Ilayh al-Mutaallim fi> Ah}wa>l Tali>mih wa ma> Yattafiq Alayh fi> Maqa>ma>t Tali>mih Jombang Maktabat al-Tura>th al-Isla>mi>, 1415 H, hlm. 3. 138Lihat, Zamakhsyari Dhofier, “KH. Hasyim Asy’ari Penggalang Islam Tradisional” dalam Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS ed., Biografi 5 Rais Am Nahdlatul UlamaYogyakarta Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 7-9; Latiful Khuluq, Hasyim Asy’ari; Religious 149 Akan tetapi, tidak banyak literatur yang menyebutkan bahwa sebenarnya selama di Makkah Kiai Hasyim juga mengenyam pendidikan formal-modern. Di antara sekian banyak gurunya selama merantau di negeri Hijaz, ada satu yang sering kali terlewatkan yaitu Syekh Rah}mat Allah ibn Khali>l al-Uthma>ni> al-Hindi> w. 1308. Beliau adalah pendiri Madrasah al-S{awlati>yah di Makkah yang merupakan lembaga yang melakukan reformasi sistem pendidikan pada saat itu dan kini cabangnya tersebar di penjuru Arab Madrasah ini merupakan madrasah pertama yang alumni-alumninya kemudian menjadi pembesar dan penggerak dalam bidang pendidikan, salah satunya adalah Kiai Sehingga dari data ini, penulis berasumsi bahwa pemikiran Kiai Hasyim dalam bidang pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh Syekh Rah}mat Allah, bukan Muh}ammad Abduh w. 1905. Setelah dirasa cukup, pada tahun 1314 H Kiai Hasyim pun pulang ke tanah air untuk berkarya dan mengajarkan ilmu yang didapatnya. Selain mendirikan pesantren Tebuireng, Kiai Hasyim juga dikenal sebagai ulama yang produktif. Paling tidak ada 19 karya yang dinisbatkan kepadanya, di antaranya1411. Ada>b al-Alat Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah fi> Baya>n al-Musamma>h bi Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah 3. Al-Tibya>n fi> al-Nahy an Muqa>t}aat al-Arh}a>m wa al-Ikhwa>n 4. Muqaddimat al-Qa>nu>n al-Asa>si> li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’ 5. Risa>lah fi> Ta’akkud al-Akhdh bi Madha>hib al-A’immah al-Arbaah 6. Risa>lah Tusamma> bi al-Mawa>iz} Thought and Political Activities 1871-1947Jakarta Logos, 2000, hlm. 27-28; Ishomuddin Hadziq ed., “al-Tari>f bi al-Mu’allif” dalam Muhammad Hasyim Asy’ari, Ab al-Ama> Yath}ta>j Ilayh al-Mutaallim fi> Ah}wa>l Tali>mih wa ma> Yattafiq Alayh fi> Maqa>ma>t Tali>mih Jombang Maktabat al-Tura>th al-Isla>mi>, 1415 H, hlm. 4. 139Abdullah ibn Abd al-Rah}ma>n al-Muallimi>, Ala>m al-Makkiyyi>n Beirut Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 2000, vol. I, hlm. 350-351; Umar Abd al-Jabba>r, Siyar wa Tara>jim Bad} Ulama>’ina>fi> al-Qarn al-Ra>bi Ashar li al-Hijrah Jeddah Tiha>mah, hlm. 108-112;Muh}ammad Ali> Magribi>, Ala>m al-H{ija>z fi> al-Qarn al-Ra>bi Ashar li al-HijrahJeddah Tiha>mah, vol. II, hlm. 298-303. 140Muh}ammad Ali> Magribi>, Ala>m al-H{ija>z fi> al-Qarn al-Ra>bi Ashar li al-Hijrah, vol. II, hlm. 305. 141Lihat, Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. Ba’. Al-Manar, no. 1, 2015 150 7. Al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’ 8. Al-Nu>r al-Mubi>n fi> Mah}abbat Sayyid al-Mursali>n 9. Ziya>da>t al-Tali>qa>t ala> Manz}u>ma>t al-Shaykh Abd Alla>h Ya>si>n al-Fa>suruwa>ni> 10. Tanbi>ha>t al-Wa>jiba>t li Man Yas}na al-Mawlid bi al-Munkara>t 11. D{aw’ al-Mis}ba>h} fi> Baya>n Ah}ka>m al-Nika>h} 12. Mifta>h} al-Fala>h} fi> Ah}a>di>th al-Nika>h} 13. Awd}ah} al-Baya>n fi> Ma> Yataallaq bi Waz}a>’if Ramad}a>n 14. Abyan al-Niz}a>m fi> Baya>n Ma> Yu’mar bih aw Yunha> anh min Anwa> al-S{iya>m 15. Ah}san al-Kala>m fi> Ma> Yataallaq bi Sha’n al-I’il wa al-Ah}ka>m 16. Irsha>d al-Mu’mini>n ila> Si>rat Sayyid al-Mursali>n 17. Al-Mana>sik al-S{ugra> li Qa>s}id Umm al-Qura> 18. Ja>miat al-Maqa>s}id fi> Baya>n Maba>di’ al-Tawh}i>d wa al-Fiqh wa al-Tas}awwuf li al-Muri>d 19. Risa>lah Tusamma> bi al-Ja>su>s fi> Baya>n Ah}ka>m al-Na>qu>s PETA KEILMUAN HADIS ABAD XIX Abad XIX adalah masa ketika terjadinya benturan dua arus mainstreamantara gerakan tradisionalis dengan gerakan modernis yang menyuarakan agar umat Islam terbebas dari mazhab dan kembali kepada Alquran dan Hasyim tertarik dengan ide pembaharuan, akan tetapi ia tidak sependapat dengan beberapa pemikiran modernis yang gencar dilakukan oleh Jama>l al-Di>n al-Afga>ni>w. 1897 dan Muh}ammad Abduh w. 1905. Inti gagasan Muh}ammad Abduh adalah mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni yang lepas dari pengaruh mazhab dan praktik-praktik luar, reformasi pendidikan Islam di tingkat Universitas, mengkaji dan merumuskan kembali doktri Islam dan mempertahankan Islam. Rumusan-rumusan Muh}ammadAbduh ini dimaksudkan agar umat Islam dapat memainkan kembali peranannya dalam bidang sosial, politik dan pendidikan pada era modern. Untuk itu pula Muh}ammadAbduh melancarkan gagasan agar umat Islam melepaskan diri dari keterikatan pola pikir para pendiri mazhab dan meninggalkan segala praktik tarekat. Ide ini disambut secara antusias oleh para pelajar Indonesia yang berada di Makkah, bahkan mendorong mereka untuk 151 pergi ke Mesir untuk melanjutkan studinya dan mengembangkannya setelah pulang ke tanah inilah yang kemudian disebut oleh Zamakhsyari Dhofier sebagai Islamic Revivalismeyang mempunyai dua karakteristik; pertama, melepaskan diri dari ikatan tetap berpegang pada pola pemikiran mazhab yang empat. Dalam kelompok kedua inilah Kiai Hasyim mempunyai andil besar dalam Hasyim setuju dengan gagasan Muh}ammadAbduh tersebut untuk membangkitkan semangat Islam, tetapi ia tidak setuju dengan hal pelepasan diri dari madzhab. Kiai Hasyim berkeyakinan bahwa tidak mungkin memahami maksud sebenarnya dari Alquran dan Hadis tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang ada dalam sistem mazhab. Menafsirkan Alquran dan Hadis tanpa mempelajari dan meneliti pemikiran para ulama mazhab, maka hanya akan menghasilkan pemutarbalikan ajaran Islam yang sebenarnya. Sementara itu dalam menanggapi seruan Muh}ammadAbduh dan Syekh Ah}mad Khat}i>b agar umat Islam meninggalkan tarekat, maka Kiai Hasyim menyatakan bahwa tidak semua tarekat salah dan bertentangan dengan ajaran Islam, yakni tarekat yang mengarah pada pendekatan diri kepada Allah swt. sehingga tidak semua praktik tarekat ditinggalkan begitu saja. Pergolakan yang terjadi pada saat itu juga,mau tidak mau, berimbas pada kajian hadis. Kaum tradisionalis yang masih menghendaki untuk tetap mengikuti mazhab jelas tidak sejalan dengan kaum modernis yang lebih menginginkan kajian langsung dari sumbernya baik Alquran maupun Hadis. Kelompok kedua, dengan gerakan pembaharuannya, jelas tidak begitu mengindahkan tradisi bermazhab yang sangat memperhatikan kesinambungan mata rantai keilmuan. 142Lihat, Zamakhsyari Dhofier, “KH. Hasyim Asy’ari Penggalang Islam Tradisional” dalam Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS ed., Biografi 5 Rais Am Nahdlatul Ulama, hlm. 7-8. 143Zamakhsyari Dhofier, “KH. Hasyim Asy’ari Penggalang Islam Tradisional” dalam Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS ed., Biografi 5 Rais Am Nahdlatul Ulama, hlm. 6. Al-Manar, no. 1, 2015 152 PEMIKIRAN DAN KECENDERUNGAN STUDI HADIS KH. HASYIM ASY’ARI Sunah dan Bidah Sunah menurut Kiai Hasyim, sebagaimana ia kutip dari Abu> al-Baqa>’, diartikan sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan ketentuan syariat yang dilakukan oleh Rasulullah saw. atau lainnya, yaitu mereka yang memiliki pengetahuan mendalam dalam urusan agama seperti para Adapun bidah, Kiai Hasyim memilih pendapat syekh Zaru>q dengan menyatakan bahwa segala inovasi keagamaan yang dibuat seolah-olah merupakan bagian dari agama baik secara formal maupun yang ditawarkan Kiai Hasyim, mengingatkan kecenderungan pemikiran hadis klasik era Ma>lik ibn Anas w. 179 yang menerima dan menganggap praktik keagamaan selain dari Nabi saw. baik sahabat, tabiin, bahkan tradisi masyarakat sebagai sunah. Hal tersebut tentu berbeda dengan generasi al-Sha>fii> w. 204 yang dengan tegas memberikan batasan bahwa sunah hanyalah periwayatan yang otentik berasal dari Nabi tetapi, tidak semua periwayatn kemudian dapat diterima begitu saja. Kiai Hasyim memiliki tiga kriteria dalam menyeleksi sunah; pertama, hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Kedua, sesuai dengan kaidah dan metode para ulama. Ketiga, dapat didukung dan diukur dengan parameter ketiga kriteria ini tampak bahwa Kiai Hasyim tidak begitu saja menerima periwayatan atau “inovasi” tanpa ditelusuri asal-usul dan kesesuaiannya dengan ajaran Islam. Bahkan dalam perkembangannya, selama “inovasi” tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, Kiai Hasyim menerimanya. 144Muhammad Hasyim Asy’ari, Risa>lat Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah fi> H{adi>th al-Mawta> wa Ashra>t} al-Sa>ah wa Baya>n Mafhu>m al-Sunnah wa al-Bidah Jombang Maktabat al-Tura>th al-Isla>mi>, 1418H, hlm. 5; Lihat juga, Abu> al-Baqa>’ al-Kafawi>, Kita>b al-Kulli>ya>t Beirut Mu’assasat al-Risa>lah, 1998, vol. I, hlm Hasyim Asy’ari, Risa>lat Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah fi> H{adi>th al-Mawta> wa Ashra>t} al-Sa>ah wa Baya>n Mafhu>m al-Sunnah wa al-Bidah, hlm. 6. 146Lihat,Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> H{a>tim al-Ra>zi>, Ab al-Sha>fii> wa-Mana>qibuhBeirut Da>r al-Kutub al-Ilmi>yah, 2003, hlm. 177; Abd al-Gani> al-Daqar, al-Ima>m al-Sha>fii> Faqi>h al-Sunnah al-Akbar Damaskus Da>r al-Qalam, 1996, hlm. 207. 147Muhammad Hasyim Asy’ari, Risa>lat Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah fi> H{adi>th al-Mawta> wa Ashra>t} al-Sa>ah wa Baya>n Mafhu>m al-Sunnah wa al-Bidah, hlm. 6-7. 153 bi al-A’immah al-Arbaah Untuk membaca pemikiran hadis Kiai Hasyim, memang tidak ada karya khusus yang membahas kajian Ilmu Hadis secara khusus sebagaimana yang telah dilakuakn oleh gurunya, Shaykh Mahfuz Termas. Tetapi jika diperhatikan, Kiai Hasyim memiliki cukup banyak karya yang mencantumkan banyak hadis yang dapat dijadikan cerminan pemikiran dan keenderungan pemikiran hadis beliau. Sebut saja semisal kitab al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’ yang mengimpun empat puluh hadis prinsip-prinsip Nahdlatul Ulama. Di dalamnya dapat dengan mudah ditemui berbagai hadis dengan berbagai sumber periwayatan, seperti al-Bukha>ri>, Muslim, Abu> Da>wu>d, al-Tirmiz}i>, Ibn H{ibba>n, al-T{abra>ni>, al-Da>ruqut}ni>, Ibn Abi> al-Dunya>, al-Bagawi>, al-Bazza>r, Abu> Nuaym, Ah}mad ibn H{anbal, dan al-Bayhaqi>.148 Melihat tradisi ulama pada saat itu, dapat dipastikan bahwa Kiai Hasyim memiliki jalur otoritas periwayatan hadis-hadis yang ada dalam kitab tersebut. Mengingat dengan tegas Kiai Hasyim menyatakan Mazhab-mazhab yang dapat diikuti tidak hanya terbatas pada imam mazhab yang empat, akan tetapi masih ada para ulama lainnya yang mempunyai mazhab yang juga diikuti, seperti mazhab Sufya>n, mazhab Ish}a>q ibn Ruh}awayh, Da>wu>d al-Z{a>hiri> dan al-Awzai>. Meskipun demikian, sudah ditegaskan bagi orang-orang yang menjadi komunitas kita, bahwa tidak diperkenankan untuk bertaklid kecuali pada imam mazhab yang empat. Mereka beralasan, karena pandangan mazhab yang lain tidak bisa dipercaya, khususnya sanad-sanad yang dimungkinkan diubah dan pernyataan di atas jelas bahwa Kiai Hasyim betul-betul memperhatikan kesinambungan otoritas keilmuan, dalam hal ini sanad dianggap sebagai media yang cukup kuat dalam menjaga ketersambungan jalur keilmuan selama ini. Sikap Kiai Hasyim tentu tidak terlepas dari pengaruh kondisi yang melingkupinya selama di jazirah Arab. Sebagaiana diketahui bahwa pada saat itu ada tren akademik membuat buku khusus yang berisi 148Lihat lebih lanjut, Muhammad Hasyim Asy’ari, “al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’” dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>. 149Hasyim Asy’ari, “Risa>lah fi> Ta’akkud al-Akhdh bi Madha>hib al-A’immah al-Arbaah” dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. 30-31. Al-Manar, no. 1, 2015 154 tentang jalur periwayatan berbagai macam kitab yang dipelajari, seingga dalam hal ini ada dua kemungkinan; pertama, adanya “gengsi” akademik. Kedua, adanya upaya pelestarian kesinambungan otoritas keilmuan. Sikap Kiai Hasyim tersebut jelas memiliki konsekuensi metodologis dalam kajian hadis. Sehingga orientasi keilmuan Kiai Hasyim dalam bidang hadis bukanlah untuk melakukan kritik periwayatan, tetapi lebih kepada upaya melanjutkan estafet periwayatan keilmuan. Hal ini tentu berbeda dengan gurunya Kiai Mah}fu>z} Termas yang memang seorang akademisi murni. Keilmuan Studi Hadis Dalam kajian hadis, sebagai representasi kaum tradisionalis, Kiai Hasyim memang tidak memfokuskan diri pada kajian kritik hadis sebagaimana yang dilakukan kaum modernis pada saat itu. Kiai Hasyim lebih memfokuskan diri pada transformasi keilmuan hadis. Hal ini dapat kita lihat dari perhatian beliau terhadap kajian hadis dengan tetap melestarikan sanad keilmuan. Sanad S{ah}i>h} al-Bukha>ri> milik Kiai Hasyimdapat diuraikan sebagai berikut Qad ittas}alat ilayna> riwa>yat S{ah}i>h} al-Bukha>ri>sima>an min awwalihi ila> a>khirihi an Shaykhina> al-Alla>mah Muh}ammad Mah}fu>z} ibn Abd Alla>h al-Ja>wi> thumma al-Makki>, qara’tu alayhi min awwal sanah 1317 ila> 1319 bi Makkah al-Musharrafah wa aja>zani> bi qira>’atihi kama> aja>zani> bi qira>’at gayrihi min kutub al-h}adi>th an shaykhih al-Sayyid Abi> Bakr ibn Muh}ammad Shat}a> al-Makki>an al-Sayyid Ah}mad Zayni> Dah}la>n an al-Shaykh Uthma>n ibn H{asan al-Dimya>t}i>an al-Shaykh Muh}ammad ibn Ali> al-Shinwa>ni>an I ibn Ah}mad al-Bara>wi>an al-Shaykh Ah}mad al-Dafri>an al-Shaykh Sa>lim ibn Abd Alla>h al-Bas}ari>an Wa>lid Abd Alla>h ibn Sa>lim al-Bas}ari>an al-Shaykh Muh}ammid ibn Ala>’ al-Di>n al-Ba>bili>an al-Shaykh Sa>lim ibn Muh}ammad al-Sanhu>ri>an al-Najm Muh}ammad ibn Ah}mad al-Gayt}i>an Shaykh al-Isla>m Zakariya> ibn Muh}ammad al-Ans}a>ri>an al-Ha>fiz} Ah}mad ibn Ali> ibn H{ajar al-Asqala>ni>an Ibra>hi>m ibn Ah}mad al-Tanu>khi>an Abi> al-Abba>s Ah}mad ibn Abi> T{a>lib al-H{ija>z an al-H{usayn ibn al-Muba>rak al-Zabi>di> al-H{anbali>an Abi> al-Waqt Abd al-Awwal ibn I al-Sah}azi>an Abi> al-H{usayn Abd al-Rah}ma>n ibn Muz}far ibn Da>wu>d al-Da>wu>di>an Abi> Muh}ammad Abd Alla>h ibn Ah}mad al-Sarkha>si>an Abi> Abd Alla>h ibn Muh}ammad ibn Yu>suf al-Farbari>an Ja>miihi al-Ima>m Abi> Abd Alla>h Muh}ammad ibn Isma>i>l al-Bukha>ri> ibn Ibra>hi>m ibn al-Mugi>rah ibn Bardizbah rahimah Alla>h wa nafaana> bihi> wa bi ulu>mihi a>mi> Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. H{a>’. 155 Sanad S{ah}i>h} Muslim milik Kiai Hasyim adalah sebagai berikut Qad ittas}alat ilayna> riwa>yat S{ah}i>h}Muslim sima>anlibad}ih wa ija>zatan li ba>qi>h an Shaykhina> al-Alla>mah Muh}ammad Mah}fu>z} ibn Abd Alla>h an shaykhih al-Sayyid Abi> Bakr bi sanadih ila> al-Shaykh al-Bara>wi>an al-Shaykh Ah}mad ibn Abd al-Fatta>h} al-Malawi>an al-Shaykh H{asan al-Ku>di>an Ah}mad ibn Muh}ammad al-Qisha>shi>an al-Shams Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Ramli>an al-Zayni> Zakariya> al-Ans}a>ri>an Abd al-Rah}i>m ibn al-Fura>t an Muh}ammad ibn Khali>fah al-Dimashqi>an al-H{a>fiz} Abd al-Mu’min ibn Khalaf al-Dimya>t}i>an Abi> al-H{asan al-Mu’ayyad ibn Muh}mmad al-T{u>si>an Abi> Abd Alla>h Muh}ammad ibn al-Fad}l al-Fara>wi>an Abd al-Ga>fir ibn Muh}ammad al-Fa>risi>an Abi> Ah}mad Muh}ammad al-Julu>di>an Abi> Ish}a>q Muh}ammad ibn Sufya>n al-Faqi>h al-Naysa>bu>ri>an al-Ima>m al-H{a>fiz} Abi> al-H{usayn Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qushayri> al-Naysa>bu>ri> rad}iya Alla>h taa>la> anhum wa nafaana> Muwat}t}a’ Ma>lik milik Kiai Hasyim adalah sebagai berikut Faqadh}as}alat lana> riwa>yah wa ija>zah bi qira>’at Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik an Shaykhina> Muh}ammad Mah}fu>z} ibn Abd Alla>h anal-Sayyid Ami>n al-Madani>an al-Shaykh Abd al-Gani> ibn Abi> Sai>d al-Umri>an wa>lidih Abi> Sai>d al-Umri>an Abd al-Azi>z ibn Ah}mad al-Umri>an wa>lidih Ah}mad ibn Abd al-Rah}i>m al-Umri>an Muh}ammad Wafd Alla>h al-Makki>an al-H{asan ibn Ali> al-Aji>mi>an Abd Alla>h ibn Sa>lim al-Bas}ari>an al-Shaykh I al-Magribi>an al-Shaykh Sult}a>n ibn Ah}mad al-Miza>h}i>an Ah}mad ibn Khali>l al-Subki>an al-Najm Muh}ammad ibn Ah}mad al-Gayt}i>an al-Sharaf Abd al-H{aqq al-Sinba>t}i>an al-Badr H{usayn ibn H{usayn an Muh}ammad ibn Ja>bir al-Wada>shi>an Abi> Muh}ammad Abd Alla>h ibn Ha>ru>n al-Qurt}u>bi>an al-Qa>d}i> Abi> al-Qa>sim Ah}mad ibn Yazi>d al-Qurt}u>bi>an Muh}ammad ibn Abd al-Rah}ma>n ibn Abd al-H{aqq al-H{azraji>an Abi> Abd Alla>h Muh}ammad ibn Faraj mawla> Abi T{alla> an Abi> al-Wali>d Yu>nus ibn Abd Allah ibn Mugi>th al-S{affa>r an Abi> I Yah}ya> Abi> Abd Alla>h ibn Yah}ya>an amm abi>h Abi> Marwa>n Ubayd Alla>h ibn Yah}ya>an abi>h Yah}ya> ibn Yah}ya> al-Laythi>an Imam Da>r al-Hijrah al-H{a>fiz} al-H{ujjah Ma>lik ibn Anas al-As}bah}i> rad}iya Alla>h anhum wa nafaana> Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. Kha>’. 152Lihat, Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>, hlm. Da>l. Al-Manar, no. 1, 2015 156 Perlu dicermati juga bahwa mata rantai tersebut merupakan periwayatan kitab, bukan periwayatan hadis sebagaimana yang dilakukan oleh para mukharrij. Sehingga persyaratan yang berkaitan dengan kredibilitas “periwayat” tidak menjadi persoalan penting. Meski demikian, kaidah dalam tradisi peiwayatan hadis pada umumnya tetap dijaga. Dari tiga rangkaian sanad kitab di atas, ada asumsi awal bahwa kesemuanya diperoleh dengan cara bandongan sima>.153Namun jika diperhatikan dengan seksama, ketiga sanad Kiai Hasyim memiliki perbedaan karakter dan pola yang mendasar satu sama lain. Pertama, pola sanad kitab S{ah}i>h} al-Bukha>ri> diriwayatkan dengan formula tah}ammul “sima>an min awwalihi ila> a>khirihi an...” yang menunjukkan bahwa kitab tersebut memang disampaikan oleh Kiai Mahfuz}kepada Kiai Hasyim secara utuh dari awal hingga akhir. Kiai Hasyim juga menyetorkan bacaannya sorogan kepada Kiai Mahfuz} yang diindikasikan dari pernyataannya “qara’tu alayhi...”.154Barulah kemudian Kiai Hasyim melengkapi periwayatan sanadnya dengan formulaija>zah155 “wa aja>zani> bi qira>’atihi kama> aja>zani> bi qira>’at gayrihi min kutub al-h}adi>th”. Pernyataan terakhirnya mengindikasikan dua kemungkinan, 1 pola transformasi ija>zahsanad pada saat itu sama antara seorang guru satu dengan yang lainya. 2 bacaan yang diriwayatkan dari Kiai Mahfuz} sama dengan yang diriwayatkan dari guru-guru yang lain. Kedua, pola periwayatan sanad kitab S{ah}i>h} Muslimmilik Kiai Hasyim hampir sama dengan sanad S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Keduanya sama-sama diperoleh 153Al-Sima> merupakan proses tah}ammul penerimaan tertinggi dalam kegiatan periwayatan dengan cara murid mendengarkan langsung apa yang disampaikan oleh gurunya. Lihat, al-Khat}i>b al-Bagda>di>, Kita>b al-Kifa>yah fi> Ilm al-Riwa>yah hlm. 52-53; Nu>r al-Di>n Itr, Manhaj al-Naqd fi> Ulu>m al-H{adi>th Beirut Da>r al-Fikr, 1979, hlm. 214; An bint al-Sha>ti’ ed., Muqaddimah Ibn al-S{ala>h} wa Mah}a>sin al-Is}t}ila>h}Kairo Da>r al-Maa>rif, 1989, hlm. 316. 154Proses ini sering disebut dengan al-Qira>’ah ala> al-Shaykh atau al-Ard}, yaitu proses periwayatan dengan cara murid membacakan materi periwayatan kepada seorang guru baik berupa hafalan maupun catatan tertulis yang dimiliki oleh murid. Lihat, An bint al-Sha>ti’ ed., Muqaddimah Ibn al-S{ala>h} wa Mah}a>sin al-Is}t}ila>h}, hlm. 318-319; Nu>r al-Di>n Itr, Manhaj al-Naqd fi> Ulu>m al-H{adi>th, hlm. 214. 155Al-Ija>zah merupakan legalitas yang diberikan seorang guru kepada muridnya untuk meriwayatkan suatu hadis, satu kitab atau bahkan beberapa kitab sekaligus meski tanpa melalui proses al-Sima> dan al-Ard}. Lihat, An bint al-Sha>ti’ ed., Muqaddimah Ibn al-S{ala>h} wa Mah}a>sin al-Is}t}ila>h}, hlm. 331-332; Nu>r al-Di>n Itr, Manhaj al-Naqd fi> Ulu>m al-H{adi>th, hlm. 215. 157 dengan cara sima> juga ija>zah, akan tetapi Kiai Hasyim memberikan keterangan yang berbeda tentang sanad kitab yang satu ini. Proses transformasi kitab ini tidak sama persis seperti kitab S{ah}i>h} al-Bukha>ri> sebelumnya. Kiai Hasyim mengindikasikan bahwa kitab ini tidak sepenuhnya disampaikan secara utuh. Hal ini dapat dilihat dari pernyataannya “...sima>anlibad}ih wa ija>zatan li ba>qi>h an...”, yang menunjukkan bahwa Kiai Hasyim hanya memperoleh sebagian isi kitab ini melalui cara sima>sedangkan sisanya diperoleh melalui ija>zah. Pola kedua ini bisa jadi juga lazim dilakukan. Faktor keterbatasan waktu belajar dan mengikuti pengajian, bisa jadi faktor umum yang terjadi, atau dimungkinkan pula penyingkatan masa tempuh belajar dikarenakan banyaknya kemiripan karakter dan isi antara kitab S{ah}i>h} al-Bukha>ri> dan S{ah}i>h} Muslim. Ketiga, pola periwayatan sanad kitabal-Muwat}t}a’ benar-benar berbeda dari dua kitab sebelumnya. Kiai Hasyim sama sekali tidak menyebutkan formula tah}ammul “sima>an” sebagaimana yang ditampilkan pada sanad dua kitab Hasyim hanya mencantumkan formula ija>zah dengan menyatakan “faqad h}as}alat lana> riwa>yah wa ija>zah bi qira>’at Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik an...”. Sekilas, pernyataan Kiai Hasyim menunjukkan pola periwayatan lain, yaitu sorogan qira>’ah. Tetapi jika diperhatikan lebih lanjut, karena kata qira>’attersebut sama sekali tidak menunjukkan proses tah}ammul. Hal tersebut dapat dipastikan mengingat kata qira>’at dalam sanad Kiai Hasyim disandingkan dengan kata an, sedangkan proses sorogan menggunakan kombinasi qira>’ahdan ala>. Dengan demikian, proses periwayatan kitab al-Muwat}t}a’ memang tidak dijalani sebagaimana periwayatan S{ah}i>h} al-Bukha>ri>dan S{ah}i>h} Muslim. Sanad periwayatan kitab al-Muwat}t}a’ bukanlah simbol perolehan yang ditempuh melalui proses panjang, tetapi merupakan legalisasi pengajaran isi kitab yang diberikan kepada Kiai Hasyim. Bisa jadi Kiai Hasyim tidak pernah mengkaji kitab ini secara khusus akan tetapi beliau diberi otoritas untuk mengjarkannya, baik dikarenakan senioritas, adanya kesamaan materi antara al-Muwat}t}a’ dengan dua kitab sebelumnya, dan bahkan karena kematangan Kiai Hasyim secara keilmuan. Dari pembacaan atas karakter dan pola periwayatan tiga kitab hadis di atas, tampak bahwa sanad yang paling ketat adalah sanad periwayatan S{ah}i>h} al-Bukha>ri> karena melalui proses panjang dan utuh, mulai dari sima>, qira>’at ala>al-shaykh, dan ija>zah. Disusul kemudian sanad S{ah}i>h} Muslim yang Al-Manar, no. 1, 2015 158 diperoleh melalui proses sima> danija>zah dengan berbagi porsi, dan terakhir sanad al-Muwat}t}a’ yang diberikan hanya melalui proses ija>zah. Ketiga pola tersebut, tampaknya merupakan pola yang populer dilakukan pada saat kitab semacam itu memang tidak semata berorientasi untuk melakukan validasi dan otentivikasi hadis, tetapi lebih kepada transformasi dan pengakuan otoritas pengajaran. Hingga kini,hal tersebut masih dapat disaksikan lewat tradisi pengijazahan kitab kuning yang biasa diakukan di pesantren. Akademik; dari Makkah ke NusantaraRantai keilmuan tiga kitab yang tergabung dalam jajaran al-kutub al-tisah tidak lantas berhenti pada Kiai Hasyim. Sepulang dari Makkah,Kiai Hasyim mengadakan pengajian S{ah}i>h} al-Bukha>ri> dan S{ah}i>h} Muslim yang sampai sekarang masih dilestarikan di Pesantren Tebuireng. Setiap tahunnya kegiatan dimulai pada tanggal 15 Syakban dan berakhir pada tanggal 27 Ramadan. Sejak pertama kali digelar, pengajian tersebut merupakan salah satu pengajian favorit yang dilakukan pada bulan Ramadan. Tidak terkecuali, para ulama dari berbagai penjuru daerah di tanah air berdatangan untuk mempelajari kedua kitab dalam bidang hadis tersebut. Masyhurlah Kiai Hasyim sebagai ulama ahli hadis Nusantara, bahkan KH. Khalil Bangkalan yang menjadi gurunya rela untuk berguru kepada Kiai sekian banyak karya tulisnya, Kiai Hasyim juga memiliki satu karya apik yang berkaitan langsung dengan kajian hadis, al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’. Kitab yang mengusung genre Arbai>n yang ditulis Kiai Hasyim tidak seperti kitab-kitab Arbai>n pada umumnya. Arbai>nmilik Kiai Hasyim cenderung berisi hadis-hadis yang singkat dengan permotongan rawi-rawi hadis termasuk sahabat, beliau hanya mencantumkan mukharrijdi setiap akhir hadis. Sesuai judulnya, kitab ini tampaknya diperuntukkan sebagai acuan bagi Nahdlatul Ulama, bukan pembenaran eksistensi Nahdlatul saat ini, otoritas pemberi sanad melalui jalur Kiai Hasyim berada pada tingkatan ke-28 yang dipegang oleh Kiai Habib. Kiai Hasyim sendiri 156Zuhairi Misrawi, Hadratussyaihk Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan Jakarta KOMPAS, 2010, hlm. 68157Lihat lebih lanjut,Hasyim, Asy’ari. “al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’” dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>Jombang al-Maktabah al-Masru>ri>yah, 159 berada pada tingkatan ke-26, sedangkan tingkatan ke-27 dipegang oleh al-marh}u>m Kiai Idris. Pembacaan kitab diselesaikan dalam dua kali majlis tahunan, sehingga tiap tahunnya hanya menyelesaikan separuh dari isi agak janggal ketika ternyata setelah dihitung ulang Kiai Hasyim menempati t}abaqah ke-22 pada sanad S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, t}abaqah ke-20 pada sanad S{ah}i>h} Muslim, dan t}abaqah ke-24 pada sanad al-Muwat}t}a’. KESIMPULAN Sebagai ulama Nusantara, Kiai Hasyim merupakan salah satu tokoh yang membawa jaringan keilmuan internasional dalam bidang hadis yang otoritatif. Guru-guru yang otoritatif juga mengantarkan Kiai Hasyim untuk masuk ke dalam jaringan keilmuan hadis yang patut diperhitungkan. Namun demikian, karakter dan kecenderungan Kiai Hasyim dalam studi hadis tidak diorientasikan pada kajian kritik hadis, melainkan pelestarian transformasi keilmuan hadis. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pada saat itu Kiai Hasyim berada pada himpitan kaum modernis yang sedang digencarkan di Mesir dengan gerakan pemurnian dan pembebasan diri dari mazhab, di samping itu Dengan sikap seperti itu, Kiai Hasyim telah menghubungkan jaringan keilmuan hadis Nusantara dengan dunia Timur Tengah, karena sampai saat ini kegiatan pengajian Sahih al-Bukhari dan Muslim masih diselenggarakan di Pesantren Tebuireng. DAFTAR PUSTAKA al-Bagda>di>, al-Khat}i>b. Kita>b al-Kifa>yah fi> Ilm al-Riwa>yah. Abdussami, Humaidy dan Ridwan Fakla AS ed..Biografi 5 Rais Am Nahdlatul Ulama. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1995. 158Korespodensi singkat dilakukan dengan Lutfi Fachrur Rozi Bahruddin melalui media jejaring sosial Facebook, juga dengan Gus_Sholah melalui Twitter pada tanggal 22 Maret 2012. Al-Manar, no. 1, 2015 160 al-Daqar, Abd al-Gani>.al-Ima>m al-Sha>fii> Faqi>h al-Sunnah al-Akbar. Damaskus Da>r al-Qalam, 1996. al-Jabba>r, Umar wa Tara>jim Bad} Ulama>’ina> fi> al-Qarn al-Ra>bi Ashar li al-Hijrah. Jeddah Tiha>mah, al-Baqa>’.Kita>b al-Kulli>ya>t. Beirut Mu’assasat al-Risa>lah, 1998. al-Ra>zi>, Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> H{a>tim. Ab al-Sha>fii> wa-Mana>qibuh. Beirut Da>r al-Kutub al-Ilmi>yah, 2003. al-Sha>ti’, An bint ed..Muqaddimah Ibn al-S{ala>h} wa Mah}a>sin al-Is}t}ila>h}. Kairo Da>r al-Maa>rif, 1989. Asy’ari,Hasyim. “al-Arbai>n Hadi>than Nabawi>yan Tataallaq bi Maba>di’ li Jami>yat Nahd}at al-Ulama>’” dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>. Jombang al-Maktabah al-Masru>ri>yah, __________. “Risa>lah fi> Ta’akkud al-Akhdh bi Madha>hib al-A’immah al-Arbaah” dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>. __________. Ab al-Ama> Yath}ta>j Ilayh al-Mutaallim fi> Ah}wa>l Tali>mih wa ma> Yattafiq Alayh fi> Maqa>ma>t Tali>mih. Jombang Maktabat al-Tura>th al-Isla>mi>, 1415 H. __________. Risa>lat Ahl al-Sunnah wa al-Jama>ah fi> H{adi>th al-Mawta> wa Ashra>t} al-Sa>ah wa Baya>n Mafhu>m al-Sunnah wa al-Bidah. Jombang Maktabat al-Tura>th al-Isla>mi>, 1418 H. Azra, Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII; Melacak kar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonseia. Bandung Mizan, 1994. Hadziq,Ishomuddin ed..Irsha>d al-Sa>ri> fi> Jam Mus}annafa>t al-Shaykh Ha>shim Ashari>. Jombang al-Maktabah al-Masru>ri>yah, Itr, Nu>r al-Di>n. Manhaj al-Naqd fi> Ulu>m al-H{adi>th. Beirut Da>r al-Fikr, 1979. 161 Khuluq, Latiful. Hasyim Asy’ari; Religious Thought and Political Activities 1871-1947. Jakarta Logos, 2000. Magribi>, Muh}ammad Ali>. Ala>m al-H{ija>z fi> al-Qarn al-Ra>bi Ashar li al-Hijrah. Jeddah Tiha>mah, Misrawi,Zuhairi. Hadratussyaihk Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan. Jakarta KOMPAS, 2010. Bahruddin,Lutfi Fachrur melalui media jejaring sosial Facebook, pada tanggal 22 Maret 2012. Wahid, Shalahuddin. Korespondensi melaluiakun Twitter Gus_Sholah, pada tanggal 22 Maret 2012. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this n Hadi> than Nabawi> yan Tata'allaq bi Maba> di' li Jam'i> yat Nahd} at al-'Ulama>Hasyim Asy'ariAsy'ari,Hasyim. "al-Arba'i> n Hadi> than Nabawi> yan Tata'allaq bi Maba> di' li Jam'i> yat Nahd} at al-'Ulama> '" dalam Ishomuddin Hadziq ed., Irsha> d al-Sa> ri> fi> Jam' Mus} annafa> t al-Shaykh Ha> shim Ash'ari>. Jombang al-Maktabah al-Masru> ri> yah, Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII; Melacak kar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di IndonseiaAzyumardi AzraAzra, Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII; Melacak kar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonseia. Bandung Mizan, melalui media jejaring sosial Facebook, pada tanggal 22 MaretLutfi BahruddinFachrur RoziBahruddin,Lutfi Fachrur melalui media jejaring sosial Facebook, pada tanggal 22 Maret 2012.
KHFahmi Amrullah Hadziq, cucu pahlawan nasional KH M Hasyim Asy'ari, menyayangkan bahwa sejarah perjuangan insan-insan pesantren tidak banyak dicatat dalam buku sejarah Indonesia. Resolusi Jihad sebagai fakta sejarah, misalnya, masih belum dikenal generasi masa kini. Fakta itu tetap ada meski fatwa yang dikeluarkan KH Hasyim Asy'ari pada
The current problem of education is the low morality and bluntness of rationality. This morality problem as well as rationality should be the encouragement of researchers to examine the thoughts of Hasyim Asy'ari as a thinker who has great concern for the education and morality of the Ummah. This figure titled Hadratussyaikh poured his thoughts through a classic book taught at the salaf pesantren. One of his phenomenal works is the book Adab al- Alim wa Muta’allim. This article aims to explore the lineage of thought of Hasyim Asy'ari in the context of educational thinking. The method used is a study of historical analysis. This study produced three findings; first, the genealogy of educational thought of Hasyim Asy'ari was formed by a touch of the thoughts of ulama directly forming the religious views of Hasyim Asy'ari such as the thoughts of Khalil Bangkalan, Nawawi al-Bantani, Mahfudz at-Tirmisi and Khatib Minangkabawi; second, Hasyim Asy'ari's educational thought relations were influenced by the thinking of medieval classical scholars traditionalism precisely by the thoughts of al-Ghazali and al-Zarnuji; thus it can be concluded that in studying science it is important to be selective in choosing teachers. because a good scientist cannot be separated from the guidance of good teachers. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 Analisis Jurnal Studi Keislaman P-ISSN 2088-9046, E-ISSN 2502-3969 DOI Volume 19. No. 1, Juni 2019, h. 1-26 Genealogi Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari Uswatun Khasanah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tejo Waskito Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam Lampung tejowaskito Abstract The current problem of education is the low morality and bluntness of rationality. This morality problem as well as rationality should be the encouragement of researchers to examine the thoughts of Hasyim Asy'ari as a thinker who has great concern for the education and morality of the Ummah. This figure titled Hadratussyaikh poured his thoughts through a classic book taught at the salaf pesantren. One of his phenomenal works is the book Adab al- Alim wa Muta’allim. This article aims to explore the lineage of thought of Hasyim Asy'ari in the context of educational thinking. The method used is a study of historical analysis. This study produced three findings; first, the genealogy of educational thought of Hasyim Asy'ari was formed by a touch of the thoughts of ulama directly forming the religious views of Hasyim Asy'ari such as the thoughts of Khalil Bangkalan, Nawawi al-Bantani, Mahfudz at-Tirmisi and Khatib Minangkabawi; second, Hasyim Asy'ari's educational thought relations were influenced by the thinking of medieval classical scholars traditionalism precisely by the thoughts of al-Ghazali and al-Zarnuji; thus it can be concluded that in studying science it is important to be selective in choosing teachers. because a good scientist cannot be separated from the guidance of good teachers. Abstrak Problem utama pendidikan saat ini adalah rendahnya moralitas dan tumpulnya rasionalitas. Problem moralitas sekaligus rasionalitas ini mendorong peneliti untuk menelaah pemikiran Hasyim Asy’ari sebagai pemikir yang memiliki kepedulian besar DOI// terhadap pendidikan dan moralitas ummat. Tokoh bergelar Hadratush Syaikh ini banyak menuangkan pemikirannya melalui kitab klasik yang diajarkan pada pesantren salaf. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah kitab Adab al-Alim wa Muta’allim. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi silsilah pemikiran Hasyim Asy’ari dalam konteks pemikiran pendidikan. Metode yang digunkan yaitu Kajian analisis historis. Penelitian ini menghasilkan tiga temuan; pertama, genealogi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dibentuk oleh sentuhan pemikiran ulama-ulama secara langsung membentuk pandangan keagamaan Hasyim Asy’ari seperti pemikiran Khalil Bangkalan, Nawawi al-Bantani, Mahfudz at-Tirmisi dan Khatib Minangkabawi; kedua, relasi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dipengaruhi oleh pemikiran ulama klasik abad pertengahan tradisionalisme tepatnya oleh pemikiran al-Ghazali dan al-Zarnuji; dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menuntut ilmu penting untuk selektif dalam mencari guru. karena seorang ilmuan yang baik tidak lepas dari bimbingan para guru yang baik pula. Kata kunci Adab, Hasyim Asy’ari, Genealogi, Pemikiran Pendidikan. A. Pendahuluan Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah menghasilkan manusia yang baik. Konsep manusia yang baik berarti tepat sebagai manusia adab yang meliputi kehidupan material dan yang diartikan “baik” dalam konsep orang baik yaitu unsur fundamental yang berkaitan dengan konsep penanaman adab, karena adab mencakup pengertian semuanya yang meliputi kehidupan spiritual dan material manusia. Pendidikan adalah meresapkan dan menanamkan adab pada manusia. Inilah yang dimaksud dengan ta’ pendidikan Islam saat ini sejatinya masih bermuara seputar anomali-anomali pendidikan klasik, yaitu rendahnya moralitas dan tumpulnya rasionalitas. Dewasa ini, banyak sekolah Islam yang secara moral belum memenuhi harapan, begitu juga dengan kualifikasi keilmuan yang masih di bawah standar kualitas pendidikan. Tujuan dan akhlak dalam menuntut ilmu yang bersifat religious ethic tentu sangat diperlukan dalam upaya pembentukan dan pembinaan moral yang saat Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam Bandung Mizan, 154. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Islam Dan Sekularisme, trans. Karsidjo Djojosuwarno Bandung Ganesha, 1981, 175. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 ini tengah mengalami krisis. Penegasan kembali akan makna tujuan menuntut ilmu yang sesungguhnya hanya untuk mencari ridho Allah, setidaknya akan memperbaiki mindset peserta didik yang selama ini terkontaminasi oleh paradigma yang keblinger. Yaitu pandangan sebagian masyarakat yang menganggap bahwa menempuh pendidikan adalah untuk mendapatkan pekerjaan dan kedudukan semata. Hasyim Asy’ari adalah ulama besar Indonesia yang cukup serius memperhatikan masalah pendidikan. Ulama pendiri organisasi Nahdlatul Ulama ini lahir di Jombang pada tahun 1871. Selain sebagai seorang pejuang, Hasyim Asy’ari lebih dikenal sebagai ulama pembaru. Ia merupakan pembaru pendidikan satu kecemerlangan Hasyim Asy’ari dalam mengentaskan moralitas masyarakat pribumi adalah mengubah Tebuireng yang semula berupa daerah penuh kemaksiatan menjadi pesantren yang akhirnya menjadi rujukan pesantren seluruh Indonesia. Atas dasar kecerdasan yang dimilikinya, Hasyim Asy’ari juga pernah ditunjuk menjadi salah satu guru di Masjidil Haram bersama para ulama asal Indonesia. Diantaranya yaitu Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Khatib al-Minangkabawi yang kelak banyak mempengaruhi pemikirannya. Kedua ulama tersebut merupakan ulama yang di kenal di Timur Tengah karena keluasan ilmu dan karya-karyanya yang mengharumkan Tanah Air hingga sekarang ini. Keberhasilan Hasyim Asy’ari tak lain merupakan buah manis lantaran kesungguhannya dalam mengarungi lautan ilmu. Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 31 januari 1926. Nahdlatul Ulama berarti kebangkitan para ulama. Latar belakang kelahiran NU dapat dilihat dari tiga aspek; pertama, dari aspek politik NU lahir sebagai organisasi kebangkitan ulama yang dimotori Hasyim Asy’ari. Pada level politik mikro, kelahiran NU dimotori oleh semangat nasionalisme melawan Belanda; kedua, dari aspek sosial budaya, berdirinya NU disebabkan oleh kekhawatiran para kiai terhadap tekanan, peminggiran, bahkan penghapusan terhadap tradisi kaum Sunni yang dilakukan oleh para pembaru seperti Muhammadiyah dan Persis dengan slogannya untuk memberantas TBC tahayul, bid’ah, khurafat serta menolak tradisi lokal seperti tahlilan dan ziarah kubur; ketiga, dari aspek keagamaan, NU lahir didasari oleh adanya kesadaran keagamaan para ulama untuk terus memelihara paham ahlusunnah wal jamaah dari ancaman yang dilakukan oleh pemerintahan Saudi yang mengusung gerakan puritanisme Wahabi; Ahmad Arifi, Pergulatan Pemikiran Fiqih “Tradisi” Pola Mazhab Yogyakarta Elsaq Press, 2010, 78–81. Muhamad Rifai, Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947 Jakarta Ar Ruzz Media, 2010, 13. DOI// Terkait dengan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama ini penulis menemukan beberapa hasil penelitian diantaranya Mahrus as’ad, tulisan ini menyelidiki gagasan dan usaha pembaruan pendidikan KH. Hasyim Asy’ari serta konstribusinya bagi pengembangan madrasah di tanah air. kesimpulannya bahwa kesetiaan Hasyim dalam usaha pembaruannya dengan tetap berpegang teguh pada tradisi dalam arti luas menghasilkan sebuah format baru pendidikan Islam, yang berguna dalam peletakan fondasi yang kuat bagi modernisme pendidikan Islam khas Indonesia. Keberhasilan Hasyim meramu unsur-unsur kemodernan dan tradisi pendidikan Islam dengan tetap menempatkan “nur ilahiyah” sebagai poros utamanya merupakan sumbangan terpentingnya, yang dengannya madrasah memiliki identitasnya sendiri, yang berbeda dengan sekolah umum, walaupun pemerintah telah “menasionalisasi” madrasah dengan menempatkannya setara dengan sekolah umum. Selanjutnya Apriadi putra, Tulisan ini membahas pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari dan kontribusinya terhadap kajian hadis di Indonesia. Selanjutnya Ahmad Khoirul Fata, M Ainun Naji, Tulisan ini mengkaji gagasan KH. Hasyim Asy`ari tentang persatuan umat Islam. Penelitian ini menemukan bahwa gagasan tentang persatuan umat Islam KH. Hasyim Asy`ari didasari oleh tauhid dan anti fanatisme dalam masyarakat Muslim. Kenyataan bahwa disintegrasi menjadi problem dunia Islam kontemporer telah membuat ide KH. Hasyim Asy`ari menjadi urgen, dan dapat menjadi solusi alternatif bagi problem umat tersebut. Dari beberapa hasil penelitian diatas terkait dengan Hasyim Asy’ari peneliti belum menemukan penelitian yang serupa tentang genealogi pemikiran Hasyim Asy’ari. Melacak akar sejarah bagaimana pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari terbentuk adalah penting untuk dilakukan. Setidaknya, terdapat dua alasan primordial yang melatarbelakangi penelusuran penulis untuk melacak akar sejarah bagaimana konstruksi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari terbentuk; pertama, genealogi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari tidaklah terbentuk oleh pemikiran yang monolitik. Dalam arti banyak tipologi yang mempengaruhi pemikiran Hasyim Asy’ari yang tidak hanya sama, tetapi juga bertentangan; kedua, tipologi-tipologi pemikiran tersebut tidak terlepas dari konteks sejarah yang mengitari perjalanan intelektual Hasyim Asy’ari, baik di Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 level regional maupun internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kajian analisis historis. Siapa dan bagaimana guru-guru Hasyim Asy’ari mempengaruhinya sehingga menghasilkan konstruksi pemikiran yang brilian dalam karya-karyanya, termasuk gaya bahasa dan kekhasan karya-karyanya. Salah satu pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari yang tertuang dalam kitab Adabul Alim wa Muta’alim adalah larangan bagi para pelajar untuk mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan kecerdasan akal seseorang menjadi tumpul dan bodoh serta melemahkan kekuatan organ-organ tubuh panca indera. Jenis-jenis makanan tersebut diantaranya buah apel yang asam, aneka kacang-kacangan, air cuka dan demikian, pemikiran Hasyim Asy’ari diatas menarik untuk ditelusuri. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi silsilah pemikiran Hasyim Asy’ari dalam konteks pemikiran pendidikan. B. Genealogi Foucauldian Istilah genealogi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu γενεά, genea, yang artinya “keturunan” dan λγο, logos, yang artinya “pengetahuan”. Pada awalnya, genealogi merupakan kajian tentang keluarga dan penelurusan jalur keturunan sejarahnya atau disebut dengan istilah genealogi biologis. Ahli genealogi menggunakan berita dari mulut ke mulut, catatan sejarah, analisis genetik serta rekaman lain untuk mendapatkan informasi mengenai keluarga dan menunjukkan silsilah kekerabatan dari anggota-anggotanya. Hasil kajian dari genealogi sering ditampilkan dalam bentuk bagan atau di tulis dalam bentuk ahli membedakan antara “genealogi” dan “sejarah keluarga”. Mereka membatasinya bahwa genealogi hanya berhubungan dengan kekerabatan, sedangkan sejarah keluarga merujuk pada penyediaan detail tambahan mengenai kehidupan dan Hasyim Asy’ari, Adab al-Ālim Wa al-Muta’allim Fi Mā Yaḥtāju Ilaihi al-Muta’allim Fī Aḥwāl Ta’līmihi Wa Mā Yatawaqqafu Alaihi al Mu’Allim Fī Maqāmātihi Ta’limihi Jombang Maktabah At Turats Islami, 27. Rakhmad Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama Betawi Dari Awal Abad Ke-19 Sampai Abad Ke-21 Jakarta Islamic Center, 2011, 19. DOI// konteks sejarah keluarga tersebut. Pada perkembangannya, genealogi yang tadinya merupakan bagian dari biologi kemudian masuk dalam kajian sosiologi, antropologi dan historiografi setelah secara filosofis dibahas tuntas oleh Michel Foucault 1926-1984.Menurut Yudi Latif, genealogi dapat didefinisikan dalam artian konvensional maupun Foucauldian. Dalam perspektif pertama, Genealogi didefinisikan sebagai studi evolusi dan jaringan dari sekelompok orang sepanjang beberapa generasi. Konsep genealogi ini berguna untuk memperhatikan gerak perkembangan diakronik dan rantai intelektual antar-generasi inteligensia muslim di dalam perspektif kedua, genealogi merupakan sejarah yang ditulis dalam terang penglihatan dan kepedulian concerns masa kini. Dalam pandangan Foucault, sejarah selalu ditulis dari perspektif masa kini. Sejarah merupakan pemenuhan atas sebuah kebutuhan masa kini. Fakta bahwa masa kini selalu berada dalam sebuah proses transformasi mengandung implikasi bahwa masa lalu harus terus-menerus dievaluasi. Dalam artian ini, genealogi tak berpotensi untuk kembali ke masa lalu. Genealogi dalam artian ini berguna untuk memperhatikan dinamika, transformasi dan diskontinuitas dalam gerak perkembangan historis dengan tujuan memulihkan sebuah kontinuitas yang tak dalam perspektif Foucauldian berusaha mengidentifikasi hal-hal yang menyempal accidents, mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan yang kecil the minute deviations. Genealogi memfokuskan diri pada retakan-retakan, pada kondisi-kondisi sinkronik dan pada tumpang tindihnya pengetahuan yang bersifat akademis dengan kenangan-kenangan yang bersifat lokal. Dengan demikian, genealogi berupaya mengemas kembali sempalan-sempalan sejarah yang masih berserakan dan belum tersusun. Dalam perspektif double movement methodology yang pernah dipopularkan oleh Fazlur Rahman, penelusuran sejarah dilakukan Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20 Bandung Mizan, 2005, 6–7. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 untuk mencari alternatif pemecahan atas problem aktual dengan cara melihat data masa lalu, yaitu mengambil ide atau pelajaran dari peristiwa masa lalu. Setelah mendapat ide dasar berupa pelajaran dari peristiwa sejarah, maka gerakan kedua adalah kembali ke masa sekarang untuk membuat kontekstualisasi pelajaran masa lalu sehingga bisa compatible dengan masa sekarang. Dengan demikian, cara kerja genealogi hampir senada dengan double movement methodology jembatan antara tradisionalisme dan modernisme. C. Biografi Intelektual Hasyim Asy’ari Berlatar belakang keluarga pesantren, perjalanan pendidikan Hasyim Asy’ari tidak berbeda jauh dengan kebanyakan muslim lainnya. Sejak kecil Hasyim Asy’ari belajar sendiri dengan ayah dan kakeknya Kiai Usman. Bakat dan kecerdasan Hasyim Asy’ari sudah nampak sejak diasuh keduanya. Karena kecerdasannya itu, dalam usia 13 tahun di bawah bimbingan ayahnya, Hasyim Asy’ari sudah mempelajari dasar-dasar tauhid, fiqh, tafsir dan Hasyim Asy’ari dalam mencari ilmu dimulai ketika Hasyim Asy’ari berusia 15 tahun. Tak kurang dari lima pesantren di Jawa Timur ia kunjungi. Karena rasa haus akan ilmunya begitu tinggi, akhirnya Hasyim Asy’ari menyeberang ke Pulau Madura. Di pulau inilah Hasyim Asy’ari bertemu dengan guru yang kelak mempengaruhi pemikirannya, yaitu Syeikh Kholil Bangkalan Madura. Muqowim, Genealogi Intelektual Saintis Muslim Sebuah Kajian Tentang Pola Pengembangan Sains Dalam Islam Pada Periode Abbasiyyah Jakarta Kementrian Agama RI, 2012, 360. Muhammad Hasyim Asy’ari dilahirkan pada Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’idah 1287 H atau 14 Februari 1871 M, di Desa Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asy’ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Kiai Asy’ari berasal dari Demak, dan Ibunya Halimah adalah putri dari Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang. Dari garis Ibu, silsilah keluarganya sampai pada Brawijaya VI, dan dari silsilah pihak ayah bertemu dengan Joko Tingkir Khairul Anam and other, EnsiklopeIa Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren Jakarta Mata Bangsa dan PBNU, 2014, 80. Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari Yogyakarta LKIS, 2009, 16. Arifi, Pergulatan Pemikiran Fiqih “Tradisi” Pola Mazhab, 91. DOI// Pesantren yang pernah disinggahi oleh Hasyim Asy’ari dalam pengembaraan keilmuannya diantaranya Pesantren Wonokoyo Probolingga, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Trenggilis Semarang, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura dan Pesantren Siwalan Surabaya. Di Bangkalan Hasyim Asy’ari belajar tata bahasa, sastra Arab, fiqh dan sufisme kepada Kiai Khalil selama 3 bulan. Sedangkan di Siwalan, Hasyim Asy’ari fokus belajar fiqh selama 2 tahun kepada Kiai Ya’kub. Bahkan, Hasyim Asy’ari juga pernah belajar bersama dengan Ahmad Dahlan Muhammadiyah saat mencari ilmu di puas belajar di tanah air, Hasyim Asy’ari kemudian pergi ke Hijaz untuk melanjutkan pendidikannya. Di Hijaz Hasyim Asy’ari belajar hadits di bawah bimbingan Syeikh Mahfudz dari Termas, Pacitan. Syeikh Mahfudz adalah ahli hadits sekaligus orang Indonesia pertama yang mengajar Shahih Bukhari. Dari Syeikh Mahfudz-lah Hasyim Asy’ari mendapat ijazah untuk mengajar kitab Shahih bawah bimbingannya, Hasyim Asy’ari juga belajar Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Ajaran tersebut diperoleh Syeikh Mahfudz dari Syeikh Nawawi dan Syeikh Sambas. Jadi, Syekh Mahfudz adalah merupakan orang yang menghubungkan Syekh Nawawi dari Banten dan Syekh Sambas dengan Hasyim Asy’ari. Pengaruh ini dapat ditemukan dalam corak pemikiran keilmuan Hasyim Asy’ari berlanjut kepada Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau. Di bawah bimbingan Syeikh Ahmad Khatib yang juga seorang ahli astronomi, matematika dan al- Baiatul Rozikin and Other, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia Yogyakarta e-Nusantara, 2009, 246. Zuhairiwi Misrawi, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan Dan Kebangsaan Jakarta Kompas, 2010, 46–47. Guru besar yang sangat mempengaruhi jalan pikiran Hasyim Asy’ari ialah Syaikh Mahfudz At-Tarmisi yang juga mengikuti tradisi Syeikh Nawawi dan Syeikh Sambas. Nawawi al-Bantani 1813-1897 merupakan salah seorang ulama Jawa yang paling dikenal di Haramain. Banyak orang Indonesia belajar kepadanya dan kemudian menjadi kiai-kia besar di pesantren Jawa. Mereka membawa tradisi isnad dan silsilah ilmu pada masa peralihan dari tradisionalisme menuju modernisme. Diantara murid Imam Nawawi al-Bantani yang terkenal adalah Hasyim Asy’ari Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia Jakarta Kencana Prenadamedia group, 2013, 395–96. Baiatul Rozikin and Other, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, 248. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 Jabar, Hasyim Asy’ari juga belajar fiqh madzhab Syafi’ Khatib tidak setuju dengan pembaharuan Muhammad Abduh mengenai pembentukan madzhab fiqh baru, sementara Hasyim Asy’ari hanya setuju pada pendapat Ahmad Khatib mengenai tarekat. Atas izin dari Ahmad Khatib-lah Hasyim Asy’ari mempelajari tafsir al-Manar karya selanjutnya, Hasyim Asy’ari menjadi pemimpin dari kiai-kiai besar tanah Jawa. Menurut Zamakhsari, setidaknya terdapat empat faktor penting yang melatarbelakangi watak kepemimpinan Hasyim Asy’ari. Pertama, Hasyim Asy’ari lahir di tengah-tengah Islamic revivalism baik di Indonesia maupun di Timur Tengah, khususnya di Mekkah. Kedua, orang tua dan kakeknya merupakan pimpinan pesantren yang punya pengaruh di Jawa Timur. Ketiga, Hasyim Asy’ari sendiri dilahirkan sebagai seorang yang sangat cerdas dan memiliki karakter kepemimpinan mumpuni. Keempat, berkembangnya perasaan anti kolonial, nasional Arab, dan pan-Islamisme di dunia tujuh tahun di Mekkah, pada tahun 1889 Hasyim Asy’ari kembali ke Indonesia untuk merintis sebuah pesantren. Hasyim Asy’ari membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Desa Tebuireng, 200 meter sebelah barat pabrik gula Cukir. Di sanalah Hasyim Asy’ari membuat bangunan yang terbuat dari bambu sebagai tempat dari bangunan kecil inilah embrio pesantren Tebuireng dimulai. Bagian depan dari bangunan ini digunakan sebagai tempat mengajar dan shalat berjama’ah. Bagian belakang dijadikan sebagai tempat tinggal. Pada awalnya, jumlah santri yang belajar baru 8 orang, tiga bulan kemudian bertambah menjadi 28 pesantren Tebuireng dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas kondisi pengajaran dan pendidikan Islam di tanah air Misrawi, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan Dan Kebangsaan, 46–47. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai Jakarta LP3ES, 1994, 95. Humaidy Abdussami and Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais Am Nahdlotul Ulama Yogyakarta LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995, 2. Anam and other, EnsiklopeIa Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren, 84. DOI// yang menderita oleh tekanan penjajah. Sebagai bagian dari strategi menghancurkan Islam, pemerintah Belanda memaksakan kehendak dan pengaruhnya untuk membatasi pendidikan Islam pada aspek ritual dan mengurangi peranan ajaran Islam dalam masyarakat. Hal ini mendorong Hasyim Asy’ari untuk mengambil langkah serius ke arah perumusan metodologi dan pendekatan baru yang berangkat dari universalisme Islam dengan prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah. Hasyim Asy’ari kemudian mulai mengembangkan sistem pendidikan pesantren yang menjadi warisan umat secara turun-temurun sejak masa Wali Songo dengan fokus sasaran pembentukan kader ulama yang mampu menghadapi berbagai tantangan tahun 1919, pesantren Tebuireng diberi nama Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Kurikulumnya ditambah materi bahasa Indonesia Melayu, Matematika, dan Geografi. Lalu pada tahun 1926, pelajaran ditambah pelajaran bahasa Belanda dan Sejarah. Ribuan santri menyerap ilmu di Tebuireng. Akhirnya pada abad ke 20 jadilah Tebuireng menjadi pesantren yang paling besar dan penting di seluruh Jawa dan kealimannya, para Kiai tanah Jawa mempersembahkan gelar “Hadhratus Syeikh” kepada Hasyim Asy’ari. Hasyim Asy’ari semakin dikeramatkan ketika Kiai Kholil Bangkalan yang sangat dihormati oleh para Kiai tanah Jawa-Madura sebelum wafatnya memberikan isyarat bahwa Hasyim Asy’ari adalah pewaris kekeramatannya. Diantara isyarat tersebut yaitu ketika Kiai Kholil hadir di Tebuireng untuk mengikuti pengajian kitab hadits Bukhari Muslim yang disampaikan Hasyim Asy’ari. Kehadiran Kiai Kholil dalam pengajian tersebut diasumsikan sebagai petunjuk bahwa setelah meninggalnya Kiai Kholil, para Kiai di Jawa-Madura diisyaratkan berguru kepada Hasyim Asy’ Pembentukan Nalar Keislaman Hasyim Asy’ari Gagasan dasar pembentuk nalar keislaman Hasyim Asy’ari dipengaruhi oleh figure ulama yang secara langsung mempengaruhi Alwi Shihab, Islam Sufistik Bandung Mizan, 2001, 118. Anam and other, EnsiklopeIa Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren, 84. Salahudin Wahid, Transformasi Pesantren Tebuireng Menjaga Tradisi Di Tengah Tantangan Malang UIN Maliki Press, 2011, 18. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 pemikiran pendidikannya. Dari sinilah geneologi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari bermuara, yaitu semenjak beliau mengalami mobilitas sosial-intelektual sebagai hasil persentuhannya dengan ilmu-ilmu keislaman yang diperoleh saat beliau nyantri di dalam negeri maupun di Timur Tengah. Ulama-ulama itulah yang dianggap sebagai embrio pembentukan pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari. Diantara ulama yang membentuk pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari adalah 1. KH. Khalil Bangkalan 1819-1925 Khalil Bangkalan merupakan ulama Madura dengan spesialisasi ilmu gramatikal Arab atau lebih dikenal dengan disiplin ilmu nahwu. Dalam usia yang masih tergolong bocah, Khalil muda telah mampu menghafal gramatika Arab berupa seribu bait puisi nazham alfiyah karya Ibn Malik M. Bahkan, Khalil dikenal memiliki kemampuan yang anti mainstream, yakni mampu menghafal bait nazham alfiyah secara terbalik atau dalam terminologi jawa disebut nyungsang. Karena kepiawaiannya itulah Khalil Bangkalan dikenal sebagai pakar bahasa Arab dan kelak orang juga mengkultuskannya sebagai tanah Jawa, Khalil Bangkalan memang dikenal sebagai seorang wali, walaupun ia tidak memimpin sebuah tarekat. Dalam tradisi pesantren, orang yang dianggap memiliki tingkat kesucian tinggi tidak semata karena keberhasilannya memimpin tarekat. Ketinggian spiritual seorang Kiai dapat dicapai melalui ketinggian ilmu dan kesalehannya di mata Tuhan. Selain dikenal wali, Kiai Kholil juga dikenal ahli Sastra Arab, Fiqh dan empat prinsip belajar yang merupakan produk pemikiran pendidikan Kholil Bangkalan dan kemudian termanifestasi dalam pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari, diantaranya adalaha Ikhlas karena Allah swt. Tidak peduli dengan pahit getirnya kehidupan saat belajar di pesantren, bagaimanapun bagi Kiai Kholil menuntut ilmu haruslah ikhlas. Karena pada saat itu yang Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2006, 183–84. Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, 92. Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah Pendiri Dan Penggerak NU Yogyakarta GP Ansor Tuban, 2012, 61. DOI// terpenting adalah ilmu dan puncak tertinggi adalah harapan atas ridha Allah terhadap ilmu yang diperoleh. b Puncak tertinggi ilmu adalah Akhlak kepada Allah swt. Selama Kiai Khalil tinggal di Makkah, ia selalu keluar dari Tanah Haram Makkah saat akan buang air besar. Ia merasa tidak sopan jika buang hajat di tanah suci. Ini menunjukan bahwa Kiai Kholil sangat tawadhu kepada Allah SWT. c Sikap Hormat ta’dhim, cinta dan patuh kepada guru. Sikap ini diterapkan tentunya setelah memiliki guru yang layak. Apapun akan ia berikan kepada gurunya untuk membantu dan membuat gurunya ridha. Bahkan, di hadapan gurunya, ia bersedia untuk diperintah melebihi budak di hadapan tuannya. d Rajin belajar karena mencintai ilmu. Dengan menggabungkan empat prinsip ini, Kiai Kholil berhasil mendapatkan ilmu dan keberkahan. Semua itu kemudian mengantarkannya pada derajat yang tinggi di hadapan Allah swt; yaitu sebagai ulama dan waliyullah. 2. Nawawi al-Bantani 1813-1897 Nawawi al-Bantani merupakan seorang ulama Syafi’iyyah. Dialah penjaga ajaran Syafi’i di Nusantara. Bagi Nawawi, menjadi seorang penganut Syafi’i bukan tanpa alasan. Mazhab Syafi’i dikenal lebih kompatibel dan dapat diandalkan, Malik lebih bersifat tengah-tengah, Abu Hanifah lebih massive, sedangkan Ahmad bin Hambal dipandang lebih saleh. Nawawi meninggalkan prinsip yang amat penting, yakni menjadi muqallid yang terus melakukan kajian dan kritis. Seandainya Nawawi melarang menjadi muqallid, maka para santri Jawa pada umumnya tidak akan pernah memuji tokoh Islam tradisionalis zaman modern, Imam Nawawi kerap di vis a vis-kan dengan Muhammad Abduh; tokoh pembaharuan Islam asal Mesir yang getol mengkritik Islam tradisionalis. Tidak diketahui apakah terdapat debat langsung antara Nawawi dan Abduh, namun keduanya memiliki rancangan dan memberikan kontribusi berupa sebuah frame work yang penting dalam memahami perbedaan yang muncul dalam Islam. Abduh lebih Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, 144. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 menaruh kepedulian terhadap isu-isu modern dan menawarkan beberapa gagasan-gagasan baru dalam fiqh, sementara Imam Nawawi lebih memberi perhatian pada isu-isu kehidupan sehari-hari, khususnya menyangkut masalah fiqh. Imam Nawawi merupakan perintis awal dari fiqh yang berorientasi kemasyarakatan. Lewat Nawawi al-Bantanilah Hasyim Asy’ari belajar ilmu fiqh dan memperoleh sanad tradisionalisme keislamannya. Imam Nawawi menghabiskan waktu 30 tahun di Makkah untuk mematangkan semua bidang ilmu Islam. Nawawi belajar pertama kali di bawah ulama besar seperti Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima dan sebagainya. Akan tetapi guru yang sebenarnya adalah orang Mesir, yaitu Yusuf Sumulaweni, Nahrawi serta Abdul Hamid selama itu di negeri Arab membuat Nawawi mampu membaca al-Qur’an secara sempurna dan menghafalnya. Ketika membaca naskah Arab semua huruf diucapkan dengan cara yang sangat Azra seperti dikutip Maragustam, Imam Nawawi sebagai ulama tidak saja mumpuni dalam bidangnya, tetapi juga disegani di kalangan dunia intelektualisme Indonesia maupun di kalangan dunia Timur Tengah dan ada tiga posisi utama yang membuat Imam Nawawi diperhitungkan banyak kalangan; pertama, sebagai ulama yang sangat produktif menulis dan mempunyai banyak karya; kedua, Nawawi merupakan salah satu pusat jaringan ulama dan pesantren. Hal ini dapat dilihat dari sejarahnya yang belajar di Makkah dan menjadi guru banyak santri disana. Hasyim Asy’ari termasuk ulama yang berguru kepadanya beserta beberapa ulama ternama di Madura. Disinilah Nawawi menjadi puncak sumber tradisi pesantren; ketiga, Nawawi merupakan ulama Jawa yang bermukim di Makkah yang banyak mendapat ilmu serta pengakuan dari dunia pendidikan Imam Nawawi terangkum dalam kualifikasi pendidik dan peserta didik yang lebih menitik beratkan pada Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19 Jakarta Bulan Bintang, 1984, 118. Maragustam, Pemikiran Pendidikan Syeikh Nawawi Al-Bantani Yogyakarta Datamedia, 2007, 106. DOI// nuansa etika keagamaan dibandingkan kualifikasi keilmuan. Nuansa etika keagamaan nampak pula pada etika pendidik dan etika bersama, pendidik dan peserta didik. Kualifikasi pendidik dan peserta didik tergambar jelas pada bingkai keagamaan sebagai titik sentralnya. Peserta didik tidak boleh bicara jika tidak diminta untuk berbicara, tidak mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat pendidiknya, tidak bertanya kepada pendidik ketika pendidik kurang dalam tujuan pendidikan, Imam Nawawi cenderung menjadikan tujuan keagamaan sebagai tujuan pendidikan, sekalipun porsi rasionalnya tetap ada. Oleh karena itu, para pendidik mengarahkan segala potensi diri menuju ke arah tujuan tersebut. Dalam menuntut ilmu, peserta didik harus bertujuan agar memperoleh ridha Allah dan memperoleh kehidupan di akhirat, menghilangkan kebodohan, menghidupkan agama dan mengabadikan Islam dengan ilmu. Menuntut ilmu jangan sampai bertujuan agar dijadikan sebagai kiblat orang banyak atau memperoleh keuntungan dunia semata dan jangan pula bertujuan agar terhormat di mata penguasa atau orang Mahfudz at-Tirmisi w. 1338/1919 Mahfuz at-Tirmisi merupakan guru Hasyim Asy’ari dengan spesifikasi ilmu hadits. Karya Syeikh Mahfudz dalam bidang hadits yaitu, Manhaj Zhawi An-Nazhar, sebuah tafsir yang cukup rinci atas Manzhumat Ilm al-Atsar karya Abd Ar-Rahman As-Suyuti ditulis dalam waktu 4 bulan 14 hari. Kitab setebal 302 halaman ini sebagian besarnya dikerjakan di Mekkah pada tahun 1329/1911. Sebagaiannya lagi di tulis ketika berada di Mina dan Arafat sebagaimana dinyatakan sendiri olehnya pada waktu menunaikan ibadah haji. Kitab lain yang menjadi rujukan primer di kalangan santri maupun ulama internasional adalah dalam Musthalah al-Hadits. Karena konsistensi terhadap spesialisasi keilmuannya, ia lebih banyak menulis kitab kitab Musthalah al-Hadits ketimbang bidang Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, 164. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 Syeikh Mahfudz juga dikenal seorang ahli dalam hadits Bukhari. Beliau memiliki mata rantai keilmuan yang syah dalam transmisi intelektual pengajaran Shahih Bukhari. Ijazah tersebut berasal dari Syaikh Bukhari sendiri yang ditulis sekitar seribu tahun lalu dan diserahkan secara sanad melalui 23 generasi ulama yang telah menguasai karya Imam al-Bukhari. Syaikh Mahfudz sendiri merupakan mata rantai terakhir pada waktu seorang musnid dan muhaddits, ulama kelahiran Termas ini memperoleh legitimasi untuk mentransfer koleksi hadits tidak hanya dari al-Bukhari, tetapi juga dari para pemberi ijazah lainnya seperti Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majjah, al-Muwatta Imam Malik bin Anas, Musnad Imam Syafi’i, Musnad Imam Abu Hanifah, Musnad Ahmad bin Hanbal dan sebagainya. Dari Syeikh Mahfud lah Hasyim Asy’ari mendapat sanad keilmuan menjadi ulama ahli hadits di Tanah Air dan berhak mengajarkan kitab Shahih Bukhari kepada para santrinya. Bahkan Khalil Bangkalan yang dulu menjadi gurunya sewaktu nyantri di Madura pun berguru ilmu hadis kepada Hasyim Asy’ Syeikh Ahmad Khatib Minangkabawi Syeikh Khatib adalah pelopor gerakan pembaharuan di Minangkabau. Ia menebar pemikirannya yang berasal dari Makkah pada masa 20 tahun terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun pertama abad ini. Syeikh Khatib dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1855 M di kalangan keluarga yang mempunyai latar belakang agama dan adat yang kuat. Ia memperoleh pendidikannya di sekolah rendah yang didirikan oleh pemerintah tahun 1876, ia pergi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama hingga kemudian mencapai kedudukan tertinggi dalam mengajarkan agama Islam, yaitu sebagai Imam dari mazhab Syafi’i di Masjidil Haram. Meski tak pernah kembali ke daerah asalnya, tetapi ia memiliki relasi yang kuat dengan daerah asalnya melalui ibadah haji Baiatul Rozikin and Other, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, 246. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942 Jakarta LP3ES, 1991, 38. DOI// dan orang-orang yang belajar kepadanya. Pada akhirnya mereka yang belajar itu menjadi guru di daerah asal masing masing. Sebagai Imam yang bermazhab, Syeikh Khatib tidak pernah melarang muridnya untuk membaca dan mempelajari pemikiran Muhammad melarang karena tokoh Abduh kerap mengkritik ajaran madzhab, Syeikh Khatib justru ulama yang memberi izin kepada Hasyim Asy’ari untuk mempelajari pemikiran Abduh seperti terdapat dalam majalah Al-Urwat lain bagi Syeikh Khatib adalah mengenai permasalahan di Minangkabau. Syeikh Khatib terkenal sangat keras menolak dua macam kebiasaan yang ada di masyarakat Minangkabau pada waktu itu. Ia begitu menentang tarekat Naqshabandiyah yang banyak dipraktikkan masyarakat setempat dan menentang peraturan peraturan adat perihal dasar itu, Syaikh Khatib dikenal sebagai tokoh yang kontroversial. Di satu pihak tidak menyetujui buah pikiran Muhammad Abduh yang menganjurkan umat Islam melepaskan diri dari mazhab Imam Empat, tetapi di sisi lain ia menyetujui gerakan pembaharuan yang ingin melenyapkan segala bentuk praktek tarekat. terlepas dari itu, Syeikh Khatib adalah salah satu ulama yang banyak mempengaruhi pandangan keagamaan Hasyim Asy’ari; ulama tradisionalis yang menyuburkan tarekat yang dianggap muktabar di Indonesia. E. Relasi Intelektual Hasyim Asy’ari dan Tradisionalisme Setelah mengetahui genealogi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari, pada pembahasan berikut ini akan segera nampak bahwa konstruksi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dibangun atas pondasi pemikiran tradisionalisme al-Ghazali Noer, Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942, 39. Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, 95. Abidin Ibnu Rusd, Pemikiran Al- Ghazali Tentang Pendidikan Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1998, 9. Pemikiran pendidikan al-Zarnuji terangkum dalam karya monumentalnya yaitu kitab Ta’lim Wa Al-Muta’alim. Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru Dan Murid Telaah Atas Pemikiran Al-Zarnujidan KH Hasyim Asy’ari Yogyakarta Teras, 2007, 46. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 ini karena Hasyim Asy’ari dianggap sebagai penerus estafet tradisionalisme Islam di Indonesia, selain karena kekeramatan dan kebesaran namanya, pemikiran Hasyim Asy’ari tak lain adalah representasi dari ajaran Islam tradisionalis. Tuduhan a posteriori ini semakin kentara ketika menilik gagasan utama kitab Adabul al Alim wa Muta’alim yang membahas masalah pendidikan adab dan etika dalam mencari ilmu bagi peserta didik dan pendidik. Dalam kitab itu, pemikiran Hasyim Asy’ari terlihat mempunyai kemiripan dengan Syeikh al-Zarnuji, pengarang kitab Ta’lim Muta’alim. Kemiripan itu terlihat dari muqadimah tentang keutamaan hingga konsepsi tujuan manusia dalam menuntut ilmu. Mengenai bab muqadimah, baik al-Zarnuji maupun Hasyim Asy’ari keduanya mengutip hadis terkenal tentang ilmu yaitu “ţalabul ilmi faridatun ala kulli muslimin wal muslimat.” Kemudian terkait tujuan pendidikan atau menuntut ilmu Hasyim Asy’ari sangat menekankan orientasi untuk mencapai ridho Ilahi, yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. Niat mencari ilmu menurut Hasyim Asy’ari tidak boleh “ternodai oleh motivasi-motivasi yang bersifat duniawi.” Orientasi tentang niat menuntut ilmu yang lurus ini juga diungkapkan oleh al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’alim, bahwa “ilmu sangat penting untuk sarana taqwa.” Karena dengan taqwa manusia dapat menerima kedudukan yang terhormat di sisi Allah. Lebih jauh, ilmu yang ditekankan untuk dipelajari menurut al-Zarnuji adalah ilmu agama. Karena ilmu agama adalah ilmu yang paling lurus untuk dikaji. Kitab Ta’lim Wa Al-Muta’alim memuat tiga belas pasal, pertama, menerangkan hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaannya; kedua, niat dalam mencari ilmu; ketiga, cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan; keempat, cara menghormati ilmu dan guru; kelima, kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur; keenam, ukuran dan urutannya; ketujuh, tawakal; delapan, waktu belajar ilmu; sembilan, saling mengasihi dan menasehati; sepuluh, mencari tambahan ilmu pengetahuan; sebelas, bersikap wara’ ketika menuntut ilmu; dan terakhir, hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan yang melemahkannya Syeikh Al-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’alim, Terj. Abdul Kadir Aljufri Surabaya Mutiara Ilmu, 1995, 3. Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’Allim Fi Ma Yahtaju Ilaihi al-Muta’allim Fi Ahwal Ta’limihi Wa Ma Yatawaqqafu’ Alaihi Al Mu’Allim Fi Maqāmātihi Ta’limihi, 19. Al-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’alim, Terj. Abdul Kadir Aljufri, 6–7. DOI// Selain itu, dalam kitab Adabul Alim wa Muta’alim, Hasyim Asy’ari mengungkapkan beberapa makanan yang sebaiknya dihindari oleh pelajar lantaran dapat menyebabkan akal seseorang menjadi tumpul dan melemahkan panca indera. Jenis-jenis makanan tersebut diantaranya; buah apel yang asam, aneka kacang kacangan dan cuka. Hasyim Asy’ari juga menekankan untuk menghindari makanan yang cepat menambah berat badan dan mengandung banyak kolestrol, seperti mengkonsumsi susu dan ikan terlalu banyak. Pelajar dianjurkan menjauhi hal-hal yang dapat menjadikannya cepat lupa seperti memakan makanan dari bekas gigitan tikus, membaca tulisan batu nisan, berjalan di antara dua ekor unta yang sedang berjalan dan membuang seekor kutu dalam keadaan pendidikan Hasyim Asy’ari yang tradisionalisme-konservatif di atas juga ditemui dalam kitab Ta’lim Muta’alim karya al-Zarnuji dalam poin perihal yang menyebabkan lupa. Hal-hal yang menyebabkan lupa adalah makan ketumbar basah, makan apel asam, melihat orang yang dipancung, membaca tulisan di kuburan, melewati barisan unta, membuang ketombe hidup di tanah dan cantuk melukai bagian tengkuk kepala untuk menghilangkan pusing. Kemudian al-Zarnuji juga menjelaskan kebiasaan yang dapat menyebabkan kefakiran seperti menulis dengan pena yang diikat, menyisir rambut dengan sisir yang retak, tidak mau mendoakan kedua orang tua, mengenakan sorban dengan duduk, mengenakan celana dengan berdiri dan pemikiran di atas membuktikan bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari senafas dengan al-Zarnuji. Lebih jelas lagi bahwa mereka adalah pemikir tradisionalis, segala aspek yang berkaitan dengan perumusan pendidikan tidak bisa terlepas dari nuansa keagamaan yang bersifat tradisionalis-madzhabi dan cenderung memandang hitam-putih atas segala sesuatu fiqh sentris. Dengan demikian, nampak sekali bahwa posisi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari, Adab Al-Alim Wa Al-Muta’Allim Fi Ma Yahtaju Ilaihi Al-Muta’allim Fi Ahwal Ta’limihi Wa Ma Yatawaqqafu’ Alaihi Al Mu’Allim Fi Maqāmātihi Ta’limihi, 25. Al-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’alim, Terj. Abdul Kadir Aljufri, 96. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 Asy’ari lebih dekat dengan aliran essenialisme ketimbang dan Hasyim Asy’ari sepakat bahwa penghormatan kepada guru merupakan sesuatu tidak dapat ditawar. Keduanya memandang bahwa posisi guru yang mengajari ilmu walaupun hanya satu huruf dalam konteks keagamaan merupakan bapak spiritual. Dengan demikian kedudukan guru sangat terhormat. Lantaran jasa guru, seorang murid dapat mencapai ketinggian spiritual dan keselamatan dunia-akhirat. Seorang guru di samping harus menguasai materi yang diajarkan juga harus memiliki sifat-sifat tertentu yang apabila diberikan kepada muridnya dapat didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya juga dapat ditiru dan lain gagasan pemikiran pendididikan Hasyim Asy’ari dan al-Zarnuji terletak pada sikap mengedepankan religious ethics dalam proses belajar mengajar. Untuk memperoleh al-ilmunafi’ harus dengan menggunakan akhlak dalam prosesnya. Tanpa akhlak, keberhasilan pendidikan tidak sampai kepada aspek immaterial-spiritual, tetapi hanya material-artifisial. Proses pembelajaran selain harus diawali dengan niat yang lurus juga harus menyertakan akhlak dalam dinamika pembelajarannya. Hasyim Asy’ari juga menghendaki adanya penghormatan yang sama balance antara guru dan muridnya. Sedangkan dalam pemikiran al-Zarnuji terlihat adanya relasi liniear dimana seorang murid harus menghormati gurunya tanpa reserve atau memberikan konsep penghormatan murid kepada guru, al-Zarnuji juga menekankan penghormatan kepada kitab atau buku sebagai sumber ilmu. Ia bependapat bahwa sebagian dari mengagungkan ilmu adalah mengagungkan kitab. Karenanya seseorang tidak boleh mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Ilmu adalah cahaya, begitu juga dengan wudhu, sedangkan cahaya ilmu tidak akan betambah kecuali dengan berwudhu. Muhaimin, Pemikiran Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam Jakarta Raja Grafindo Persada, 2012, 26. Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru Dan Murid…, 74–75. DOI// Terakhir, titik persamaan pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dengan al-Zarnuji ialah mengenai adanya evaluasi. Hasyim Asy’ari dalam konsepnya menekankan adanya evaluasi dimana guru bertindak sebagai evaluator of student learning. Hal ini seperti dikemukakan dalam kitab Adab al Alim bab ke tujuh tentang adab guru terhadap muridnya. Pada poin keenam, terdapat pembahasan guru mengevaluasi peserta didiknya dalam bentuk pemberian pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik melalui latihan, ujian dan semacamnya yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman mereka dalam menyerap materi yang telah guru itu, hal-hal yang menjadi diferensiasi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dan al-Zarnuji ialah bahwa dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim tidak terdapat pembahasan yang allogical, yaitu pembahasan yang tidak dapat dicerna oleh akal semata sebagaimana terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’alim al-Zarnuji. Pembahasan allogical ini diantaranya adalah adanya amalan-amalan tertentu dengan membaca kalimat thayyibah yang dapat melancarkan rizki bagi pencari ilmu. Pembahasan semacam ini tidak dapat dicerna melalui aspek logika semata, akan tetapi harus melalui aspek tersebut dapat di lihat dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim pada bab terakhir tentang hal yang mempermudah datangnya rizki. Selain mempunyai kesamaan pemikiran pendidikan dengan al-Zarnuji dari isi kitabnya, Hasyim Asy’ari juga mengikuti pemikiran al-Ghazali dalam merumuskan pemikiran pendidikannya. Di akhir hidupnya, tokoh bergelar hujjatul islam itu memilih jalan tasawuf untuk mengobati keresahan konflik batinnya dengan mengarang sebuah karya monumental yang berisi nasehat kehidupan Ihya Uluumudin. Menurut al-Ghazali pendidikan dalam prosesnya Asy’ari, Adab Al-Alim …, 88. Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru Dan Murid …, 84. Kitab ini hakikatnya berisi seruan bagi dihidupkannya kembali tasawuf. Al-Ghazali tidak memusuhi prinsip-prinsip hukum Islam, akan tetapi menafsirkan kembali hukum itu sebagai sarana dan petunjuk bagi ruhani untuk memperoleh keselamatan dengan memperoleh bagian dalam rahasia Illahi. Dan hal ini hanya didapat melalui kerinduan dan kecintaan sepenuhnya kepada Allah. Nurcholish Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 haruslah mengarah pada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia mencapai tujuan hidupnya; bahagia dunia-akherat. Pendekatan diri kepada Allah merupakan tujuan pendidikan. Dalam kitab Ayyuhal Waladal-Ghazali juga menerangkan bagaimana kriteria seorang guru dan juga seorang pelajar dalam mencari ilmu. Menurut al-Ghazali, ultimate goal pendidikan dalam prosesnya harus mengarah pada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan kebahagiaan duniawi-eskatologi. Pendekatan diri kepada Allah merupakan tujuan pendidikan. Orang dapat mendekatkan diri kepada Allah hanya setelah memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam direksi inilah al-Ghazali menganggap pentingnya pendidikan agar manusia berilmu, yaitu ilmu yang diamalkan dalam kehidupan. Bukan untuk mendapatkan pujian atau hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan amal yang dilandasi keikhlasan karena mencari ridha ridha Allah dan tidak ternodai oleh unsur keduniawian dalam tujuan pendidikan itulah titik petemuan pemikiran Hasyim Asy’ari dan al-Ghazali. Gagasan pendidikan al-Ghazali membahas bagaimana hakikat ilmu nafi’ seperti dibahas dalam kitabnya Ayyuhal Walad. Awal mula disusunnya kitab ini adalah nasehat untuk murid al-Ghazali yang meminta ditunjukkan mana ilmu yang bermanfaat dan mana ilmu yang Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan Jakarta Paramadina, 1997, 52. Risalah kitab Ayyuhal Walad terdiri dari pendahuluan dan 6 bab. Bagian pendahuluan berisi tentang nasehat dan perdebatan filosofis tentang tujuan ilmu dan ketertarikan antara ilmu dan amal. Bab pertama, Al-Ghazali bercerita tentang i’tiqad yang benar, taubat, menghindari perdebatan kusir dalam ilmu pengetahuan serta pemerolehan ilmu-ilmu syariah. Bab kedua, berisi tentang amal saleh, pensucian jiwa dan menganggap rendah dunia dengan melakukan ibadah, pembersihan jiwa dari sifat serakah, serta anjuran untuk memerangi setan. Bab ketiga membahas pendidikan sebagai sarana menghilangkan kebiasaan buruk dalam jiwa dan mengisinya dengan akhlak yang baik. Sedangkan bab keempat, berisi kode etik guru yang hampir sama dengan apa yang diungkapkan dalam Ihya Ulumuddin. Kemudian bab kelima, berisi tentang karakteristik seorang sufi yang sebenarnya, syarat-syarat beristiqomah kepada Allah dan hubungannya dengan makhluk. Bab terakhir, Al-Ghazali mengakhirinya dengan sejumlah nasehat yang diberikan kepada anak didik. Diantaranya adalah anjuran untuk Syamsul Kurniawan and Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam Jakarta Ar Ruzz Media, 2013, 96–97. Kurniawan and Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, 92. DOI// Bagi mereka yang thalabul ilmi hanya untuk pengetahuan, sibuk untuk kenikmatan diri dan keindahan dunia, maka ilmu mereka tidak akan bermanfaat. Justru akan muflis merugi dalam amal dan sepi dalam Ayyuhal Walad al-Ghazali juga menerangkan tentang tikrorul ilmu atau mengulangi mempelajari ilmu dan muthola’ah kitab. Dalam poin ini al-Ghazali menegaskan tentang tujuan ilmu jika untuk memperoleh dan mengumpulkan harta dunia, serta menghasilkan pangkat dan mengungguli orang-orang, maka orang tersebut benar-benar merugi. Tetapi jika tujuan menuntut ilmu adalah menghidupkan syariat nabi, membersihkan akal budi serta memerangi nafsu yang selalu mengajak untuk berbuat kesesatan, maka keberuntungan yang akan pembahasan tentang niat dan tujuan dalam menuntut ilmu, al-Ghazali menyinggung bagaimana seorang murid dalam mencari guru yaitu seorang guru yang mursyidun dan murobbin. Menurut al-Ghazali, tarbiyah itu seperti pekerjaan petani yang menghilangkan duri, dan mencabuti tumbuhan pengganggu sehingga tanamannya sempurna hasilnya. Seorang murid harus memiliki guru yang mengajarkan adab dan menunjukkan jalan kebenaran. Disini seorang guru diibaratkan sebagai khalifah pengganti rasulululllah, oleh karena itu tidak sembarangan dalam memilihnya. Syarat seorang guru adalah alim, tetapi tidak setiap alim bisa menjadi mursyid yang dikehendaki untuk membimbing muridnya selain alim juga berperilaku bagus, riyadhoh dengan makan, ucapan dan minuman yang sedikit, memperbanyak melakukan sholat, shodaqoh dan puasa. Memiliki sifat sabar, syukur, tawakkal, yakin, qona’ah, ketenangan jiwa, bijaksana, jujur, haya’, wafa’, ketenangan dalam berbuat, tidak tergesa-gesa dan sifat-sifat terpuji lainnya. Maka guru yang seperti ini menurut al-Ghazali ibarat anwaarunnabi yang patut diikuti, namun wujudnya sendiri sangat langka. Jika seorang Al-Ghazali, Ayyuhal Walad Surabaya Al-Hidayah, 1. Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 murid mempunyai guru tersebut dan mengikutinya, maka akan memiliki akhlak yang seorang murid yang telah memperoleh guru atau mursyid maka ia harus mengormatinya secara dzahir dan batin. Memuliakan secara dzahir adalah dengan tidak membantahnya, dan tidak membuat hujjah dalam setiap masalah, walaupun mengetahui kesalahan gurunya. Murid juga tidak boleh meletakkan sajadah di hadapannya kecuali pada waktu sholat, itupun ketika selesai langsung mengangkatnya. Tidak melakukan sholat sunnah di hadapannya, melakukan perintah gurunya sesuai kemampuan dan kekuatannya. Sedangkan menghormati secara batin yaitu setiap yang diterima dan didengar dari gurunya secara zhohir tidak diingkari di dalam batin baik dalam ucapan ataupun uraian di atas, penulis menganalisis bahwa secara genealogis memang terdapat kesamaan antara gagasan pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari, al-Zarnuji dan al-Ghazali. Kesamaan itu terlihat pada niat dan tujuan menuntut ilmu, yakni semata mengharap ridho Allah dan menghidupkan syariat. Selanjutnya mereka juga sama-sama membahas tentang syarat-syarat seorang guru yang wajib dijadikan mursyid serta keutamaan menghormati guru dan mengikutinya. Cara bersikap dan memperlakukan seorang guru juga sama-sama di singgung. Akan tetapi, penulis menganalisis bahwa pembahasan bagaimana etika seorang guru terhadap murid hanya penulis temukan di pemikiran pendidikannya Hasyim Asy’ari. Dalam pemikiran al-Ghazali dan al-Zarnuji penulis tidak menemukannya secara rinci. Maka dapat di simpulkan bahwa memang pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari selain membahas tentang keutamaan ilmu seperti dua tokoh pemikir pendidikan tradisionalis di atas, Hasyim Asy’ari juga memfokuskan bagaimana seharusnya adab seorang guru dan murid. Jadi, etika seorang guru terhadap murid bagi Hasyim Asy’ari juga penting untuk diterapkan dalam proses pendidikan. DOI// F. Kesimpulan Genealogi pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dipengaruhi oleh guru-guru yang mumpuni dalam bidangnya masing-masing. Ketajaman intelektualitas guru-gurunya tidak hanya kondang di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional. Para guru inilah yang mendidik dan membentuk kepribadian Hasyim Asy’ari. Guru-guru Hasyim adalah para ulama Sunni dan bertarekat meskipun ada juga yang anti tarekat, yaitu Syaikh Akhmad Khatib Minangkabau yang cenderung reformis. Sementara guru-guru yang pro tarekat adalah Kiai Khalil Bangkalan, Syeikh Nawawi al-Bantani dan Syeikh Mahfudz at-Tirmisi yang juga ahli dalam bidang hadis. Pola pikir Hasyim juga banyak diwarnai oleh ulama mazhab ahlusunnah wal jama’ah dalam hal ini lebih condong kepada Syafi’i. Selanjutnya relasi intelektual pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran pendidikan Islam tradisionalis yang dalam hal ini dipengaruhi oleh pemikiran pendidikan al-Ghazali dan al-Zarnuji. Hal ini nampak dalam karyanya Adabul al-Alim wa Muta’alim, Hasyim Asy’ari banyak mengutip maqolah para ulama salaf. Bahkan, hampir gagasan kitab Adabul al-Alim merupakan gagasan sinkretis atas kitab Ta’lim al-Muta’alim karangan al-Zarnuji dan kitab Ayyuhal Walad karangan al-Ghazali. Kedua kitab tersebut sangat menekankan mardatillah dalam tujuan mencari ilmu. Begitu juga dalam konsep metodologi dan epistemologi dalam mencari ilmu yang menekankan adab dalam keberhasilan pelajar dalam belajar. [.] Genealogi Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari Analisis Jurnal Studi Keislaman, Volume 19, No. 1, Juni 2019 Referensi Abdussami, Humaidy, and Ridwan Fakla AS. Biografi 5 Rais Am Nahdlotul Ulama. Yogyakarta LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995. Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib. Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung Mizan, Al-Ghazali. Ayyuhal Walad. Surabaya Al-Hidayah, Al-Zarnuji, Syeikh. Ta’lim Al-Muta’alim, Terj. Abdul Kadir Aljufri. Surabaya Mutiara Ilmu, 1995. Anam, Khairul, and other. EnsiklopeIa Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren. Jakarta Mata Bangsa dan PBNU, 2014. Arifi, Ahmad. Pergulatan Pemikiran Fiqih “Tradisi” Pola Mazhab. Yogyakarta Elsaq Press, 2010. Asy’ari, Hasyim. Adab al-Ālim Wa al-Muta’allim Fī Mā Yaḥtāju Ilaihi Al-Muta’allim Fi Ahwal Ta’limihi Wa Ma Yatawaqqafu’ Alaihi Al Mu’Allim Fi Maqāmātihi Ta’limihi. Jombang Maktabah At Turats Islami, Attas, Syed Muhammad al-Naquib al-. Islam Dan Sekularisme. Translated by Karsidjo Djojosuwarno. Bandung Ganesha, 1981. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta Kencana Prenadamedia group, 2013. Baiatul Rozikin, and Other. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta e-Nusantara, 2009. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta LP3ES, 1994. Ghofir, Jamal. Biografi Singkat Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah Pendiri Dan Penggerak NU. Yogyakarta GP Ansor Tuban, 2012. Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta LKIS, 2009. DOI// Kiki, Rakhmad Zailani. Genealogi Intelektual Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama Betawi Dari Awal Abad Ke-19 Sampai Abad Ke-21. Jakarta Islamic Center, 2011. Kurniawan, Syamsul, and Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta Ar Ruzz Media, 2013. Latif, Yudi. Intelegensia Muslim dan Kuasa Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung Mizan, 2005. Madjid, Nurcholish. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta Paramadina, 1997. Maragustam. Pemikiran Pendidikan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Yogyakarta Datamedia, 2007. Mas’ud, Abdurrahman. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta Kencana Prenada Media Group, 2006. Misrawi, Zuhairiwi. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan Dan Kebangsaan. Jakarta Kompas, 2010. Muhaimin. Pemikiran Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta Raja Grafindo Persada, 2012. Muqowim. Genealogi Intelektual Saintis Muslim Sebuah Kajian Tentang Pola Pengembangan Sains Dalam Islam Pada Periode Abbasiyyah. Jakarta Kementrian Agama RI, 2012. Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta LP3ES, 1991. Rifai, Muhamad. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947. Jakarta Ar Ruzz Media, 2010. Rusd, Abidin Ibnu. Pemikiran Al- Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1998. Shihab, Alwi. Islam Sufistik. Bandung Mizan, 2001. Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19. Jakarta Bulan Bintang, 1984. Sya’roni. Model Relasi Ideal Guru Dan Murid Telaah Atas Pemikiran Al-Zarnujidan KH Hasyim Asy’ari. Yogyakarta Teras, 2007. Wahid, Salahudin. Transformasi Pesantren Tebuireng Menjaga Tradisi Di Tengah Tantangan. Malang UIN Maliki Press, 2011. Asyrifah Luthfiana AzmiNurun Nisaa BaihaqiAidah Mega KumalasariTartib nuzuli ataupun memahami Al- Quran menurut kronologi turunnya wahyu ialah salah satu tata cara penafsiran Al- Quran yang tidak sering dibahas oleh para ulama. Di antara ulama yang peduli dengan konsep ini merupakan Angelika Neuwirth. Tartib nuzuli yang dikembangkan oleh Neuwirth bisa memberikan kontribusi untuk kajian Al- Quran. Untuk sampai pada gagasan Newworth, riset ini memakai jenis riset kualitatif serta teori genealogi. Hasil riset menunjukkan bahwa Neuwirth menekankan perlunya perlengkapan hermeneutik guna menghidupkan Al- Quran pasca- kanonik sesuai dengan kronologinya. Dengan memakai pendekatan sastra dan sejarah, Al- Quran dianalisis secara sinkronis dan diakronis melalui kerangka waktu diawali dengan fase pra- Sabda di Mekah. Berikutnya, Al- Quran dianalisis dari segi unit abjad serta intertekstualitas. Pemikiran Neuwirth tentang marginalisasi yakni kritiknya terhadap riset akademis yang berfokus pada teks- teks pasca- editing daripada menyampaikan aspek- aspek pra- kanonisasinya.. Meskipun terdapat kekhawatiran kanonisasi, sebagian tokoh Barat masih menciptakan alasan sensitif, dan tokoh Muslim yang tidak serta merta memakai tartib nuzuli selaku tata cara menafsirkan Al- Quran. Aspek ideologis Neuwirth antara lain Awal, ketertarikan awal mulanya pada Al- Quran, sastra, serta sejarah. Kedua, dipengaruhi oleh guru seperti Profesor. Anthony dengan demikian menambah minatnya untuk menekuni Al- Quran. Ketiga, dipengaruhi oleh pemikiran tokoh- tokoh lebih dahulu, yang juga menitikberatkan pada konsep kronologi al- Quran. Salah satu implikasi dari gagasan Neuwirth merupakan Pertama, dia menawarkan bermacam metode interpretasi. Kedua, membuka diskusi yang lebih terbuka serta ilmiah. Ketiga, mengambil pendekatan jalan tengah terhadap Al- Quran. Keempat, Corpus Coranicum dibangun sebagai aksi pemikiran yang paper examines Hasyim Asy'ari's concept of walāya sainthood by directly exploring his works such as Al-Durar al-Muntaṭirah fī Masā'il al-Tis'a 'Asharah, Ādāb Al-Ālim Wa Al-Muta’alim, and Tamyīz al-Haqq min al-Bāṭil. The reason for writing his books on Sufism is the phenomena of misunderstandings and deviations in the teachings of Sufism, especially among tarekat groups. This article is library-based research and the data are collected by applying documentary techniques; referring to books, journal articles, and other published materials. The data were then analyzed using the descriptive-analytical method. This study reveals that the concept of sainthood of Hasyim Asy’ari was influenced by the views of classical Sufis, among others, is al-Qusyairi. Generally, his understanding is similar to those of authoritative Sufis. According to him, walī is a person very close to God and he is protected from doing immoral acts. For that matter, a person who ignores the Shari'a Islamic law is not walī. In fact, a true walī will not reveal himself to be a walī, even if he Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren. Jakarta Mata Bangsa dan PBNUKhairul AnamOtherAnam, Khairul, and other. EnsiklopeIa Nahdlatul Ulama Sejarah Tokoh Dan Khazanah Pesantren. Jakarta Mata Bangsa dan PBNU, Pemikiran Fiqih "Tradisi" Pola MazhabAhmad ArifiArifi, Ahmad. Pergulatan Pemikiran Fiqih "Tradisi" Pola Mazhab. Yogyakarta Elsaq Press, Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam IndonesiaAzyumardi AzraAzra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta Kencana Prenadamedia group, Baiatul RozikinBaiatul Rozikin, and Other. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta e-Nusantara, Singkat Ulama Ahlusunnah Wal Jama'ah Pendiri Dan Penggerak NU. Yogyakarta GP Ansor TubanJamal GhofirGhofir, Jamal. Biografi Singkat Ulama Ahlusunnah Wal Jama'ah Pendiri Dan Penggerak NU. Yogyakarta GP Ansor Tuban, Intelektual Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama Betawi Dari Awal Abad Ke-19 Sampai Abad Ke-21Rakhmad KikiZailaniKiki, Rakhmad Zailani. Genealogi Intelektual Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama Betawi Dari Awal Abad Ke-19 Sampai Abad Ke-21. Jakarta Islamic Center, KurniawanErwin MahrusKurniawan, Syamsul, and Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta Ar Ruzz Media, Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek PesantrenAbdurrahman Mas'udMas'ud, Abdurrahman. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta Kencana Prenada Media Group, Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta Raja Grafindo PersadaMuhaiminMuhaimin. Pemikiran Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta Raja Grafindo Persada, Saintis Muslim Sebuah Kajian Tentang Pola Pengembangan Sains Dalam Islam Pada Periode AbbasiyyahMuqowimGenealogiMuqowim. Genealogi Intelektual Saintis Muslim Sebuah Kajian Tentang Pola Pengembangan Sains Dalam Islam Pada Periode Abbasiyyah. Jakarta Kementrian Agama RI, 2012.
HasyimAsy'ari. "Program Ngaji virtual Mahakarya KH. Hasyim Asy'ari ini merupakan salah satu upaya untuk menyambungkan sanad keilmuan sekaligus bentuk penghormatan terbaik kepada beliau, Mbah KH. Hasyim Asy'ari." Tegas Ketua Aswaja Centre Unwahas. (@iku'_85) O
This article reviews the thoughts of KH. Hasyim Ash'ari concerning Islam and nationality. The method in this research is the library research method with a descriptive analysis study. The analytical study uses content analysis and descriptive analysis related to Islamic thought and nationality KH. Hasyim Ash'ari. The results showed that the problem that was found today was that a phenomenon had happened to the life of the Indonesian nation, with the re-emergence of groups that opposed Islam and nationality Indonesian-ness. So, it is necessary to tune in KH. Hasyim Ash’ari about Islam and nationality, KH. Hasyim Asy'ari himself has proven that the two do not need to be contested because they are the realm of one concept of struggle. Islamic thought KH. Hasyim Ash'ari has a traditional Islamic style that focuses on the fields of Sufism, theology ahlussunah wal jama'ah, and fiqh. Meanwhile, his national thinking about political ideas was used as a struggle to unite the people and confront confrontation with the Colonial as well as efforts to fight for Indonesian independence. Artikel ini menalaah kembali tentang pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai keislaman dan kebangsaan. Metode dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan library research dengan studi analisis deskriptif. Studi analisis menggunakan analisis conten dan deskriptif terkait pemikiran keislaman dan kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa permasalahan yang didapatkan deawasa ini adalah terjadi fenomena yang menimpa kehidupan bangsa Indonesia, dengan kembali munculnya golongan-golongan yang mempertentangkan keislaman dan kebangsaan keindonesiaan. Maka, perlu menalaah pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang keislaman dan kebangsaan, KH. Hasyim Asy’ari sendiri telah membuktikan bahwa keduanya tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya adalah ranah dalam satu konsep perjuangan. Pemikiran keislaman KH. Hasyim Asy’ari bercorak Islam tradisional yang berfokus pada bidang tasawuf, teologi ahlussunah wal jama’ah dan fiqh. Sedangkan, pemikiran kebangsaannya mengenai ide-ide politik yang digunakan sebagai perjuangan untuk mempersatukan umat dan melakukan konfrontasi terhadap Kolonial serta usaha dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora ISSN 0215-837X p; 2460-7606 e, Vol. 18 1, 2020, pp. 109-130 DOI Submit 12/01/2020 Review 08/05/2020 Publish 20/06/2020 KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN TELAAH PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat Universitas Negeri Yogyakarta ajat Abstract This article analyzes Asy'ari’s thought on Islam and Indonesian nationalism. The Islamic and nationalist thought of Hasyim Asy'ari is presented in a descriptive content analysis framed in a library study. The results show that the problem that emerges today in the life of the nation is the emergence of groups that put Islam and nationalism in opposition. Hasyim Asy'ari himself argue that the two elements of national life should not be disputed because they are in the same boat for the national interest. The Islamic thought of Hasyim Asy'ari has a traditional Islamic style that focuses on sufism, theology ahlussunah wal jama'ah and fiqh. Asy'ari’s nationalist thought has led to the emergence of political ideas used in the struggle to unite the people and to confront colonialism as well as an effort to fight for Indonesian independence. Keywords KH. Hasyim Asy'ari; Islam; Nationalism Abstrak Artikel ini menalaah pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai keislaman dan kebangsaan. Pemikiran keislaman dan kebangsaan Hasyim Asy'ari disajikan dengan analisis konten deskriptif yang dibingkai dalam sebuah studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang mengemuka dewasa ini pada kehidupan bangsa Indonesia adalah munculnya golongan-golongan yang menempatkan keislaman dan kebangsaan keindonesiaan dalam pertentangan. Hasyim Asy’ari sendiri membantah bahwa kedua elemen kehidupan berbangsa tersebut tidak seharusnya dipertentangkan karena keduanya berada dalam satu konsep yang sama untuk kepentingan bangsa. Pemikiran keislaman Hasyim Asy’ari bercorak Islam tradisional yang berfokus pada tasawuf, teologi ahlussunah wal jama’ah dan fiqh. Pemikiran kebangsaan Asy'ari memunculkan banyak ide-ide politik yang digunakan dalam perjuangan untuk mempersatukan umat dan melakukan konfrontasi terhadap kolonialisme serta usaha dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kata kunci KH. Hasyim Asy’ari; Keislaman; Kebangsaan Pendahuluan Belakangan ini berbagai persoalan yang menimpa bangsa Indonesia merupakan akumulasi dari perjalanan sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hadir sosok tokoh pemersatu bangsa yakni KH. Hasyim Asy’ari yang dinobatkan sebagai tokoh pendiri bangsa. Peran dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sebab ia dalam perjalanan sejarah Indonesia hadir untuk menyatukan seluruh komponen masyarakat Indonesia. Mulai dari mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama, menyatukan seluruh golongan Islam dalam Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 110 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !MIAI, partai Islam dalam Masyumi dan melahirkan fatwa jihad atau dikenal dengan resolusi jihad dalam memperjuangkan kemerdekaan KH. Hasyim Asy’ari juga dikenal dengan tokoh par-excellence yang mampu mewariskan khazanah khas ala Indonesia. Melalui karya-karyanya, KH. Hasyim Asy’ari berhasil mengkontruksikan pemikiran dan perilaku masyarakat Indonesia dengan konsep keberagamaan khas Indonesia yang di satu sisi tidak lepas dari akar-akar tradisi yang berkembang di Indonesia, dan di sisi lain KH. Hasyim Asy’ari tetap berpegang teguh kepada khazanah salafusshalih sunni. Inilah yang membuat keunikan dan perbedaan dengan tokoh-tokoh agama KH. Hasyim Asy’ari dapat dikatakan sebagai seorang ulama besar yang kharismatik dan mempunyai pemikiran yang besar dalam bidang keagamaan dan Ia telah menjadi uswatun hasanah baik dalam pemikiran, sikap, tingkah laku, maupun tutur bahasanya, sehingga dapat dijadikan panutan bagi masyarakat, baik pada masa lalu maupun untuk masa saat ini. Ia mempunyai peranan yang sangat besar dalam pemberdayaan umat sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang maupun pada saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Menurut ketua PBNU KH. Said Aqil Siradj,4 KH. Hasyim Asy’ari sangat patut sekali dijadikan referensi dari ulama pesantren yang berjuang demi bangsa dan negara, baik dalam ranah keagamaan maupun kebangsaan. Menurut Tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng, akhir-akhir ini terjadi fenomena yang menimpa terhadap kehidupan bangsa Indonesia, dengan kembali munculnya golongan-golongan yang mempertentang keislaman dan kebangsaan keindonesiaan.5 Ada satu pihak mengarah dengan gerakan radikal berusaha membawa bangsa ini kepada negara agama secara skriptualis dengan munculnya istilah NKRI bersyariah. Sementara pihak lain dari kelompok gerakan liberal dan kiri yang berusaha menjadikan bangsa ini menjadi bangsa sekuler dan komunisme. Padahal masalah keagamaan dan kebangsaan tidak bisa dipertentangkan begitu saja, keduanya harus saling melengkapi demi kesejahteraan bangsa dan kenyaman dalam menjalankan perintah KH. Hasyim Asy’ari sendiri telah membuktikan bahwa antara keislaman dengan keindonesiaan tidak boleh !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1Abdul Hadi, Hasyim Asy’ari Sehimpun Cerita, Cinta, Dan Karya Maha Guru Ulama Nusantara, Cetakan pertama Baturetno, Banguntapan, Yogyakarta Diva Press, 2018, 35. 2Syamsun Ni’am, Wasiat Tarekat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, Cet. 1 Sleman, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2011, 102. 3Ahmad Khoirul Fata and M Ainun Najib, Kontekstualisasi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Persatuan Umat Islam’, MIQOT Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 38, no. 2 Desember 2014 319–334, 4Aguk Irawan Mn, Penakluk Badai Novel Biografi Hasyim Asy’ari, Cet. 1 Depok Global Media Utama, 2012, xxviii. 5Tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng, Sikap Keislaman Dan Kebangsaan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, Cetakan I Jombang, Indonesia Pustaka Tebuireng, 2018, ix. 6Sulaiman Kurdi, “MASYARAKAT IDEAL DALAM AL-QUR’AN Pergulatan Pemikiran Ideologi Negara Dalam Islam Antara Formalistik Dan Substansialistik,” Khazanah Jurnal Studi Islam Dan Humaniora 13, no. 2 May 26, 2017 41, Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 111 !dipertentangkan, sebab keduanya berada dalam satu konsep Islam adalah nilai-nilai luhur yang bersifat universal, sedangkan keindonesiaan adalah realitas sosial yang harus diisi dengan nilai-nilai itu tanpa harus menafikannya. Nilai-nilai Islam harus hadir dalam kebudayaan dan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam jati diri dan memori kolektif bangsa Indonesia. Sebagaimana Islam datang ke bumi Nusantara melalui para pendakwah yang bersifat toleran dan damai. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini perlu menelaah kembali tentang pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai keislaman dan kebangsaan. Karena saat ini masih ada kelompok-kelompok tertentu yang ingin memisahkan antara keislaman dan kebangsaan yang mengkhawatirkan dapat memicu pecah belahnya umat. Dengan demikian, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam artikel ini dapat dijadikan refleksi kita semua dan khazanah pembelajaran bagi bangsa. Dalam artikel ini membahas biografi KH. Hasyim Asy’ari dan pemikirannya tentang keislaman dan kebangsaan. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan library research. Metode ini merupakan metode pengumpulan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Menurut Mestika Zed ada empat tahap metode kepustakaan yaitu menyiapkan perlengkapan alat yang diperlukan, menyiapkan bibliografi kerja, mengorganisasikan waktu dan membaca serta mencatat bahan Pengumpulan data dengan cara mencari dan merekonstruksi dari berbagai sumber seperti buku, arsip, majalah, dokumen-dokumen tua, jurnal, dokumentasi, surat-surat kabar dan lain-lain yang berkaitan dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ Metode analisis menggunakan analisis konten dan analisis deskriptif. Bahan kepustakaan yang didapat dari berbagai referensi dianalisis secara kritis dan mendalam agar dapat mendukung proposisi dan gagasan penelitian. Dalam penelitian kepustakaan ini peneliti memperhatikan langkah-langkah dalam meneliti kepustakaan, memperhatikan metode penelitian dalam rangka mengumpulkan data, membaca dan mengolah bahan pustaka serta peralatan yang harus dipersiapkan dalam penelitian tersebut, kegunaannya mempermudah peneliti dalam mendapatkan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!7Rofiq Nurhadi, Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan Ahmad Dahlan dan Hasyim Asyfari’, CAKRAWALA Jurnal Studi Islam 12, no. 2 Desember 2017 121-132, 8Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaaan Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2004, 14. 9Bungaran Anthonius Simandjuntak and Soedjito Sosrodihardjo, Metode Penelitian Sosial Edisi Revisi Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014. 10I Komang Rupadha, Memahami Metode Analisis Pasangan Bibliografi Bibliographic Coupling dan Ko-Sitasi Co-Citation serta Manfaatnya untuk Penelitian Kepustakaan’, Lentera Pustaka Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan 2, no. 1 Oktober 2016 68-78, Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 112 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !Pembahasan Biografi KH. Hasyim Asy’ari Kehidupan KH. Hasyim Asy’ari bisa diungkapkan dengan kata-kata yang sederhana, “dari pesantren kembali ke pesantren”, sebab ia dibesarkan di lingkungan pesantren. Setelah tujuh tahun lamanya di Mekkah melakukan ibadah haji dan belajar di lingkungan seperti pesantren, yaitu Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah. Ia kembali ke Nusantara Indonesia untuk mendirikan pesantren sendiri dan menghabiskan sebagian besar waktunya, digunakan untuk mengajar para santrinya di pesantren. Ia bahkah mengatur “kegiatan-kegiatan politik” dari pesantren. Melihat dari latar belakang keluarga, KH. Hasyim Asy’ari diberi nama lengkap oleh orang tuanya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari. Ia lahir dari kalangan elit kyai Jawa pada 24 Dzulqa’dah 1287 atau 14 Februari 1871 di desa Gedang sekitar dua kilometer sebelah timur kabupaten Ia wafat di Jombang pada 7 Ramadhan 1366 H/25 Juli 1947 M sebab terkena tekanan darah Ayahnya bernama Asy’ari, ia adalah pendiri pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya, Kyai Usman, adalah kyai terkenal dan pendiri pesantren Gedang yang didirikan pada akhir abad Moyang Hasyim Asy’ari bernama Kyai Sihah, adalah pendiri pesantren Tambakberas, KH. Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya adalah Kyai Asy’ari asal Demak. Ibunya, Nyai Halimah, adalah putri Kyai Usman. Sang ibu merupakan anak pertama dan tiga laki-laki dan dua perempuan. Dari pernikahan Kyai Asy’ari dan Nyai Halimah, lahirlah Hasyim Asy’ari. Ia mempunyai 10 saudara, yaitu Nafi’ah, Ahmad Saleh, Radjah, Hasan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Secara geneologi KH. Muhammad Hasyim Asy’ari bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim, yang memiliki gelar pangeran Bona, bin Abdul Rohman Rahman, yang dikenal dengan Jaka Tìngkir Sultan Hadiwijoyo, bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatih bin Maulana Ishaq, dan Raden Ain Al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. Dengan demikian, dipercayai bahwa keluarganya adalah keturunban raja muslim jawa, Jaka Tingkir, dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI, sehingga bisa dikatakan keturunan KH. Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!11Lathiful Khuluq, Hasyim Asy’ari’s Contribution to Indonesian Independence’, Studia Islamika 5, no. 1 April 1998 46, 12Hartono Margono, KH. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama Perkembangan Awal dan Kontemporer’ 26, no. 3 Juli 2011 341. 13Lathiful Khuluq, Fajar kebangunan ulama biografi Hasyim Asy’ari, Cet. VI Yogyakarta LKiS, 2013, 17. 14Mohammad Herry, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 Jakarta Gema Insani, 2006, 31. 15Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan Jakarta Penerbit Buku Kompas, 2010, 26. 16Muhamad Rifai, Hasyim Asy’ari Biografi Singkat, 1871-1947, Cet. 1 Yogyakarta Garasi Didistribusikan oleh ar-Ruzz Media, 2009. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 113 !Riwayat pendidikan Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari lebih banyak diperoleh dari lingkungan pesantren, khususnya dari lingkungan keluarganya yang dikenal sebagai pendidik di pesantren. Pada umur lima tahun, KH. Hasyim Asy’ari dalam asuhan orang tua dan kakeknya di pesantren Gedang. Di pesantren ini, para santri mengamalkan ajaran agama Islam dan belajar berbagai cabang ilmu agama Islam. Suasana tersebut mempengaruhi karakter Hasyim Asy’ari yang sederhana dan rajin belajar. Pada 1876, ketika Hasyim Asy’ari berumur enam tahun, ayahnya mendirikan pesantren Keras, sebelah Selatan Kehidupan masa kecilnya di lingkungan pesantren ini memang berperan besar dalam mempengaruhi pembentukan wataknya yang tekun mencari ilmu pengetahuan dan kepeduliannya pada pelaksanaan ajaran-ajaran agama dengan KH. Hasyim Asy’ari mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, kyai Usman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Beliau termasuk anak yang mudah menyerap dan menghafal ilmu yang diberikan. Keistimewaan beliau dalam menyerap dan menghafal ilmu, menjadikannya diberi kesempatan oleh ayahnya pada usia masih remaja, 13-14 tahun, untuk membantu mengajar di Setelah itu pada usia 15 tahun, KH. Hasyim Asy’ari mulai mengembara ke berbagai pesantren di pulau Jawa untuk memperdalam ilmu agama, seperti di pesantren Wonocolo Jombang, pesantren di Purbolinggo, pesantren Langitan, pesantren Tranggilis, dan berguru kepada Kyai Kholil di Bangkalan Madura. Setelah memperoleh bekal pendidikan dari lingkungan pesantren, KH. Hasyim Asy’ari melanjutkan pendidikannya di kota suci Mekkah, bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji. Ketika selesai menunaikan ibadah haji, Kyai Hasyim tidak langsung kembali ke Tanah Air. Tetapi ia menetap beberapa bulan untuk mendalami ilmu-ilmu keagamaan, terutama ilmu hadis yang merupakan salah satu bidang ilmu yang paling digemarinya. Hal itu bisa dilihat, karya-karya yang ditulis KH. Hasyim Asy’ari selama hidupnya merupakan pembahasan yang berisi tentang KH. Hasyim Asy’ari selama belajar mendalami ilmu keagamaannya di Mekkah, ia berguru kepada ulama-ulama besar internasional dan ada juga yang dari Indonesia, seperti Syaikh Syatha, Syaikh Dagistany, Syaikh Al-Allamah Abdul Hamid Al-Darustany, dan Syaikh Muhammad Syuaib Al-Maghriby, sedangkan yang dari Indonesia ada Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Mahmud Khatib Al-Minangkabawy, Imam Nawawi Al-Bantany dan ulama-ulama besar Dengan demikian, guru-guru beliau tersebut telah mewarnai corak tentang pemahaman atau pemikiran !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!17Muhammad Rijal Fadli dan Bobi Hidayat, KH. Hasyim Asy’ari Dan Resolusi Jihad Dalam Usaha Mempertahankan Memerdekaan Indonesia Metro, Lampung Laduny Alifatama, 2018, 47. 18Rifai, Hasyim Asy’ari Biografi Singkat 1871-1947, 21. 19Margono, KH. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama Perkembangan Awal dan Kontemporer’, 337. 20Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan, 44. 21Syamsul A’dlom, “Kiprah KH. Hasyim Asy’ari dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam,” JURNAL PUSAKA 2, no. 1 February 2014 14. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 114 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !mengenai keislaman dalam setiap mengambil sikap dan pandangan terhadap suatu masalah yang dihadapinya. KH. Hasyim Asy'ari selama hidupnya berada dalam lingkungan pendidikan Islam, baik selama di tanah air, maupun di tanah suci Mekkah. Lingkungan inilah yang telah mempengaruhi terhadap tradisi keilmuan yang berlaku di pesantren menjadi bagian dari pemikiran-pemikiran dalam pendidikan Islam. KH. Hasyim Asy’ari juga mengadopsi pendidikan Islam klasik yang lebih mengedepankan aspek-aspek normatif, tradisi belajar-mengajar, dan etika dalam belajar yang dipandangnya akan mengantarkan umat Islam kepada zaman keemasan. Pemikiran Keislaman KH. Hasyim Asy’ari KH. Hasyim Asy’ari merupakan seorang penulis yang produktif. Sebagian besar ia menulis dalam bahasa Arab, tema-tema yang dibahas dari berbagai bidang seperti tasawuf, fiqh dan hadis. Sampai sekarang pun kitab-kitab yang ditulisnya masih dipelajari di berbagai pesantren. Diantara tulisannya adalah At-Tibyan in Nahi’an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Akhawan Penjelasan mengenai larangan memutuskan hubungan kerabat dan persahabatan, Adabul Alim wal Muta’alim Etika guru dan murid mengenai etika belajar dan urgensi ilmu pengetahuan, Al-Risalah Al-Jami’ah kitab lengkap menjelaskan berbagai topik seperti kematian dan hari kebangkitan, arti sunnah dan bidah, Al-Qanun al-Asasi li Jam’iyah Nahdlah al-Ulama Aturandasar perkumpulan Nahdlatul Ulama membicarakan prinsip-prinsip utama organisasi NU, Al-Mawa’iz Nasihat mengajak umat muslim untuk bersatu dan bekerja sama, Hadits al-Mawt wa Ashrah al-Sa’ah Hadits mengenai kematian dan kiamat22, Al-Durar Al-Muntathirah fit Tis’ Asyarah Mutiara-mutiara mengenai sembilan belas masalah mengenai tasawuf, Al-Risalah At-Tauhidiyyah Catatan tentang teologi mengenai Ahlussunah Wal Jama’ah dan sebagainya. Sebenarnya karya-karya KH. Hasyim Asy’ari masih banyak selain yang tertulis di atas, bahkan pidato-pidato KH. Hasyim Asy’ari pun banyak yang diterbitkan dalam surat Pemikiran keislaman KH. Hasyim Asy’ari terbagi di beberapa bidang ilmu Islam seperti tasawuf, teologi dan fikih. Dalam pemikiran keislaman, KH. Hasyim Asy’ari menggunakan corak Islam tradisional, corak Islam tradisonal di pandang sebagai ajaran yang telah diajarkan oleh pendahulu yaitu walisongo. Ia tetap mempertahankan corak Islam tradisional ini, sebab paham ini sudah mulai tergerus oleh paham-paham modernis. Oleh karena itu, dalam pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy’ari bercorak pada Islam tradisional yang sangat berbeda dengan paham-paham modernis, sampai karya-karya yang ditulisnya beranut pada paham Islam tradisional. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!22Lathiful Khuluq, Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari Jombang, Jawa Timur Penerbit dan distribusi, Penerbit Tebuireng, 2018, 55. 23Muhammad Isham Hadziq ed, At-Ta’rif Bi al-Muallif. Dalam Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim Jombang Maktabat al-Turats al-Islami, 1995, 145. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 115 !Tasawuf Sufisme Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai tasawuf sufisme dijelaskan dalam karyanya yaitu kitab berjudul Ad-Durar Al-Muntathirah fil Masa’il At-Tis’ Asyarah mutiara-mutiara tercecer tentang sembilan belas masalah dan kitab At-Tibyan fin Nahi’an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Akhawan penjelasan mengenai larangan memutuskan kerabat dan teman. Dalam tulisannya beliau ini mengecam keras terhadap penyimpangan-penyimpangan ajaran sufi. Contohnya dalam kitab Ad-Durar, KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa dalam penyimpangan ajaran sufi adalah “para sufi itu sendri”. Maka KH. Hasyim Asy’ari membuat terobasan hal-hal yang menyimpang itu untuk dilakukan dengan perilaku yang biasa saja tawasuth/moderat jangan terlalu Seperti dalam memuliakan guru, ia memberikan contoh terhadap santri-santrinya kalau dirinya tidak bersedia dipanggil sebagai guru sufi, jadi harus bersikap sederhana/biasa saja bahkan ia melarang santrinya untuk mengikuti persaudaraan sufi, semuanya dilakukan bermaksud supaya tidak meninggalkan Konsep ajaran sufi yang dituliskan KH. Hasyim Asy’ari telah mengajarkan bahwa dalam ajaran sufi tidak boleh berlebih-lebihan terhadap apapun, tetapi ia menganjurkan untuk biasa-biasa saja, tujuannya supaya sufisme dalam Islam tidak dianggap Pemikiran tasawuf sufi KH. Hasyim Asy’ari bertujuan untuk memperbaiki perilaku umat Islam secara umum dan dalam banyak hal, ini semua merupakan perulangan prinsip-prinsip sufisme yang telah diajarkan oleh Imam Al-Ghazali ihya’ ulumuddin. Menurut KH. Hasyim Asy’ari dan Madjid ada empat peraturan yang harus dilakukan jika seseorang ingin disebut sebagai pengikut suatu tarekat bagian dari ilmu sufisme, yaitu 1 Menghindari penguasa yang tidak melaksanakan keadilan; 2 Menghormati mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh meraih kebahagiaan di akhirat; 3 Menolong orang miskin dan 4 Melaksanakan shalat berjama’ Pemikiran sufistik KH. Hasyim Asy’ari sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam orthodox dan sangat berbeda dengan sufisme yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri, Abd Rauf As-Sinkili dan Syamsudin As-Sumatrani di Nusantara abad ke 13 M. Menurut Fazlur Rahman, Sufi Islam murni ini berkembang setelah adanya gerakan pembaruan neo-sufi yang berpusat di Mekkah dan Madinah pada akhir abad 19 M, bertujuan membersihkan sufisme dari ajaran-ajaran asketik dan metafisik untuk digantikan dengan ajaran-ajaran Islam murni dalam sufisme. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!24Khuluq, Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari, 68. 25Akarhanaf, Kiai Hasjim Asj’ari Bapak Umat Islam Indonesia Jombang Pesantren Tebuireng, 1950, 41. 26Kambali Zutas, “Literacy Tradition in Islamic Education in Colonial Period Sheikh Nawawi al Bantani, Kiai Sholeh Darat, and KH Hasyim Asy’ari,” Al-Hayat 1, no. 1 Oktober 2017 16–31, 27Nurcholis Madjid, Islam, Iman Dan Ihsan Sebagai Trilogi Ajaran Islam Jakarta Yayasan Paramadina, 1994. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 116 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !Pembaruan dalam ajaran sufi ini telah diterima oleh KH. Hasyim Asy’ari ketika belajar di Hijaz pada akhir abad 19 KH. Hasyim Asy’ari telah mendasarkan pemikiran sufismenya kepada ajaran sufi Islam murni yang diformulasikan dan dipraktikan oleh Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali. Berbeda dengan muslim modernis yang cenderung menolak segala jenis praktik sufisme yang dianggap menyimpang dari kemurnian Islam, sebab membuat bid’ah dalam ibadah dan mendorong kepada kemusyrikan. Sedangkan muslim tradisional menganggap sebagian persaudaraan sufi masih dalam bingkai Islam, artinya membolehkan jenis praktik Persaudaraan-persaudaraan sufi ini diakui dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama sebagai badan otonom dalam At-Tariqat Al-Mu’tabarah Al-Nahdliyah Persaudaraan sufi Nahdlatul Ulama yang lurus, badan ini sebagian besar terdiri atas sufi Qadariyah dan Naqshabandiyah. Menurut Bruinessen, kebanyakan pesantren di Jawa telah mengembangkan Islam murni selama berabad-abad dan menghindari paham sufi yang sesat. Bahkan pesantren-pesantren di Jawa ini merupakan pusat dari pengembangan Islam murni sampai saat ini, sedangkan di luar Jawa, doktrin-doktrin sufi spekulatif masih Berdasarkan uraian di atas, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari di bidang tasawuf mengikuti sufi ortodoks yang telah dirumuskan oleh Imam Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali. Jenis sufi ini penekanannya terhadap peningkatan nilai-nilai moral dan kesalehan dengan jalan melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Sufi yang diajarkan beliau bukanlah yang menjurus ke panteistik dan syirik melainkan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam Sunni. KH. Hasyim Asy’ari juga mencoba untuk mengurangi akibat negatif dari praktik sufi dengan menekankan adanya persayaratan-persayaratan tertentu bagi orang yang ingin mempraktikan ajaran sufi. Teologi Tauhid dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah Dalam pemikiran teologi KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab mengenai ahlus sunnah wal jama’ah bertajuk Ar-Risalah At-tauhidiyyah tentang teologi dan Al-Qala’id fi Bayani ma Yajib minal Aqa’id mengenai kewajiban-kewajiban menurut akidah yang dijelaskan dalam syair-syair. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa dalam meyakini keesaan Tuhan ada tiga tingkatan, Pertama, pujian terhadap keesaan Tuhan biasanya ini yang dimiliki orang-orang awam. Kedua, meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai Tuhan dimiliki oleh ulama biasa/ahlu zahir. Ketiga, tumbuh dari perasaan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!28Fazlur Rahman ed, “Revival and Reform in Islam. In Cambridge History of Islam,” vol. 2 Cambridge Cambridge University Press, 1970. 29Abdullah Hakam, KH. Hasyim Asy’ari Dan Urgensi Riyadah Dalam Tasawuf Akhlaqi’, Teosofi Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam 4, no. 1 June 2014 149, 30Martien Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat Bandung Mizan, 1995. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 117 !terdalam hanya bisa dimiliki oleh para sufi yang tingkatannya sampai ke pengetahuan pada Tuhan/ma’rifah dan mengetahui esensi tuhan/haqiqah.31 Tentang paham ini KH. Hasyim Asy’ari mengutip sabda Nabi Saw, bahwa iman adalah perbuatan yang paling dicintai Tuhan dan menyekutukan Tuhan hal yang dibenci. Menjelaskan juga dari beberapa ulama, bahwa percaya kepada keesaan Tuhan membutuhkan iman dan siapa saja tidak memiliki iman tidak akan percaya kepada keesaan Tuhan. Oleh sebab itu, KH. Hasyim Asy’ari mencela paham Komunisme dalam pidato Muktamar NU ke-17 24 Mei 1947 yang intinya “ia sangat khawatir atas kepercayaan paham Komunis akan membahayakan generasi penerus bila tertanam, karena dapat merusak kepercayaan mereka pada Islam itu sendiri”, sehingga bagi KH. Hasyim Asy’ari, Islam tidak saja berusaha membebaskan manusia dari menyembah lebih dari satu Tuhan dan membimbing mereka untuk menyembah satu Tuhan Tauhid, tetapi memajukan juga dalam aspek sosial, politik dan ekonomi masyarakat terbelakang. Selain itu, Islam juga berusaha memupuk semangat persaudaraan Islam dengan menghilangkan perbedaan yang disebabkan oleh keturunan, posisi kekayaan atau Ia juga menjelaskan tentang persaudaraan Islam merupakan dasar dari demokrasi yang sangat menghargai kemanusiaan hal ini telah diperkenalkan sejak awal perkembangan Islam. Dengan menjaga persaudaraan Islam Ukhwah Islamiyah, ketidakadilan akan menghilang dari Sejalan dengan ide-ide teologi KH. Hasyim Asy’ari, Achmad Shiddiq 1979 mengatakan bahwa dalam akidah muslim harus menerapkan konsep tawassut moderat, artinya keseimbangan antara penggunaan pemikiran rasional dan dalil-dalil teks al-Qur’an dan as-Sunnah. Keseimbangan ini dapat dicapai dengan menjaga keaslian doktrin Islam dari pengaruh-pengaruh luar dan menghindari dari mencap/melabeli muslim lain sebagai kafir atau sebagainya, walaupun mereka belum memurnikan kepercayaannya. Dengan begitu, keseimbangan antara iman dengan pikiran merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari dasar-dasar ajaran Islam ushuluddin.34 Pemikiran teologi KH. Hasyim Asy’ari tersebut sejalan dengan pemikiran tradisional berdasarkan formulasinya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Maka, formulasi ini bagian dari Sunisme yang berusaha menjembatani antara mereka yang mendukung kebebasan berkehendak dan yang berpedoman pada !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!31Muhaemin, Teologi Aswaja Nahdhatul Ulama Di Era Modern Studi Atas Pemikiran Kyai Hasyim Asy’ari’, Jurnal Diskursus Islam 1, no. 2 January 2013 319, 32Khuluq, Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari, 60. 33Budi Harianto, Relasi Teologi Aswaja Dengan Ham Perspektif Kiai Said Aqil Siroj’, HUMANISTIKA Jurnal Keislaman 4, no. 2 November 2019 138, 34Achmad Shiddiq, Khithttah Nadliyah Surabaya Balai Buku, 1979, 41. 35Zainal Arifin and Muhammad Fathoni, “Jejak Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Banteni Terhadap Pemikiran Teologi, Fiqih Dan Tasawuf Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari,” Al Qodiri Journal of Education, Social and Religious 16, no. 1 April 2019 46–56, Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 118 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !fatalisme, sehingga teologi Al-Asy’ari ini dapat dianggap sebagai sintesis diantara berbagai sekte-sekte Lagi pula, dengan mendasarkan pada kombinasi pikiran dan wahyu dalam menyelesaikan masalah-masalah teologi, paham Asy’ariyah telah menyelamatkannya dari ancaman Menurut KH. Hasyim Asy’ari ahlussunnah wal jama’ah adalah ulama dalam bidang tafsir Al-qur’an, Sunnah Rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan Khulafaur KH. Hasyim Asy’ari selanjutnya menyatakan bahwa sampai sekarang ulama tersebut yang mengikuti empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Paham ini diterapkan dalam ormas NU yang menyatakan sebagai pengikut, penjaga dan penyebar ahlussunah wal jama’ NU menerima paham ini karena sesuai dengan tujuan-tujuan NU sendiri khususnya berkaitan dengan membangun hubungan ulama Indonesia, yaitu mengikut salah satu dari empat mazhab Sunni dan menjaga kurikulum pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsip ahlussunah wal jama’ah, yang berarti mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw dan kesepakatan para ulama. Menurut Michael Laffan, ahlussunah wal jama’ah itu muslim yang konsisten dan dengan kuat berpegang teguh pada Sunnah Nabi dan jalan hidup dari para Sahabat di bidang doktrin, praktik, dan etika. Semua organisasi Islam selain NU dapat disebut ahlussunah wal jama’ah, apabila mereka memenuhi kriteria tersebut. Maka, apabila tidak sejalan dengan doktrin ini hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ahlussunah wal jama’ Pada dasarnya dalam pemikiran KH. Hasyim Asy’ari menggunakan istilah ahlussunah wal jama’ah digunakan untuk melindungi dari gerakan-gerakan pembaruan yang dilancarkan oleh muslim modernis. Namun, tidaklah semena-mena menentang pembaruan, bahkan selalu berusaha menghilangkan penyimpangan dan keraguan dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah Selain itu, gerakan ini bukan sebagai reaksi atas sekte-sekte sesat seperti Syiah, Khawarij dan Muktazilah, melainkan sudah ada sejak era Nabi Muhammad Saw. Dalam kenyataannya, ada tiga ciri perilaku dan kepercayaan ahlussunnah wal jama’ah pada saat itu bahkah masih ada sampai saat ini Pertama, at-tawasut yang berarti moderat. Artinya seorang muslim harus berbuat secara moderat/ambil jalan tengah dalam kehidupan. Kedua, al-i’tidal berarti tegak lurus. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!36Ahmad Najib Burhani, “Al-Tawassut Wal-I’tidal The NU and Moderatism in Indonesia Islam’, Asian Journal of Social Science 40, no. 5 November 2012 567, Organisasi, Aswaja An-Nahdliyah Ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah Yang Berlaku Di Lingkungan Nahdlatul Ulama Surabaya Khalista, 2007, 13. 38Asmani Jamal Ma’aruf ed, Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Agama, Perempuan Dan Kemasayarakatan Yogyakarta Aswaja Pressindo, 2018. 39Ahmad Choirul Rofiq, Argumentasi Hasyim Asy’ari Dalam Penetapan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Sebagai Teologi Nahdlatul Ulama’, Jurnal Kontemplasi 5, no. 1 Agustus 2017 40, 40Michael Laffan, The Fatwa Debated ? Shura in One Indonesia Context,” Islamic Law and Society’, Islamic Law and Society 12, no. 1 June 2005 18, 41Fauzan Saleh, The School of Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah And The Attachment of Indonesian Muslims to Its Doctrines’, Journal of Indonesian Islam 2, no. 1 June 2008 30, Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 119 !Maksudnya menjadi seorang muslim harus menegakkan keadilan atau menegakkan kebenaran dalam kehidupannya. Ketiga, at-tawazun berarti seimbang. Artinya seorang muslim harus menunjukkan keseimbangan dalam Dengan demikian, dalam teologi, KH. Hasyim Asy’ari berpegang pada formulasinya Al-Asy’ari dan Al-Maturidi yang menurutnya dianggap teologi terbaik. Seorang muslim yang memahami pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang teologi juga akan menggunakan formulasi teologi yang sama dengan KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana kaum muslimin yang tergabung dalam organisasi NU, yang selalu berpegang teguh pada pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Selanjutnya, istilah ahlussunah wal jama’ah KH. Hasyim Asy’ari telah mempercayai kebenaran doktrin ini dengan prinsip mengikuti jalan Nabi Muhammad Saw dan Khulafaur Rasyidin sebagaimana yang dijalankan oleh empat Mazhab Sunni. Oleh karena itu KH. Hasyim Asy’ari mengikuti tradisi Sunni. Fiqh Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang fiqh yang paling menonjol adalah tentang ijtihad dan taqlid, menurutnya hal yang sangat penting yaitu mengikuti salah satu dari empat mazhab sunni mazahib. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan tentang ini dan hal-hal lainnya di dalam Muqaddimat al-Qanun al-Asasi al-Nahdlah al-Ulama pengantar terhadap aturan-aturan dasar Nahdlatul Ulama, menurut Bruinessen 1999 kitab ini merupakan hasil dari ijtihad KH. Hasyim Asy’ari bersama ulama lainnya, yang berdasarkan Al-qur’an dan Sunnah Ijtihad disini merupakan sarana paling efektif untuk mendukung tetap tegak dan eksistensinya hukum Islam serta menjadikan sebagai tatanan hidup yang up to date agar dapat menjawab tantangan Sedangkan taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya. Seperti seseorang telah mengikuti pendapat Imam Syafi’i tanpa mengetahui dalilnya atau hujjahnya, orang seperti ini disebut Keduanya ini harus berkaitan, taqlid untuk mengisi kekosongan ketika ijtihad tidak bisa diterapkan. Kalau tidak, itu akan menjadi beban yang tidak semestinya untuk meminta semua orang menjadi seorang mujtahid orang yang melakukan ijtihad.46 Dengan demikian, taqlid disini awalnya dilarang, menjadi boleh apabila seseorang tidak mampu untuk berijtihad dan menggunakan potensi akalnya dalam memahami nash-nash Al-qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sejalan dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai larangan taqlid hanya ditujukan kepada seseorang yang !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!42Khuluq, Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari, 67. 43Martin Van Bruinessen, NU, Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru Yogyakarta LKiS, 37. 44Mudrik Al-Farizi, Ijtihad, Taqlid Dan Talfiq’, Al-Mabsut Jurnal Studi Islam Dan Sosial 8, no. 1 April 2014 215. 45Abdurrahman Misno, Redefinisi Ijtihad Dan Taklid’, Al-Mashlahah Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam 2, no. 4 Desember 2014 19, 46Mohamed A. Abdelaal, Taqlīd V. Ijtihād The Rise Of Taqlid As The Secondary Judicial Approach In Islamic Jurisprudence’, The Journal Jurisprudence 5, no. 4 2012. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 120 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !mampu melakukan ijtihad, meskipun kemampuannya hanya pada satu bidang, sehingga KH. Hasyim Asy’ari berpendapat bagi siapa saja yang tidak mampu melakukan ijtihad maka harus mengikuti salah satu dari empat mazhab. Sebaliknya jika para mujtahid dilarang bertaqlid pada hasil ijtihad hukum orang lain. Pendapat tersebut dipegang oleh organisasi NU yang terus menekankan bahwa persyaratan melakukan ijtihad tidaklah sederhana. Meskipun demikian, NU menganjurkan para anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan agama mereka agar meningkat dari status taqlidnya. Organisasi NU menganggap bahwa untuk orang biasa yang tidak mampu melakukan ijtihad, diperbolehkan bertaqlid pada salah satu dari empat mazhab Sunni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali sebab, sebagaimana yang disabdakan Rasul bahwa perbedaan pendapat di kalangan masyarakat muslim adalah rahmat dan memaksakan suatu pendapat dibenci Tuhan. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa mengikuti salah satu empat mazhab Sunni itu bermanfaat bagi umat Islam, karena setiap generasi ulama mengambil manfaat dan mengembangkan pemahaman keislamannya dari usaha generasi pendahulunya. Seperti para tabi’in bersandar kepada para sahabat, sementara para tabi’at tabi’in bersandar kepada tabi’in dan seterusnya. Oleh karena itu, penyandaran terus menerus dan penerimaan ilmu pengetahuan dan generasi pendahulu ini merupakan sumber informasi yang tak habis-habisnya bagi para ilmuwan muslim. Hal ini terutama mengingat ajaran Islam tidak dapat dipahami kecuali dengan wahyu naqli atau sistem pengambilan hukum tertentu istinbath. Wahyu harus secara terus-menerus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui teks, sedangkan istinbath harus dilaksanakan dengan bantuan ajaran-ajaran mazhab hukum. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam fiqh siyasah tata cara politik dalam Islam,47 bahwa fiqh siyasah bisa dikatakan sebagai ilmu politik pemerintahan dan ketatanegaraan dalam Islam yang mengkaji aspek-aspek yang berkaitan dengan dalil-dalil umum dalam Al-qur’an dan hadits serta tujuan dalam syariat. Pada saat itu KH. Hasyim Asy’ari harus aktif ikut campur dalam urusan kenegaraan, sebab ia khawatir terhadap bangsa Indonesia yang akan terpecah belah. Maka, sikap yang diambil KH. Hasyim Asy’ari adalah ajakan kepada seluruh umat Islam Indonesia untuk bersatu dalam aksi Menurut KH. Hasim Asy’ari menerangkan bahwa perpecahan merupakan penyebab kelemahan, kekalahan, dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan, pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan. Ajakan persatuan tersebut disampaikan di berbagai kesempatan mengingat kondisi umat yang terpecah belah ketika itu, dan dibutuhkannya akan persatuan yang mendesak bagi Indonesia. Menurut Nizar alasan ajakan persatuan berdasarkan Pertama, persatuan kebangsaan yang artinya persatuan yang dilandasi dengan kesamaan kebangsaan. Kedua, persatuan keagamaan yaitu persatuan yang dilandasi !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!47Syaiful Hidayat, Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah’, Tafaqquh 1, no. 22 April 201113 10. 48Khusnul Chotimah, Aktualisasi Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Kenegaraan Dan Kebangsaan’, Jurnal Inovatif 3, no. 2 July 2018 131. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 121 !kesamaan agama. Dengan demikian, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai ajakan persatuan dimaksudkan dalam ruang lingkup negara, tujuannya agar cita-cita kebangsaan yang diinginkan dapat Pemikiran Kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari Pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari sebenarnya mengarah ke ide-ide politik fiqh Siyasah. Secara umum pemikiran politik KH. Hasyim Asy’ari sejalan dengan doktrin politk Sunni sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Al-Mawardi dan menjelaskan pada dasarnya doktrin ini sangat akomodatif terhadap penguasa, hal ini dikarenakan pada saat itu dirumuskannya doktrin ini ketika dunia politk Islam mengalami kemunduran yang pada gilirannya akan memunculkan anggapan bahwa posisi rakyat sangat lemah dan mereka harus tunduk terhadap penguasa. Artinya sejalan dengan sikap KH. Hasyim Asy’ari dan tokoh Nahdlatul Ulama yang lain menunjukan akomodatif pada penguasa, baik yang muslim maupun non-muslim. Pada masa awal karier kehidupannya, KH. Hasyim Asy’ari bukanlah seorang aktivis politik dan bukan pula musuh penjajah. Ketika itu ia belum peduli untuk menyebarkan ide-ide doktrin politik dan umumnya tidak keberatan dengan kebijakan-kebijakan penjajah, selama tidak membahayakan keberlangsungan ajaran-ajaran Islam. Khuluq mengatakan dalam kaitan ini, KH. Hasyim Asy’ari tidaklah seperti tokoh-tokoh nasionalis-sekuler, Soekarno sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia dan Presiden, Cokroaminto dan Agus Salim pemimpin Syarekat Islam yang memfokuskan diri pada isu-isu politik dan bergerak secara terbuka selama beberapa tahun untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, KH. Hasyim Asy’ari dapat dianggap sebagai pemimpin spritual bagi sebagian tokoh politik. Aktivitas politiknya sendiri bersifat low profile sampai akhir KH. Hasyim Asy’ari juga tidak pernah secara terbuka bersikap konfrontasi terhadap penjajah. Dengan demikian untuk mengerti lebih dalam pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari dalam perkembangan politik dan pengaruhnya kepada para pemimpin muslim saat itu harus diperhatikan. Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dalam Organisasi Nahdlatul Ulama Seluruh hidup KH. Hasyim Asy'ari bisa dikatakan hanya dihabiskan untuk mengabdi menyebarkan agama Islam, perkembangan pendidikan dan kemerdekaan Indonesia. Kehidupan kesehariannya dipenuhi dengan kegiatan dakwah dan mengajar di pondok pesantren yang ia dirikan Tebuireng. Sesekali ia juga disibukkan dengan organisasi perkumpulan para ulama sejawa Timur dan Jawa Tengah yang disebut organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama yang mana ia menjabat sebagai Rais Am. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!49Muchamad Coirun Nizar, Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Persatuan’, Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi 1, no. 1 Desember 2017 63–74, 50Isbandiyah, dkk, Konstruksi Sejarah Perjuangan Dan Pemikiran KH Hasyim Asy’ari,’ Jurnal Studi Sosial Fkip Unila 1, no. 2 June 2013 9. 51Khuluq, Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari, 72. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 122 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !Setelah KH. Hasyim Asy’ari mengembara ilmu di berbagai Pesantren dan di tanah Hijaz, ia kembali ke Indonesia untuk mendirikan pesantren Tebuireng. Pada 1926, KH. Hasyim Asy’ari bersama muridnya KH. Abdul Wahab Hasbullah mendirikan suatu organisasi tradisionalis yakni Nahdlatul Ulama. Sebelum ia mendirikan oraganisasi NU, meminta izin terlebih dahulu kepada salah satu gurunya yakni KH. Kholil Bangkalan. Setelah mendapat restu dari gurunya ia diberikan sebuah tasbih dan tongkat sebagai simbol tugas dan kepemimpinan atas berdirinya Tujuan berdirinya NU bukan semata-mata untuk mencari popularitas dan kekuasaan semata. Organisasi Nahdlatul Ulama berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam yang selama ini diikuti dan mulai tergerus dengan adanya pemikiran-pemikiran Nilai- nilai tradisional yang di pandang oleh sejumlah kalangan merupakan ajaran dan metode yang sukses di lakukan oleh walisongo sudah mulai di usik kemapanannya. Oleh karena itu, Hasyim Asy’ari dan sejumlah ulama di Jawa Timur dan Jawa Tengah membuat organisasi yang berusaha melestarikan ajaran tradisional dan tetap bernafaskan ahlus sunnah wal jama’ Hal tersebut berhasil dan sampai sekarang organisasi ini menjadi salah satu organisasi terbesar di Indenesia. Kelahiran NU selain sebagai upaya menjaga prinsip dan khazanah Islam tradisional dan penetrasi yang dilakukan oleh Islam modernis, juga mengusung motif sosial dalam melakukan pembelaan kepentingan golongan Islam tradisional. NU juga didirikan merupakan wadah perjuangan untuk menentang segala bentuk penjajahan dan merebut kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang, sekaligus aktif melakukan dakwah-dakwahnya untuk senantiasa menjaga kesatuan negara Republik Indonesia dalam wadah NKRI. Motif nasionalisme timbul karena NU lahir dengan niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni “Kebangkitan Para Ulama”. NU pimpinan Hadhratus Syaikh Hasyim Asy'ari sangat nasionalis. Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari Melawan Kolonial Belanda KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh perjuangan yang mewakili umat Islam dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia dan pengekangan terhadap kebebasan menjalankan perintah agama, mendorong KH. Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan fatwa tentang jihad melawan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!52Mat Solikhin, Gerakan Pemikiran Dan Peran Tiga Ulama NU Hasyim Asy’ari, Asnawi Kudus, K. H. Wahhab Hasbullah Dalam Menegakkan Ahl Al-Sunnah Wal-Jama’ah Annahdliyah Di Jawa Tahun 1926 – 1971’, Jurnal Theologia 27, no. 2 Desember 2016 341, 53Muhammad Zainal Abidin, “Ulama in Indonesian Urban Society A View of Their Role and Position in the Change of Age,” Jurnal THEOLOGIA 28, no. 2 February 20, 2018 235–54, 54Abdurrahman, “Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama NU Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia,” Jurnal Consilium 4, no. 4 September 2017. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 123 !Belanda. Jihad yang dideklarasikannya dicatat dalam sejarah sebagai jihad kebangsaan. Bangsa Indonesia yang saat itu dalam posisi terjajah mempunyai hak untuk memerdekakan diri dari berbagai penindasan yang dilakukan para penjajah. Sebagai ulama kharismatik dan tokoh umat, maka KH. Hasyim Asy’ari menggelorakan semangat perjuangan untuk menentang penjajahan Belanda terutama dikalangan anak muda atau para santri. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan penjajah dan menolak kerjasama dengan penjajah tersebut. Gerakan perlawanan ini disambut umat untuk membebaskan mereka dari ketertindasan yang menghinakan menuju kemuliaan yang membahagiakan. Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari melawan penjajah sebenarnya sudah dimulai pada saat menata Pesantren Tebuireng, di mana banyak rintangan, halangan dan hambatan dan pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda senang melihat kaum Muslim dalam posisi terbelakang sehingga tidak dapat melakukan perlawanan Bentuk perjuangan Hasyim Asy’ari ketika negaranya Indonesia dijajah Belanda adalah ketika beliau berikrar di Multazam, sewaktu melakukan haji untuk kedua kalinya. Beliau berikrar bersama teman-temannya yang bukan hanya berasal dan Indonesia, tapi juga dari Malaysia, Brunei, benua Afrika, dan Timur Tengah. Mereka mengikrarkan diri untuk mengabdikan keilmuan- nya mereka pada kejayaan Islam dan masyarakat di negaranya masing-masing agar segera terlepas dan Misrawi mengemukakan bahwa jihad kebangsaan yang dideklarasikan oleh KH. Hasyim Asy’ari tersebut terbukti sangat efektif dalam membakar patriotisme umat, sehingga para penjajah dapat dilenyapkan dari Bumi Pertiwi. Faktanya, para penjajah menunjukkan sikap intoleransi terhadap rakyat Indonesia. Pesantren Tebuireng merupakan salah satu sasaran tindakan represif penjajah. Pada tahun 1913, Intelijen Belanda membuat sebuah modus licik dengan cara mengirim seorang pencuri ke Tebuireng. Lalu, para santri menangkap pencuri tersebut dan memukulinya hingga Jihad menjadi ikatan solidaritas yang mampu mengetuk setiap hati kaum muslim untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial. Konsep ini pertama kali didengungkan pada akhir abad ke-17, ketika kerajaan Mataram dan Banten jatuh ke tangan Belanda. Kaum Muslim Nusantara telah mengenal konsep ini sejak lama, lewat buku-buku tentang Islam atau lewat pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah di masjid. Tapi sebelum itu tidak begitu jelas apa makna jihad dan bagaimana menerapkannya. Baru setelah mereka berhadapan secara nyata dengan “kaum kafir londo” arti jihad menjadi Belanda tidak tinggal diam dan terus mencari berbagai cara untuk melakukan penindasan terhadap KH. Hasyim Asy’ari. Belanda mengirimkan tentaranya dalam !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!55Muhammad Rijal Fadli and Miftahuddin, Dari Pesantren Untuk Negeri Kiprah Kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari’, Jurnal Islam Nusantara 3, no. 2 Desember 2019 19, / 56Rifai, Hasyim Asy’ari, 70. 57Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, 86. 58Bernard Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia Jakarta Gramedia, 2011, xi. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 124 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !jumlah besar untuk menghancurkan fasilitas Pesantren Tebuireng dengan dibakar, baik bangunan maupun kitab-kitab milik pesantren. Bahkan, kitab-kitabnya jugat dibakar. Perlakuan tidak manusiawi seperti itu berlangsung hingga tahun 1940-an. KH. Hasyim Asy’ari dan pesantrennya terus diawasi oleh intelijen-intelijen penjajah. Bahkan, karena sikap keras beliau menyebabkan penjajah akhirnya berusaha membunuhnya dan membakar habis pesantrennya. Namun, hal itu tidak pernah menyurutkan perjuangan beliau, karena dengan segera pesantren itu dibangun kembali dan beliau masih bisa bersikap keras terhadap penjajah. KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai ketua federasi organisasi organisasi Islam, MIAI Majelis Islam A’la Indonesia pada akhir 1930-an. Beliau berperan dalam penggabungan MIAI dengan gerakan nasionalis lain yang menghasilkan federasi politik GAPI Gabungan Politik Indonesia yang menuntut Belanda agar membentuk perwakilan rakyat yang representatif Indonesia Berparlemen bagi rakyat pribumi. Beliau juga mengeluarkan fatwa agar umat Islam menolak wajib militer dan pemerintah Belanda dalam usahanya mempersiapkan diri menghadapi Jepang pada 1940-an, serta fatwa lain yang melarang donor darah untuk kepentingan perang Belanda. KH. Hasyim Asy’ari dianggap sebagai provokator yang cukup berbahaya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sehingga seluruh aktivitas yang dijalani KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah lepas dan pengawasan Belanda. Dalam situasi tersebut, KH. Hasyim Asy’ari tetap menjalankan segala aktivitas sosial-keagamaannya dengan penuh semangat. KH. Hasyim Asy’ari terus memberikan semangat dan motivasi kepada rakyat Indonesia untuk terus berjuang hingga tetes darah penghabisan. Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari tidak surut, tetapi terus menggelorakan semangat jihad dan berdampak pada bangkitnya perlawanan umat Islam dan pembentukan laskar-laskar jihad, seperti Hizbullah dan Sabilillah dalam perlawanan bersenjata melawan Belanda. Peran KH Hasyim Asy’ari dalam ikut mewujudkan Indonesia merdeka dan berdaulat secara politik tidaklah kecil. Melalui pesantren yang didirikannya, kemudian juga lewat jam’iyah NU, KH. Hasyim Asy’ari menanamkan nasionalisme dan patriotisme sehingga mengobarkan api perlawanan rakyat terhadap kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad Cengkeraman imperialisme dan hegemoni kolonial terhadap rakyat, tidak hanya terbatas pada aspek lahir seperti ekonomi, politik dan sebagainya, tetapi lebih dari itu, telah menguasai kesadaran dan rasionalitas mereka. Oleh karena itu, pendidikan dan dakwah yang digagas oleh KH. Hasyim Asy’ari merupakan sarana yang efektif untuk mengubah kesadaran rakyat dan membangkitkannya dari ketertindasan. Melalui pengajaran dan fatwa-fatwanya, KH. Hasyim Asy’ari membangkitkan kesadaran untuk melawan, dan membebaskan diri dari penjajahan, yang pada akhirnya berhasil menggelorakan revolusi fisik merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!59!Solikhin, “Gerakan Pemikiran Dan Peran Tiga Ulama NU Hasyim Asy’ari, Asnawi Kudus, K. H. Wahhab Hasbullah Dalam Menegakkan Ahl Al-Sunnah Wal-Jama’ah Annahdliyah Di Jawa Tahun 1926 – 1971.” Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 125 !Reaksi KH. Hasyim Asy’ari Terhadap Jepang Reaksi perlawanan yang ditunjukkan oleh KH. Hasyim Asy’ari terhadap kolonial Belanda juga ditunjukkan ketika Jepang menjajah Indonesia. Ketika Jepang berkuasa, umat Islam masih harus berhadapan dengan pemerintah yang zalim, tetapi yang melihat mereka dengan cara pandang yang sangat berbeda. Begitu Jepang berhasil mengusir Belanda keluar dari Jawa, prioritas pertama mereka adalah mengontrol warga, melarang segala aktivitas politik, memadamkan setiap gejolak dan mengatur ketertiban masyarakat. Ketika mereka merasa bahwa prioritas tersebut telah tercapai, mereka mengalihkan prioritas mereka untuk memobilisasi rakyat Jawa, sehingga memperkokoh pertahanan Jepang terhadap kemungkinan serangan balasan dan tentara Sekutu yang pada akhirnya tidak Bentuk reaksi KH. Hasyim Asy’ari sebagai pejuang sejati dan pahlawan terhadap pendudukan Jepang adalah ketika ia menolak segala bentuk niponisasi, seperti menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan bendera Jepang serta melakukan Seikerei kewajiban memberikan penghormatan dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketundukan kepada Dewa Matahari.61 Sikap tersebut mendapatkan respons represif dari tentara Jepang, akibatnya KH. Hasyim Asy’ari serta sejumlah putra dan sahabatnya diringkus dalam penjara, ia dipenjara selama tiga bulan. Bustami menjelaskan perintah tersebut bukan hanya ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari, namun beliau juga menyerukan kepada seluruh penduduk Indonesia terutama warga NU untuk tidak melakukannya karena dianggap sama dengan perbuatan menyekutukan Tuhan. Maka terjadilah perlawanan secara massif terutama di kalangan pesantren, dan bahkan pengurus NU perlu bertemu secara khusus untuk membahas penahanan tersebut serta membahas penentuan sikap akan upaya perlawanan terhadap Pada Agustus 1942 Jepang kemudian membebaskan KH. Hasyim Asy’ari setelah menyadari bahwa tindakannya itu justru kontraproduktif dan menimbulkan keresahan yang luas terutama di kalangan ulama dan warga Reaksi tegas KH. Hasyim Asy’ari mengakibatkan Jepang marah besar sehingga ia dipenjara. Kabarnya, la dipindah-pindahkan dari penjara Jombang, Mojokerto, lalu ke Bubutan, Surabaya. Perlakuan Jepang terhadap KH. Hasyim Asy’ari begitu kasar, jari tangannya patah sehingga tidak bisa digerakkan. Penahanan tersebut berakibat pada terhentinya aktivitas Pesantren Tebuireng, termasuk aktivitas !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Ricklefs, Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi Di Jawa Dan Penentangnya Dari 1930 Sampai Sekarang Jakarta Serambi Ilmu Pustaka, 2012, 121. 61Faisal Ismali, The Nahdlatul Ulama Its Early History and Contribution to the Establishment of Indonesian State’, Journal of Indonesian Islam5 5, no. 2 March 2011 258, 62Abdul Latif Bustami, Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama Dan Menegakkan Agama Hingga Negara Jombang Pustaka Tebuireng, 2015, 133. 63I Saputra, “Resolusi Jihad Nasionalisme Kaum Santri Menuju Indonesia Merdeka,” Jurnal Islam Nusantara 3, no. 1 June 2019 205–37, Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 126 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !pendidikan, sebagai bentuk keprihatinan terhadap musibah yang dialami KH. Hasyim Asy’ Istrinya, Nyai Masrurah, pun mengungsi ke Pesantren Denanyar selama suaminya berada di penjara. KH. Hasyim Asy’ari memberi fatwa keharaman menyerupai orang kafir penjajah Belanda dalam berpakaian, dan pada era penjajahan Jepang, ia juga pernah ditangkap dan dipenjarakan atas fatwanya mengharamkan Seikerei kewajiban membungkukkan badan menghadap ke arah timur demi menghormati kaisar Jepang sebagai titisan Dewa Matahari. Semuanya itu, merupakan contoh bagaimana KH. Hasyim Asy’ari dan ulama-ulama pesantren berperan menanamkan jiwa kebangsaan dan patriotik mengusir penjajah dari negeri ini. Ketokohan KH. Hasyim Asy’ari diakui oleh semua kalangan, bahkan pemikirannya dapat diterima oleh kalangan umat Islam dari berbagai organisasi yang sebelumnya berbeda orientasi ideologis, tetapi menginspirasi dan sekaligus diterima sebagai landasan bersikap menghadapi kekuatan imperialisme saat itu. Kredibilitas KH. Hasyim Asy’ari merupakan perpaduan antara karakter keulamaannya yang kuat, juga komitmen kebangsaan, kepemimpinan, dan wawasan kenegaraannya yang luas sebagai rasa cintanya kepada negara. Sehingga fatwa jihad yang ia keluarkan, mencerminkan dengan jelas komitmennya yang kuat pada kemaslahatan umat Islam. Simpulan KH. Hasyim Asy’ari mempunyai pemikiran dan peranan yang cukup besar dalam berbagai hal, diantaranya di bidang keislaman dan kebangsaan. Mengenai pemikiran keislaman KH. Hasyim Asy’ari, ia mempunyai pemikiran keislaman yang bercorak pada Islam tradisional, diantara pemikiran keislaman KH. Hasyim Asy’ari adalah dalam bidang tasawuf sufisme, bidang teologi, dan bidang fiqh. Sedangkan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai kebangsaan mengacu pada ide-ide politiknya yang dapat menyatukan umat Islam Indonesia untuk melawan Kolonialisme, seperti mendirikan Pesantren, Ormas NU, dan organisasi lainnya untuk wadah menjaga persatuan. Pada masa awal karier kehidupannya, KH. Hasyim Asy’ari bukanlah seorang aktivis politik dan bukan pula musuh penjajah dan belum peduli untuk menyebarkan ide-ide doktrin politik dan umumnya tidak keberatan dengan kebijakan-kebijakan penjajah, selama tidak membahayakan keberlangsungan ajaran-ajaran Islam. Artinya bahwa pemikiran kebangsaannya hanya bersifat low profil tidak seperti para tokoh nasional-sekuler. Ia tidak menampakkan tindakannya terhadap penjajah, namun apapun setiap kebijakannya/petuahnya dapat membahayakan keberadaan bagi penjajah, sehingga Ia selalu mendapat ancaman dari penjajah. Namun, ancaman itu tidak mengendorkan semangatnya untuk terus melakukan kebijakan untuk kemaslahatan umat Islam Indonesia. Pemikiran keislaman dan kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari sampai saat ini patut diamalkan dan diteladani untuk kehidupan saat ini. Sebab dewasa ini masih ada kelompok-kelompok tertentu yang ingin memisahkan antara keislaman dan !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!64Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama -Santri Dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia 1945-1949 Jakarta Pustaka Compas, 2014, 201. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 127 !kebangsaan yang dikhawatirkan dapat memicu pecah belahnya umat. Padahal masalah keislaman dan kebangsaan tidak serta merta dipertentangkan begitu saja, sehingga keduanya harus saling melengkapi demi kesejahteraan bangsa dan kenyaman dalam menjalankan perintah agama. Daftar Pustaka Abdelaal, Mohamed A. “Taqlīd V. Ijtihād The Rise Of Taqlīd As The Secondary Judicial Approach In Islamic Jurisprudence.” The Journal Jurisprudence 5, no. 4 2012. Abdurrahman. “Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama NU Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia.” Jurnal Consilium 4, no. 4 September 2017. Abidin, Muhammad Zainal. “Ulama in Indonesian Urban Society A View of Their Role and Position in the Change of Age.” Jurnal THEOLOGIA 28, no. 2 February 20, 2018 235–54. Achmad Shiddiq. Khithttah Nadliyah. Surabaya Balai Buku, 1979. A’dlom, Syamsul. “Kiprah KH. Hasyim Asy’ari dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam.” JURNAL PUSAKA 2, no. 1 February 2014 14. Aguk Irawan Mn. Penakluk Badai Novel Biografi Hasyim Asy’ari. Cet. 1. Depok Global Media Utama, 2012. Akarhanaf. Kiai Hasjim Asj’ari Bapak Umat Islam Indonesia. Jombang Pesantren Tebuireng, 1950. Al-Farizi, Mudrik. “Ijtihad, Taqlid Dan Talfiq.” Al-Mabsut Jurnal Studi Islam Dan Sosial 8, no. 1 April 2014 209–20. Arifin, Zainal, and Muhammad Fathoni. “Jejak Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Banteni Terhadap Pemikiran Teologi, Fiqih Dan Tasawuf Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.” Al Qodiri Journal of Education, Social and Religious 16, no. 1 April 2019 46–56. Bizawie, Zainul Milal. Laskar Ulama -Santri Dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia 1945-1949. Jakarta Pustaka Compas, 2014. Bruinessen, Martien Van. Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat. Bandung Mizan, 1995. ———. NU, Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta LKiS, Budi Harianto. “Relasi Teologi Aswaja Dengan Ham Perspektif Kiai Said Aqil Siroj.” HUMANISTIKA Jurnal Keislaman 4, no. 2 November 2019 129–44. Burhani, Ahmad Najib. ““Al-Tawassut Wal-I’tidal The NU and Moderatism in Indonesia Islam.” Asian Journal of Social Science 40, no. 5 November 2012 564–81. Bustami, Abdul Latif. Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama Dan Menegakkan Agama Hingga Negara. Jombang Pustaka Tebuireng, 2015. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 128 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !Chotimah, Khusnul. “Aktualisasi Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Kenegaraan Dan Kebangsaan.” Jurnal Inovatif 3, no. 2 July 2018 128–40. Fadli, Muhammad Rijal, and Bobi Hidayat. KH. Hasyim Asy’ari Dan Resolusi Jihad Dalam Usaha Mempertahankan Memerdekaan Indonesia. Metro, Lampung Laduny Alifatama, 2018. Fadli, Muhammad Rijal, and Miftahuddin. “Dari Pesantren Untuk Negeri Kiprah Kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari.” Jurnal Islam Nusantara 3, no. 2 Desember 2019 1–27. / Fata, Ahmad Khoirul, and M Ainun Najib. “Kontekstualisasi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Persatuan Umat Islam.” MIQOT Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 38, no. 2 Desember 2014 319–34. Hadi, Abdul. Hasyim Asy’ari Sehimpun Cerita, Cinta, Dan Karya Maha Guru Ulama Nusantara. Cetakan pertama. Baturetno, Banguntapan, Yogyakarta Diva Press, 2018. Hadziq ed, Muhammad Isham. At-Ta’rif Bi al-Muallif. Dalam Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa al-Muta’allim. Jombang Maktabat al-Turats al-Islami, 1995. Hakam, Abdullah. “KH. Hasyim Asy’ari Dan Urgensi Riyadah Dalam Tasawuf Akhlaqi.” Teosofi Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam 4, no. 1 June 2014 144–66. Herry, Mohammad. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta Gema Insani, 2006. Hidayat, Syaiful. “Tata Negara Dalam Perspektif Fiqh Siyasah.” Tafaqquh 1, no. 22 April 201113 2–15. Isbandiyah, dkk. “Konstruksi Sejarah Perjuangan Dan Pemikiran KH Hasyim Asy’ari,.” Jurnal Studi Sosial Fkip Unila 1, no. 2 June 2013 1–12. Ismali, Faisal. “The Nahdlatul Ulama Its Early History and Contribution to the Establishment of Indonesian State.” Journal of Indonesian Islam5 5, no. 2 March 2011 247–81. Khuluq, Lathiful. Fajar kebangunan ulama biografi Hasyim Asy’ari. Cet. VI. Yogyakarta LKiS, 2013. ———. “ Hasyim Asy’ari’s Contribution to Indonesian Independence.” Studia Islamika 5, no. 1 April 1998 41–67. ———. Tafsir Pemikiran Kebangsaan Dan Keislaman Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari. Jombang, Jawa Timur Penerbit dan distribusi, Penerbit Tebuireng, 2018. Kurdi, Sulaiman. “MASYARAKAT IDEAL DALAM AL-QUR’AN Pergulatan Pemikiran Ideologi Negara Dalam Islam Antara Formalistik Dan Substansialistik.” Khazanah Jurnal Studi Islam Dan Humaniora 13, no. 2 May 26, 2017 41. Laffan, Michael. “The Fatwa Debated ? Shura in One Indonesia Context,” Islamic Law and Society.” Islamic Law and Society 12, no. 1 June 2005 1–23. Keislaman dan Kebangsaan Telaah Pemikiran KH. Hasyim asy’ari!Khazanah, Vol. 18 1, 2020 129 !Ma’aruf ed, Asmani Jamal. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Agama, Perempuan Dan Kemasayarakatan. Yogyakarta Aswaja Pressindo, 2018. Madjid, Nurcholis. Islam, Iman Dan Ihsan Sebagai Trilogi Ajaran Islam. Jakarta Yayasan Paramadina, 1994. Margono, Hartono. “KH. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama Perkembangan Awal dan Kontemporer” 26, no. 3 July 2011 335–49. Misno, Abdurrahman. “Redefinisi Ijtihad Dan Taklid.” Al-Mashlahah Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam 2, no. 4 Desember 2014 12–22. Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan. Jakarta Penerbit Buku Kompas, 2010. Muhaemin. “Teologi Aswaja Nahdhatul Ulama Di Era Modern Studi Atas Pemikiran Kyai Hasyim Asy’ari.” Jurnal Diskursus Islam 1, no. 2 January 2013 315–28. Ni’am, Syamsun. Wasiat Tarekat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Cet. 1. Sleman, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2011. Nizar, Muchamad Coirun. “Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Persatuan.” Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi 1, no. 1 Desember 2017 63–74. Organisasi. Aswaja An-Nahdliyah Ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah Yang Berlaku Di Lingkungan Nahdlatul Ulama. Surabaya Khalista, 2007. Nurhadi, Rofiq. “Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan Ahmad Dahlan dan Hasyim Asyfari.” CAKRAWALA Jurnal Studi Islam 12, no. 2 Desember 2017 121–32. Rahman ed, Fazlur. “Revival and Reform in Islam. In Cambridge History of Islam,” Vol. 2. Cambridge Cambridge University Press, 1970. Ricklefs, Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi Di Jawa Dan Penentangnya Dari 1930 Sampai Sekarang. Jakarta Serambi Ilmu Pustaka, 2012. Rifai, Muhamad. Hasyim Asy’ari Biografi Singkat, 1871-1947. Cet. 1. Yogyakarta Garasi Didistribusikan oleh ar-Ruzz Media, 2009. Rofiq, Ahmad Choirul. “Argumentasi Hasyim Asy’ari Dalam Penetapan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Sebagai Teologi Nahdlatul Ulama.” Jurnal Kontemplasi 5, no. 1 Agustus 2017 22–47. Rupadha, I Komang. “Memahami Metode Analisis Pasangan Bibliografi Bibliographic Coupling dan Ko-Sitasi Co-Citation serta Manfaatnya untuk Penelitian Kepustakaan.” Lentera Pustaka Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan 2, no. 1 Oktober 2016 68. Saleh, Fauzan. “The School of Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah And The Attachment of Indonesian Muslims to Its Doctrines.” Journal of Indonesian Islam 2, no. 1 June 2008 16–38. Muhammad Rijal Fadli; Ajat Sudrajat 130 Khazanah, Vol. 18 1, 2020 !Saputra, I. “Resolusi Jihad Nasionalisme Kaum Santri Menuju Indonesia Merdeka.” Jurnal Islam Nusantara 3, no. 1 June 2019 205–37. Simandjuntak, Bungaran Anthonius, and Soedjito Sosrodihardjo. Metode Penelitian Sosial Edisi Revisi. Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014. Solikhin, Mat. “Gerakan Pemikiran Dan Peran Tiga Ulama NU Hasyim Asy’ari, Asnawi Kudus, K. H. Wahhab Hasbullah Dalam Menegakkan Ahl Al-Sunnah Wal-Jama’ah Annahdliyah Di Jawa Tahun 1926 – 1971.” Jurnal Theologia 27, no. 2 Desember 2016 331–61. Tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng. Sikap Keislaman Dan Kebangsaan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Cetakan I. Jombang, Indonesia Pustaka Tebuireng, 2018. Vlekke, Bernard Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta Gramedia, 2011. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaaan. Jakarta Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2004. Zutas, Kambali. “Literacy Tradition in Islamic Education in Colonial Period Sheikh Nawawi al Bantani, Kiai Sholeh Darat, and KH Hasyim Asy’ari.” Al-Hayat 1, no. 1 Oktober 2017 16–31. ... Sebenarnya, pengaruh NU dalam Nasakom Nasionalis, Sosialis, dan Komunis semakin menipis sama halnya Partai Nasional Indonesia PNI, dengan terpusatnya pemerintahan pada Presiden, tentara, dan PKI. Ketiga unsur tersebut menjadi pemain utama dalam demokrasi terpimpin Fadli & Sudrajat, 2020. Nasakom adalah sebuah kerja sama yang hendak menyatukan kaum nasionalis, agamis, dan komunis. ... Muhammad Rijal Fadlip> This article aims to review the struggle of Islamic political parties during the guided democracy era. The research method used is historical with a literature study approach. The results of the study explain that in Indonesia's history, records regarding the democratic order that brought President Soekarno to the top of his highest government, namely from 1957 to 1965. The role of Indonesian democracy did not only decline but almost changed to become a dictator. In the end, Soekarno's guided democracy idea was responsive from Indonesian political activists, including from Islamic political parties. Soekarno's idea, the Islamic political party pursued a two-sided path, one side firmly rejected and one side supported it. This difference in interests has brought the two camps into a political struggle during the guided democracy era. The contra group represented by Masyumi got the impact of their ideology with the dissolution of this party. Meanwhile, support groups such as NU even gained political triumph during the guided democracy era. Artikel ini bertujuan mengulas kembali tentang pergumulan partai politik Islam masa demokrasi terpimpin. Metode penelitian yang digunakan adalah historis dengan pendekatan studi pustaka. Hasil penelitian menjelaskan dalam sejarah Indonesia mencatat mengenai tatanan demokrasi yang membawa presiden Soekarno ke puncak pemerintahan tertingginya, yakni pada masa 1957 hingga 1965. Peranan demokrasi Indonesia tidak hanya menurun, melainkan hampir saja berganti menjadi diktator. Pada akhirnya gagasan demokrasi terpimpin Soekarno memunculkan responsif dari para penggiat politik Indonesia, termasuk dari partai politik Islam. Dalam menanggapi gagasan Soekarno, partai politik Islam menempuh jalan bersibak dua, satu sisi menolak tegas dan satu sisi mendukungnya. Perbedaan kepentingan ini telah membawa kedua kubu ke dalam pergumulan politik pada masa demokrasi terpimpin. Kelompok kontra yang diwakili oleh Masyumi mendapat imbas dari ideologi mereka dengan dibubarkannya partai ini. Sedangkan kelompok pendukung seperti NU malah mendapatkan kejayaan politik pada masa demokrasi Persatuan umat Islam adalah aplikasi ajaran Islam tentang persaudaraan sesama Muslim ukhuwah Islâmîyah. Pluralitas kultural umat Islam telah menjadi resistensi tersendiri bagi implementasi doktrin tersebut dalam masyarakat Muslim. Di Indonesia, keragaman mazhab, organisasi dan aliran politik telah melahirkan disintegrasi umat. Beragam konflik intern umat Islam menjadi bukti disintegrasi tersebut. Tulisan ini mengkaji gagasan KH. Hasyim Asy`ari tentang persatuan umat Islam. Penulis menemukan bahwa gagasan tentang persatuan umat Islam KH. Hasyim Asy`ari didasari oleh tauhid dan anti fanatisme dalam masyarakat Muslim. Kenyataan bahwa disintegrasi menjadi problem dunia Islam kontemporer telah membuat ide KH. Hasyim Asy`ari menjadi urgen, dan dapat menjadi solusi alternatif bagi problem umat tersebut. Abstract The Contextualization of KH. Hasyim Asyari’s View on the Muslim Unity. The Muslim unity is a logical consequence of religious teachings concerning the Muslim brotherhood ukhuwah Islamiyâh. The diversity of the Muslim community has become a challenge for its application. In Indonesian, the diversity of mainstream school of thoughts, organizations, and parties have given rise to disintegration of the Muslim society. The internal conflicts that come out from various reasons is an evident of that disintegration. This paper analyzes KH. Hasyim Asyari’s view concerning the Muslim unity. The authors find that the idea of the Muslim unity should be based upon faith and anti-fanatism. It reflects the concordance of faith and could be realized in anti-fanatism attitude in the Muslim society. The idea of KH Hasyim Asy`ari is perceived of utmost important, for it may become an alternative solution for the social problems. Kata Kunci Persatuan, Ukhuwah, KH Hasyim Asyari, Nahdhatul Ulama Abstract The purpose of this study is to know how the changes of the social impact the role and the position of the ulama. Urban society is the real phenomena that happen for the coming of the industrialization era, or in another word that the urban society is the manifest of the industrial society. The writer sees the urban society phenomena as similar as the industrial society. This is a library research, which takes the source of study from the books and other literature related to the topic. The source of data is classified into two parts, the primary source, and the secondary one. As analysis technique, the writer uses the content analysis with the classification of sign-vehicles; which relies solely upon the judgments which theoretically, may range from perceptual discrimination to sheer guesses of analyst or group of analyst’s judgment are regarded as the report of the scientific observer. Finally, it is found that in urban society after coming of the industrialization era. The role and the position of ulama have changed. The ulama in urban society is not the social category again, but the parameter of ulama in urban society is the intellectual one. The position of ulama is not like a kyai or a teacher anymore such as what happened in pre-industrial or semi-industrial, but the ulama become the partner of people . Abstrak Paper ini bermaksud untuk mengetahui perubahan pada masyarakat terkait dengan peran dan posisi ulama pada masyarakat urban. Masyarakat urban merupakan fenomena nyata pada era industrialisasi. Dengakn kata lain, masyarakat urban merupakan manifestasi dari masyarakat industrial. Penulis melihat fenomena yang serupa antara masyarakat urban dengan masyarakat industri. Tulisan ini merupakan riset kepustakaan yang mengambil sumber data dari buku dan literatur lain yang relevan. Sumber data diklasifikasi menjadi dua bagian, sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk analisis digunakan analisis isi yang mengklasifikasi tanda baca, yang didasarkan pada penilaian secara teoritis, berkisar dari diskriminasi persepsi sampai dugaan analisis atau kelompok penilaian analisis yang dipandang sebagai laporan ilmiah. Temuan dari penelitian ini bahwa masyarakat urban muncul sesudah era industrialisasi. Peran dan posisi ulama telah berubah. Ulama pada masyarakat urban bukan lagi semata pada kategori sosial, tetapi parameter ulama pada masyarakat urban ada pada aspek intelektualitasnya. Posisi ulama bukan lagi Kyai atau guru sebagaimana fenomena pada masyarakat pra industri atau semi industri, tetapi ulama menjadi patner masyarakat.

Sanad Kitab Shohih Muslim. Selanjutnya, berikut ini adalah sanad Kitab Shohih Muslim yang dimiliki KH Hasyim Asy'ari sampai kepada penulisnya, Imam Al-Hafidh Abil Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi: 1. KH. M. Hasyim Asy'ari. 2. Dari Syaikh Mahfudz, Termas. 3. Dari Syaikh Muhammad Abu Bakar Syatha Al-Makki. 4.

As-sanadu minad dîn. Sanad adalah bagian dari agama. Jika saja tiada sanad maka seseorang bisa berpendapat semaunya. Demikianlah pendapat Abdullah bin Mubarak. Jadi sanad inilah yang membedakan antara keilmuan agama Islam dan keilmuan awal masa perkembangan Islam, sanad diberlakukan hanya dalam periwayatan Al-Qur’an dan Hadits. Namun pada masa belakangan, sanad juga digunakan dalam periwayatan kitab-kitab karya ulama Muhammad Hasyim Asy’ari adalah orang pertama yang menyelenggarakan kajian hadits dan juga tradisi sanad di Indonesia. Demikian sebagaimana pernah dijelaskan KH M Tolchah Hasan dalam suatu kesempatan bedah pemikiran KH Hasyim Asy’ari di Universitas Islam Malang pada tahun Tolchah juga menjelaskan, KH Hasyim Asy’ari membawa tradisi sanad ini dari Syekh Mahfud Termas. Kita mengetahui bahwa Syekh Mahfud Termas, sebagaimana dijelaskan sejarawan Abdurrahman Mas’ud dalam bukunya “Intelektual Pesantren”, adalah pemegang sanad terakhir the last link demikian, bukan berarti bahwa KH Hasyim Asy’ari hanya mendapatkan sanad Sahih Bukhari saja dari Syekh Mahfud, melainkan juga sanad Kutubus Sittah. Juga sanad kitab-kitab lain termasuk kitab-kitab fiqih Madzahib Arba’ah Mazhab Empat. Jadi pantaslah jika Nahdlatul Ulama menyatakan dirinya bermazhab kepada salah satu imam ini kami sajikan sanad kitab Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Al-Imam Al-Hafidh Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ats As-Sajistani radliyallahu anhu. Kitab ini juga adalah salah satu kitab yang banyak dikaji di KIfâyatul Mustafid li Mâ alâ minal Asânid karya Syekh Mahfudh At-Tirmisi memaparkan rantai sanad tersebut. Terkait kitab Sunan Abi Dawud, KH Hasyim Asy’ari mendapatkan hadits dan ijazahnya dariSyekh Mahfudh At-Tirmisi, beliau mendapatkan dariSyekh Sayyid Muhammad Amin Al-Madani, beliau mendapatkan dariSyekh Abdul Ghani bin Abi Sa’id Al-Umari w. 1296 H, beliau mendapatkan dariSyekh Abid Al-Anshari w. 1257 H, beliau mendapatkan dariSayaikh Abdirrahman bin Sulaiman Al-Ahdal 1250 H, beliau mendapatkan dariAyahnya, yiatu Sayyid Sulaiaman bin Yahya Al-Ahdal 1197 H, beliau mendapatkan dariSayyid Ahmad bin Maqbul Al-Ahdal w. 1163 H, beliau mendapatkan dariSayyid Yahya bin Umar Al-Ahdal w. 1147 H, beliau mendapatkan dariSayyid Abi Bakar bin Ali Al-Ahdal, beliau mendapatkan dariSayyid Yusuf bin Muhammad Al-Ahdal, beliau mendapatkan dariSayyid Thahir bin Husain Al-Ahdal, beliau mendapatkan dariAl-Hafidh Abdurrahman bin Ali Ad-Dayba’ As-Syaibani, beliau mendapatkan dariAz-Zain As-Syarji, beliau mendapatkan dariSulaiman bin Ibrahim Al-Alawi, beliau mendapatkan dariAli Abi Bakar bin Syaddad, beliau mendapatkan dariAbil Abbas Ahmad bi Abil Khair As-Syamakhy, beliau mendapatkan dariAyahnya, yakni Syekh Abil Khair As-Syamakhi beliau mendapatkan dariSulaiman bin Aqil Al-Asqalani, beliau mendapatkan dariNashr bin Abil Faraj, Al-Hashari, beliau mendapatkan dariAn-Naqib Abi Thalib ibn Zaid Al-Alawi, beliau mendapatkan dariAbi Ali At-Tustari, beliau mendapatkan dariAl-Qasim bin Ja’far Al-Hasyimi, beliau mendapatkan dariAbi Ali Muhammad bin Ahmad Al-lu’lu’iy, beliau mendapatkan dariAl-Imam Al-Hafidh Abi Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistani. Penyusun kitab Sunan Abi Ahmad Nur Kholis, Alumni Pascasarjana Universitas Islam Malang Unisma

PendiriNahdlatul Ulama KH Muhammad Hasyim Asy'ari dijelaskan dalam buku Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari: Moderasi, Keumatan, Kebangsaan (Zuhairi Misrawi, 2010) merupakan pemilik sanad Kitab Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa KH Hasyim Asy'ari telah hafal ribuan hadits yang diperoleh dari guru-gurunya dengan

Uploaded bymusthofa opk 100% found this document useful 1 vote219 views4 pagesCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document100% found this document useful 1 vote219 views4 pagesSanad Keilmuan KHUploaded bymusthofa opk Full descriptionJump to Page You are on page 1of 4Search inside document You're Reading a Free Preview Page 3 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
26R7MA.
  • g38wr6mysk.pages.dev/486
  • g38wr6mysk.pages.dev/896
  • g38wr6mysk.pages.dev/662
  • g38wr6mysk.pages.dev/41
  • g38wr6mysk.pages.dev/71
  • g38wr6mysk.pages.dev/708
  • g38wr6mysk.pages.dev/881
  • g38wr6mysk.pages.dev/493
  • g38wr6mysk.pages.dev/942
  • g38wr6mysk.pages.dev/682
  • g38wr6mysk.pages.dev/394
  • g38wr6mysk.pages.dev/568
  • g38wr6mysk.pages.dev/831
  • g38wr6mysk.pages.dev/17
  • g38wr6mysk.pages.dev/24
  • sanad keilmuan kh hasyim asy ari