istikharahyang begitu penting umpamanya tidak ada tawassul dengan roh para wali, bahkan diajar supaya mengguna sifat-sifat Allah. Doa itu bermaksud:1 "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku meminta istikharah (minta tunjuk kebaikan) dariMu dengan perantaraan HmuMu dan aku meminta takdirkan dengan kudrat (kekuasaan)Mu dan aku Alquran Wali Allah Tidak Merasa Takut dan Bersedih. Foto Memberi nasihat merupakan anjuran agama ilustrasi. - Alquran menerangkan bahwa wali-wali Allah tidak merasa takut dan sedih. Hal ini karena wali-wali Allah adalah kekasih Allah. Hal ini dijelaskan dalam Surah Yunus Ayat 62 dan tafsirnya. اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. QS Yunus 62Tafsir Kementerian Agama menerangkan, pada ayat ini dijelaskan tentang orang-orang yang selalu dalam ketaatan kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut atau kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat, dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di dunia. Pada ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah Allah dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tidak ternilai besarnya. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Waliyullah adalah orang-orang yang selalu mengingat Allah SWT, sebagaimana kisah waliyullah Al-Farrar yang selalu mengingat kematian yang merupakan kepastian dari

SIFAT WALI-WALI ALLAH TA’ALAOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.’Kelengkapan hadits ini adalahوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ. Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang Mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka HADITS Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’, I/34, no. 1; Al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219; Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 1248, dan membawakan hadits ini, Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, “Hadits ini shahih.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan dari Rabbnya. Kemudian beliau bawakan hadits di atas.”[1]Hadits ini termasuk hadits yang diperbincangkan oleh para Ulama -walaupun diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahîhnya– karena ada rawi yang lemah. Akan tetapi hadits ini shahih karena ada syawâhid penguat-penguatnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. HADITS Ath-Thufi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan asas dalam menuju kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan sampai kepada pengenalan dan cinta-Nya, serta jalan menuju kepada-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsan, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril. Dan ihsan menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allâh berupa zuhud, ikhlas, murâqabah, dan lainnya.”[2]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atas مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِBarangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya karena ia memerangi-Ku dengan memusuhi para wali-Ku. Jadi, para wali Allâh wajib dicintai dan haram dimusuhi sebagaimana para musuh Allâh wajib dimusuhi dan haram Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia” [Al-Mumtahanah/601]Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allâh, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allâh. Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut agama Allâh itulah yang menang.” [Al-Mâ-idah/555-56]Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sifat kekasih-kekasih-Nya adalah orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, mereka rendah hati terhadap kaum Mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang bahwa segala macam bentuk kemaksiatan adalah bentuk memerangi Allâh Subhanahu wa Ta’ala, namun semakin jelek perbuatan dosa yang dikerjakan, semakin keras pula peperangannya terhadap Allâh Azza wa Jalla . Karena itulah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menamakan pemakan riba[3] dan perampok[4] sebagai orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya dikarenakan kezhaliman mereka yang sangat besar kepada para hamba-Nya serta usaha mereka mengadakan kerusakan di muka bumi. Demikian pula orang yang memusuhi para wali-Nya, barangsiapa memusuhi mereka maka ia telah memusuhi Allâh dan telah memerangi-Nya.[5] SIFAT DAN CIRI-CIRI WALI-WALI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Ingatlah wali-wali Allâh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/1062-63]Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan dalam ayat ini sifat wali-wali-Nya. Sifat pertama, mereka memiliki iman yang jujur; Dan sifat kedua, mereka bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla . Ketika menjelaskan sifat kedua ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaإِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِيْ الْمُتَّقُوْنَ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْاSesungguhnya orang-orang yang paling dekat denganku adalah mereka yang bertakwa. Siapa pun mereka dan di mana pun mereka[6]Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan wali Allâh adalah orang yang mengenal Allâh, selalu menaati-Nya, dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”[7]Pintu ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi wali Allâh. Dan sebagaimana diketahui bahwa para wali Allâh memiliki tingkatan yang dijelaskan oleh Allâh dalam firman-Nya, yang artinya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara para hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” [Fâthir/3532]Tingkatan pertama, orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka melalaikan sebagian kewajiban dan melakukan sebagian perbuatan haram.”[8]Tingkatan kedua, orang yang pertengahan. Mereka yang melaksanakan yang wajib-wajib, menjauhkan yang haram, akan tetapi terkadang mereka meninggalkan yang sunnah dan terjatuh pada sesuatu yang ketiga, orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan yang haram dan wali Allâh yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul, setelah itu, para Sahabat Radhiyallahu anhum. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang merekaمُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًاMuhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allâh dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang Mukmin. Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar [Al-Fath/4829]Para Sahabat Radhiyallahu anhum merupakan contoh yang agung dalam mewujudkan perwalian kepada Allâh. arangsiapa ingin mendapatkan keridhaan Allâh, maka hendaknya dia menempuh jalan para Sahabat.[9]Para wali Allâh tidak ma’shûm tidak terpelihara dari dosa. Mereka sebagai manusia biasa terkadang keliru dan berbuat dosa. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan orang yang membawa kebenaran Muhammad dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabbnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, agar Allâh menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” [Az-Zumar/3933-35]Ayat tersebut menggambarkan tentang para wali Allâh yaitu Allâh akan memberi pahala dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Itu merupakan balasan atas taubat mereka dari perbuatan dosa. Ayat ini juga menetapkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul, terkadang jatuh dalam kesalahan dan dosa. Di antara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul yaitu para Sahabat mereka bisa terjatuh dalam kesalahan adalah telah terjadi peperangan di antara mereka, juga terdapat ijtihad-ijtihad mereka yang keliru. Dan yang seperti ini sudah maklum diketahui oleh mereka yang sering membaca perkataan para Sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan selainnya.[10]Meski demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita dianjurkan untuk mendoakan mereka dengan baik, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah al-Hasyr, ayat Sahabat adalah orang-orang yang dijanjikan ampunan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan dijanjikan surga, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Fath ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasوَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُTidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Setelah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa memusuhi para wali-Nya berarti memerangi-Nya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat para wali-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan apa yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada-Nya. Asal makna dari al-muwâlâh kecintaan adalah al-qurb kedekatan dan asal makna dari al-mu’âdâh memusuhi adalah al-bu’du jauh/menjauhi. Jadi para wali Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah orang-orang yang selalu mendekatkan diri pada-Nya dengan apa yang dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya, sedang para musuh-Nya ialah orang-orang yang dijauhkan dari-Nya dengan amal perbuatan mereka yang menyebabkan mereka diusir dan dijauhkan Subhanahu wa Ta’ala membagi para wali-Nya yang dekat ke dalam dua kelompok, sebagai yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan saja dan meninggalkan hal-hal yang yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan amalan-amalan sunnah setelah mengerjakan yang dengan ini menjadi jelaslah bahwa tidak ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , kewalian-Nya, dan kecintaan-Nya selain taat kepada-Nya dengan menjalankan yang disyari’atkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Barangsiapa mengklaim dirinya mendapat kewalian dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan kecintaan-Nya tetapi melalui selain jalan ini, berarti ia dusta dalam pengakuannya, seperti yang terjadi dengan orang-orang musyrik yang mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan cara menyembah tuhan-tuhan selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala , seperti dikisahkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tentang mereka, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allâh berkata Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya” [Az-Zumar/393]Dan sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala kisahkan tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berkata, “Kami adalah anak-anak Allâh dan kekasih-kekasih-Nya.” [Al-Mâ-idah/518]Padahal mereka terus-menerus mendustakan para Rasul-Nya, mengerjakan larangan-Nya, dan meninggalkan semua hadits ini, Allâh menjelaskan bahwa para wali-Nya itu terbagi dalam dua tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban. Ini tingkatan al-muqtashidîn pertengahan dan golongan kanan. Mengerjakan kewajiban-kewajiban adalah sebaik-baik amal sebagaimana yang dikatakan Umar bin al-Khathab Radhiyallahu anhu, “Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , menjauhi apa saja yang diharamkan-Nya, dan niat yang jujur terhadap apa saja yang ada di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .”[11]Kewajiban badan yang paling agung yang diwajibkan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah shalat. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَSedekat-dekat seorang hamba kepada Rabbnya ialah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa.[12] Kedua, tingkatan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan lagi dekat, yaitu orang-orang yang mendekat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah wajib kemudian bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan menjaga diri dari hal-hal yang makruh dan bersikap wara’ takwa. Sikap itu menyebabkan seorang hamba dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , seperti difirmankan Allâh Subhanahu wa Ta’ala “Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Dan barangsiapa dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menganugerahkan rasa cinta kepada-Nya, taat kepada-Nya, sibuk berdzikir kepada-Nya, dan berkhidmat kepada-Nya. Itu semua menyebabkannya dekat dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan terhormat di sisi-Nya seperti difirmankan Allâh Subhanahu wa Ta’ala ,yang artinya, “Barangsiapa di antara kamu yang murtad keluar dari agamanya, maka kelak Allâh akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” [Al-Mâ-idah/554]Di ayat tersebut terdapat isyarat bahwa barangsiapa berpaling dari mencintai dan mendekat kepada Allâh, serta dia tidak peduli, maka Allâh akan menggantinya dengan orang-orang yang lebih layak menerima pemberian itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya. Dalam hal ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, ” Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,”Maksudnya mereka bergaul dengan kaum Mukminin dengan rendah hati dan tawadhu’, dan mereka memperlakukan orang-orang kafir dengan sikap tegas. Tatkala mereka mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala , maka mereka mencintai para wali-Nya yang mencintai-Nya kemudian mereka bergaul dengan para wali Allâh dengan cinta dan kasih sayang, dan mereka membenci musuh-musuh Allâh, seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْMuhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ” [Al-Fath/4829]Bukti kesempurnaan cinta ialah dengan memerangi para musuh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , begitu juga jihad di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala merupakan ajakan dengan senjata kepada orang-orang yang berpaling dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk kembali kepada-Nya setelah sebelumnya didakwahi dengan mengajak mereka dengan hujjah dan petunjuk. Jadi, orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala ingin membawa seluruh manusia ke pintu-Nya. Barangsiapa tidak merespon dakwah dengan sikap lemah lembut, ia perlu diajak dengan sikap keras. Disebutkan dalam haditsعَجِبَ اللهُ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُوْنَ إِلَى الْجَنَّةِ فِيْ السَّلَاسِلِAllâh merasa heran kepada kaum yang dituntun ke surga dalam keadaan dibelenggu.[13]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’alaوَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ“Dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.”Maksudnya, orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diridhai Allâh yang dicintainya. Ia ridha kepada siapa saja yang Dia ridhai dan benci kepada siapa saja yang Dia benci. Jadi, barangsiapa takut celaan dalam mencintai pihak yang dicintainya, ia tidak jujur dalam Allâh Subhanahu wa Ta’ala ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُItulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia dimaksud dengan karunia tersebut ialah tingkatan derajat orang-orang yang Dia cintai dan mereka pun mencintai-Nya dengan sifat-sifat yang telah disebutkan وَاسِعٌ عَلِيمٌ“Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.”Maksudnya, Allâh Mahaluas pemberian-Nya dan mengetahui orang-orang yang berhak atas karunia-Nya kemudian Dia memberikan karunia-Nya kepada mereka serta mengetahui orang-orang yang tidak berhak atas karunia-Nya kemudian Dia tidak memberikan karunia-Nya tersebut kepada wajib dan sunnah yang paling mendekatkan seorang hamba kepada Allâh ialah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, sedekah dan lainnya termasuk banyak membaca al-Qur’an, mendengarkan, merenungkannya, dan berusaha memahaminya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk mentadabburi, memahami al-Qur’an dan mengamalkannya. Khabbab bin al-Arat Radhiyallahu anhu berkata kepada seseorang, “Mendekatlah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kemampuanmu. Ketahuilah bahwa engkau tidak dapat mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada firman-Nya.”[14]Bagi orang-orang yang mencintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak ada yang lebih manis selain membaca al-Qur-an, firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang mereka cintai. Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu berkata, “Jika hati kalian bersih, kalian tidak akan kenyang dengan firman Rabb kalian.” Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Barangsiapa mencintai al-Qur’an, ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya.”[15]Ibadah-ibadah sunnah lainnya yang dapat mendekatkan hamba kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah banyak berdzikir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan hati dan lisan. Membaca dzikir setelah shalat wajib, membaca dzikir setiap waktu, dzikir pagi dan petang, dan di antara ibadah-ibadah sunnah lainnya yang lebih mendekatkan hamba kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ialah mencintai wali-wali Allâh dan orang-orang yang dicintai-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya karena-Nya.[16]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasفَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَاJika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk barangsiapa bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan mengerjakan ibadah wajib dan ibadah sunnah, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala mendekatkan orang tersebut kepada-Nya dan menaikkannya dari tingkatan iman ke ihsan. Karenanya, ia menjadi hamba yang beribadah kepada Allâh dengan merasa dihadiri dan diawasi Allâh Subhanahu wa Ta’ala seperti ia melihat-Nya kemudian hatinya penuh dengan ma’rifat pengenalan kepada Allâh, cinta kepada-Nya, takut kepada-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa tenang dengan-Nya, dan rindu kapan saja hati dipenuhi dengan pengagungan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, maka kondisi tersebut menghapus apa saja selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala dari hati seorang hamba, dan ia tidak lagi punya keinginan kecuali apa yang diinginkan Rabbnya. Ketika itulah seorang hamba tidak bicara kecuali dengan dzikir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak bergerak kecuali dengan perintah-Nya. Jika ia bicara, ia bicara dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Jika ia mendengar, ia mendengar dengan-Nya. Jika ia melihat, ia melihat dengan-Nya. Jika ia berbuat, ia berbuat dengan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , “Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Barangsiapa menafsirkan dan mengisyaratkan hadits di atas dengan hulul menitisnya Allâh kepada makhluk atau ittihad manunggaling kawula gusti atau ajaran lain maka ia telah sesat dan menyesatkan dan ia telah mengisyaratkan kepada salah satu rahasia tauhid, bahwa kalimat lâ ilâha illallâh maknanya ialah bahwa seorang hamba tidak menuhankan selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam cinta, harapan, takut, dan taat. Jika hatinya merealisasikan tauhid yang sempurna, maka di hatinya tidak ada lagi cinta kepada apa yang tidak dicintai Allâh dan tidak ada benci kepada apa yang tidak dibenci Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Barangsiapa kondisi hatinya seperti ini, organ tubuhnya tidak bergerak kecuali dalam ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Sesungguhnya dosa itu terjadi karena cinta kepada apa yang dibenci Allâh Subhanahu wa Ta’ala atau benci kepada apa yang dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Itu terjadi karena cinta hawa nafsu didahulukan atas cinta kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan takut kepada-Nya. Sifat seperti ini merupakan aib dalam tauhid yang sempurna, akibatnya seorang hamba lalai terhadap sebagian kewajiban atau mengerjakan sebagian larangan. Sedang hati orang yang merealisasikan tauhid kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , ia tidak mempunyai keinginan kecuali di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan pada apa saja yang diridhai-Nya.[17]Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsi di atasوَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِيْ لَأُعِيْذَنَّهُJika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti orang yang dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan didekatkan kepada-Nya memiliki kedudukan khusus di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sehingga jika ia meminta sesuatu kepada Allâh maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya; Jika ia berdoa kepada-Nya maka Dia mengabulkan sekali di antara generasi Salaf yang terkenal doanya dikabulkan. Disebutkan bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr Radhiyallahu anhu memecahkan gigi depan seorang wanita kemudian kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr Radhiyallahu anhu menawarkan diyat kepada kabilah wanita tersebut, namun kabilah wanita tersebut menolak. Kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr meminta maaf kepada kabilah wanita tersebut, namun kabilah wanita tersebut menolak kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam memutuskan dilakukan qishash. Anas bin an-Nadhr Radhiyallahu anhu berkata, “Apakah gigi depan ar-Rubayyi’ akan dipecahkan? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, tidak akan dipecahkan gigi depannya.” Kabilah wanita itu pun ridha dan mengambil diyat kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaإِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُSesungguhnya di antara para hamba Allâh ada orang yang jika bersumpah kepada Allâh, maka Allâh pasti melaksanakan sumpahnya.[18]Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu adalah orang yang doanya terkabul. Pada suatu hari ia didustakan oleh seseorang kemudian ia berkata, “Ya Allâh, jika orang tersebut berkata bohong, panjangkan usianya, dan hadapkan ia pada fitnah-fitnah.” Ternyata orang tersebut mendapati itu semua. Ia mengganggu budak-budak wanita di jalan sambil berkata, “Aku orang lanjut usia, mendapatkan fitnah, aku terkena doa Sa’ad.”[19]Seorang wanita bertengkar dengan Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu di lahan Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu . Wanita tersebut mengklaim bahwa Sa’id Radhiyallahu anhu mengambil lahan tersebut darinya kemudian Sa’id Radhiyallahu anhu berkata, “Ya Allâh, jika wanita tersebut bohong, butakan matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata, wanita tersebut buta. Ketika pada suatu malam ia berjalan di lahannya, ia jatuh di sumur di lahannya kemudian meninggal dunia.[20]Al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu berada dalam satu detasemen lalu anggota detasemen tersebut kehausan. Lantas al-Ala’ Radhiyallahu anhu shalat dan berdoa, “Ya Allâh, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Mahatinggi, dan wahai Dzat Yang Mahaagung, sesungguhnya kami para hamba-Mu dan di jalan-Mu kami memerangi musuh-Mu, karenanya, berikanlah air kepada kami hingga kami dapat minum dan berwudhu’ dengannya dan janganlah berikan sedikit pun air itu kepada seorang pun selain kami.” Detasemen itu jalan sebentar kemudian menemukan sungai dari air hujan yang memancar lalu mereka meminumnya dan mengisi wadah-wadah mereka hingga penuh. Setelah itu, mereka berangkat lalu salah seorang dari sahabat al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu kembali ke sungai tersebut, namun tidak melihat apa-apa di dalamnya dan sepertinya di tempat tersebut tidak pernah ada air.[21]Kisah-kisah seperti di atas sangat banyak dan panjang sekali kalau disebutkan semuanya. Sebagian besar orang-orang yang doanya dikabulkan dari generasi Salaf bersabar atas musibah, memilih pahalanya, mengharapkan ganjaran dari musibah tersebut, dan tidak berdoa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala agar musibah tersebut dihilangkan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam hadits qudsiوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُAku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang Mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kematian para hamba-Nya seperti yang Dia firmankanكُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِSetiap yang bernyawa akan merasakan mati” [Ali Imran/3185]Kematian ialah berpisahnya ruh dari badan dan tidak terjadi kecuali dengan sakit yang sangat luar biasa, bahkan kematian merupakan sakit paling pedih yang menimpa seorang hamba di bin al-Khathab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu, “Jelaskan kematian kepadaku!” Ka’ab berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Kematian itu seperti pohon besar dan berdurinya yang masuk ke dalam kerongkongan seseorang, lalu duri-duri itu menempel di uratnya, kemudian ditarik keluar oleh laki-laki yang kuat, tercabutlah apa yang tercabut, dan tertinggal apa yang tertinggal.” Kemudian Umar Radhiyallahu anhu menangis.[22]Ketika Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu hendak meninggal dunia, anaknya bertanya tentang ciri-ciri kematian, kemudian Amr Radhiyallahu anhu menjawab, “Demi Allâh! Kedua lambungku sepertinya berada di sebuah bangku, aku seperti bernafas dari lubang jarum, dan sepertinya ada ranting berduri ditarik dari kedua kakiku hingga kepalaku.”[23]Jika kematian dengan rasa sakit luar biasa seperti itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mewajibkannya kepada seluruh hamba-Nya. Kematian merupakan keniscayaan bagi mereka, namun Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak suka menyakiti dan menyusahkan orang Mukmin. Oleh karena itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menamakan itu sebagai keragu-raguan terkait dengan orang Mukmin. Sedang para Nabi, mereka tidak meninggal dunia hingga diberi hak memilih. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaوَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْمَوْتُ، بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللهِ وَكَرَامَتِهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ وَأَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُAkan tetapi seorang Mukmin apabila didatangi kematian maka ia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allâh dan kemuliaan-Nya, karenanya, tidak ada sesuatu yang paling ia sukai daripada apa yang ada di depannya. Ia pun merasa senang bertemu Allâh dan Allâh pun senang bertemu dengannya[24]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang makna at-taraddud dalam hadits yang menjelaskan tentang wali-wali Allâh, “Ini adalah hadits yang paling mulia yang menjelaskan tentang sifat-sifat para wali Allâh. Sekelompok orang telah menolak bagian akhir dari hadits ini dan mengatakan, Allâh tidak boleh disifati dengan keragu-raguan, karena sesungguhnya orang yang ragu adalah orang yang tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara. Sedangkan Allâh Mahamengetahui akibat dari semua perkara. Bahkan mungkin sebagian dari mereka mengatakan, “Bahwa Allâh diperlakukan dengan perlakuan yang penuh keraguan!”Penjelasannya adalah, sabda Rasul-Nya adalah benar dan tidak ada yang paling mengetahui tentang Allâh Subhanahu wa Ta’ala , paling sayang terhadap umat, paling fasih dan paling jelas penerangannya daripada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam. Kalau sudah begitu, maka orang yang mengingkarinya termasuk manusia yang paling sesat, paling bodoh dan paling jelek akhlaknya. Dan orang yang seperti ini wajib diberi pelajaran dan dihukum ta’zir. Yang wajib diperhatikan, bahwa kita wajib membersihkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari sangkaan-sangkaan yang batil dan keyakinan-keyakinan yang orang yang ragu di antara kita, meskipun keragu-raguannya dikarenakan dia tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara, maka tidak bisa kita samakan sebuah sifat yang khusus bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat salah seorang dari kita, karena tidak ada sesuatu pun yang sama dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Kemudian, ini juga merupakan kebatilan, karena seseorang dari kita apabila ragu-ragu terkadang karena dia tidak mengetahui akibat dari sesuatu, dan terkadang juga karena dua perbuatan tersebut mengandung maslahat dan mafsadat. Jadi dia melakukan atas dasar maslahat, dan membenci atas dasar mafsadat dan bukan karena dia tidak mengetahui sesuatu tersebut yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang seperti ini juga sama dengan keinginan orang yang sakit untuk meminum obat yang tidak ia suka. Bahkan, semua yang diinginkan seorang hamba dari amal-amal soleh yang tidak disukai oleh jiwa termasuk dalam bab ini. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaحُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِSurga dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci dan Neraka dikelilingi oleh syahwat.[25]Dan juga firman-Nyaكُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَDiwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allâh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah/2216]Dari penjelasan di atas jelaslah bagi kita makna dari at-taraddud keragu-raguan yang disebutkan dalam hadits. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Hambaku tiada henti-hentinya mendekat kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya” sesungguhnya seorang hamba yang memiliki keadaan seperti ini ia akan dicintai Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Ia akan mendekat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan mengerjakan yang wajib-wajib dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan yang sunnah yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala cintai dan mencintai pelakunya. Maka dengan demikian ia telah mengerjakan apa-apa yang dia mampu dari hal-hal yang dicintai Allâh. Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mencintainya karena pekerjaan hamba-Nya dari dua sisi dengan keinginan yang sama, di mana Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencintai apa-apa yang dicintai hamba-Nya, dan membenci apa-apa yang dibenci hamba-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga benci terhadap kejelekan yang menimpa hamba-Nya. Maka, konsekuensinya Allâh Subhanahu wa Ta’ala membenci kematian agar bertambah kecintaan-Nya terhadap Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kematian, dan semua yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala tetapkan itu atas keinginan-Nya dan pasti terjadi, Allâh Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kematian hamba-Nya sebagaimana yang Dia sudah takdirkan. Meskipun demikian Allâh juga tidak suka untuk menyusahkan hamba-Nya dengan kematian. Maka jadilah kematian tersebut dikehendaki dari satu sisi dan tidak disukai dari sisi lain. Dan ini merupakan hakikat dari at-taraddud, sesuatu yang diinginkan dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain meskipun harus ada yang kuat dari dua sisi tersebut, sebagaimana kuatnya kematian yang dibarengi dengan ketidaksukaan menyusahkan hamba-Nya. Dan tidak sama antara keinginan Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk mematikan hamba-Nya yang Mukmin yang dicintai-Nya dan tidak ingin menyusahkannya dengan keinginan Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk mematikan orang kafir yang dibenci-Nya dan menginginkan kesusahannya.[26]FAWA’ID HADITSMengerjakan yang wajib lebih didahulukan daripada mengerjakan yang yang wajib lebih utama dari amal yang sunnah dapat menutupi kekurangan amal yang antara sebab mendapatkan cinta dari Allâh adalah dengan melaksanakan amal-amal yang wajib dan sifat mahabbah cinta bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .Wali Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang melaksanakan yang wajib-wajib dan yang sunnah, dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa dibagi oleh para ulama menjadi dua Ada wali-wali Allâh dan ada wali-wali syaitan. Wali Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa. Adapun wali syaitan adalah orang yang tidak bertakwa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , mengerjakan kesyirikan, bid’ah, maksiat dan meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang bagi orang-orang yang memusuhi wali-wali yang memusuhi wali-wali Allâh, dengan olok-olokan, gangguan, siksa, menyakiti atau membenci mereka, maka akibatnya akan mendapat siksa dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala di dunia dan hamba -betapapun tinggi derajatnya- tidak boleh berhenti dari berdoa, memohon kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena yang demikian lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan yang wajib-wajib dan sunnah sebagai sebab dikabulkannya doa seorang hamba, dijaga dan dilindungi oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ antara wali-wali Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang bertakwa ada yang diberi karamah kemuliaan dengan dikabulkannya doa, dijaga, dilindungi Allâh dan karamah lainnya. Ada juga yang tidak diberi dalam hadits ini tidak terdapat sedikit pun dalil atau hujjah bagi kelompok sufi yang sesat yang berpendapat bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatu dalam diri Muslim wajib meyakini bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala Mahatinggi, istiwa’ bersemayam di atas Arsy, tetapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala bersama hamba-Nya mengetahui semua yang dilakukan makhluk-Nya.[27]Derajat Nabi dan Rasul Alaihissalam lebih tinggi di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala daripada itu pasti, semua yang bernyawa pasti mati. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebagai tokoh para Nabi dan Rasul Alaihissallam merasakan wajib menetapkan semua nama dan sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semua nama dan sifat-Nya tidak sama dengan makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [Asy-Syûrâ/4211]Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kematian wali-Nya dan pasti terjadi, meskipun demikian Allâh juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya. Maka ini yang dinamakan taraddud.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Majmû’ Fatâwâ X/58-59 [2] Lihat Fat-hul Bâri XI/345 karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah [3] Lihat surah Al-Baqarah ayat 278-279. [4] Lihat surah Al-Al-Mâ-idah ayat 33 [5] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/334-335. [6] Shahih HR. Ahmad V/235, Ibnu Hibban no. 646–at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 2504 –Shahîh al-Mawârid, ath-Thabrani XX/no. 241, 242, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ ash-Shaghîr no. 2012. [7] Fat-hul Bâri XI/342. [8] Tafsîr Ibni Katsir VI/546. [9] Baca surat at-Taubah/9 100 [10] Qawâ’id wa Fawâ’id minal Arbaîn an-Nawawiyah hlm. 334-336. [11] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/336. [12] Shahih HR. Muslim no. 482, Abu Dawud no. 875, dan an-Nasai II/226 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [13] Shahih HR. Al-Bukhari no. 3010, Ahmad II/302, Abu Dawud no. 2677, dan Ibnu Hibban no. 134 –at-Ta’lîqâtul Hisân dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [14] HR. Al-Hakim II/441, kemudian ia menshahihkannya dan disepakati adz-Dzahabi [15] HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr no. 8657. [16] Diringkas dan ditambah dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/335-344. [17] Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/345-348. [18] Shahih HR. Al-Bukhari no. 2703, Muslim no. 1675, Abu Dawud no. 4595, an-Nasai VIII/28, Ibnu Majah no. 2649, dan Ibnu Hibban no. 6457- at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. [19] HR. Al-Bukhari no. 755, dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu [20] HR. Muslim no. 1610 [139]. [21] HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ I/38, no. 12. Lihat Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/348-350 dengan ringkas. [22] Hilyatul Auliyâ’ V/401, no. 7514. [23] Thabaqât Ibni Sa’ad III/186. [24] Shahih HR. Al-Bukhari no. 6507 dari Aisyah Radhiyallahu anhuma. Diringkas dari Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/356-358. [25] Shahih HR. Ahmad III/153, Muslim no. 2822, dan at-Tirmidzi no. 2559 dari Anas bin Malik rahimahullah [26] Majmû’ Fatâwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/129-131 dengan sedikit diringkas. Lihat juga Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah IV/191-192. [27] Tentang Allah istiwa’ di atas Arsy dan kebersamaan Allah bersama hamba-Nya, baca buku penulis “Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” hlm. 205-211 cet. XV, th. 2016/1437H, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i–Jakarta

Karomahadalah sebuah keistimewaan yang dimiliki oleh hamba Allah SWT yang telah jelas kesolehannya. Biasanya, karomah dimiliki para kekasih Allah seperti nabi dan rasul hingga para wali. Secara bahasa, karomah berasal dari salah satu Asmaul Husna, yaitu Al Karim, yang artinya Yang Maha Mulia. Secara Istilah, karomah adalah suatu hal atau
loading...Para Waliyullah kekasih Allah tidak pernah memiliki kekhawatiran dan mereka juga tidak pernah bersedih hati. Foto ilustrasi/Ist Kali ini kita akan membahas tentang keberadaan para wali Allah waliyullah. Pertanyannya, apakah seorang waliyullah dapat mengetahui kewalian dirinya?Perlu diketahui, keberadaan para wali Allah di muka bumi bukanlah sesuatu yang aneh dan mustahil. Ada banyak dalil yang menjelaskan hal itu. Allah Ta'ala berfirman "Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar." QS Yunus Ayat 62-64Dalam Kitab "Jami' Karamat al-Aulia" yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul "Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah" karya Yusuf bin Ismail an-Nabhani dijelaskan beberapa pendapat dan alasan. Menurut Ustaz Abu Bakar bin Faurak, seorang wali tidak mungkin mengetahui bahwa dirinya adalah seorang wali. Sementara Ustaz Abu 'Ali al-Daqaq dan Abu Qasim al-Qusyairi muridnya mengatakan bahwa hal itu mungkin. Alasan kedua pendapat yang berseberangan ini cukup banyak. Baca Juga Alasan PertamaKalau seseorang mengetahui bahwa dirinya adalah waliyullah , maka ia akan merasa aman, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak merasa takut dan tidak bersedih hati" QS Yunus 62. Akan tetapi meraih keyakinan rasa aman itu tidak diperbolehkan, karena beberapa alasan1 Allah berfirman "Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." QS Al-A'raf 99. Putus asa juga tidak diperbolehkan sebagaimana firman-Nya "Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir QS Yusuf 87. Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat QS Al-Hijr 56. Artinya, rasa aman hanya akan dirasakan oleh orang yang keyakinannya lemah, keputus-asaan hanya akan dirasakan oleh orang yang keyakinannya sedikit. Keyakinan yang lemah dan sedikit kepada hak-hak Allah adalah perbuatan kufur, maka orang yang merasa aman dari siksa Allah dan putus asa dari rahmat Allah adalah orang yang Ketaatan sebesar apa pun tetap lebih besar rasa terpaksa, jika rasa terpaksa ini mendominasi jiwa seseorang, maka tidak akan diperoleh rasa Rasa aman akan menyebabkan hilangnya penghambaan kepada Allah. Hilangnya sikap pengabdian dan penghambaan kepada Allah akan menimbulkan rasa permusuhan, sedangkan rasa aman menyebabkan hilangnya rasa Allah menyifati orang-orang yang ikhlas dengan firman-Nya "Dan mereka berdoa kepada Kami dengan rasa berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami". QS Al-Anbiya 90. Sebagian orang menafsirkan bahwa berdoa dengan rasa berharap di sini adalah berdoa memohon pahala kepada Allah, sementara berdoa dengan rasa takut adalah takut terhadap siksa Allah. Pendapat lain mengatakan bahwa ayat di atas bermakna berdoa dengan mengharap karunia Allah dan berdoa dengan rasa takut terhadap siksa-Nya. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat di atas menganjurkan berdoa dengan mengharap dapat berjumpa dengan Allah, dan berdoa dengan rasa takut berpisah dari Allah. Adapun pendapat yang paling tepat adalah berdoa dengan mengharap kepada Allah dan rasa takut kepada-Nya. Baca Juga Alasan KeduaSeorang wali tidak mengetahui bahwa dirinya waliyullah . Sebab ia menjadi wali karena Allah mencintainya, bukan karena ia mencintai Allah. Demikian juga sebaliknya seseorang menjadi musuh Allah karena Allah memusuhinya bukan karena ia memusuhi Allah. Mencintai dan memusuhi Allah adalah dua rahasia yang tidak tampak pada diri seseorang. Ketaatan dan kemaksiatan hamba tidak mempengaruhi seseorang untuk mencintai atau memusuhi Allah, karena ketaatan adalah sesuatu yang baru muncul kemudian, sedangkan sifat Allah itu kekal dan tidak terbatas. Sesuatu yang baru dan terbatas tidak dapat mengalahkan yang kekal dan tak terbatas. Berdasarkan hal ini, terkadang seorang hamba bermaksiat kepada Allah saat ini, padahal sebelumnya ia mencintai-Nya. Terkadang juga seorang hamba taat kepada-Nya saat ini padahal dulunya ia bermaksiat terhadap-Nya. Pada prinsipnya, mencintai dan memusuhi Allah adalah sifat, sedangkan sifat Allah tidak bisa dijelaskan alasannya. Barangsiapa mencintai Allah tanpa alasan, maka ia tidak akan menjadi musuh-Nya karena melakukan maksiat. Barangsiapa memusuhi Allah tanpa alasan, maka ia tidak akan menjadi pencinta Allah karena melakukan ketaatan. Karena mencintai dan memusuhi Allah merupakan dua rahasia yang tidak bisa dilihat, maka Nabi Isa 'alaihissalam berkata. "Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sementara aku tidak mengetahui apa yang ada dalam Zat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib." QS Al-Maidah 116.Baca Juga Ingin Jadi Waliyullah? Penuhi 12 Syarat IniBersambung!rhs
AllahSwt. memiliki sifat hidup. Dia tidak akan pernah binasa, sebab ia kekal selamanya. "Dan bertawakallah kepada Allah yang Maha Hidup, Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya" (QS. Al-Furqan: 58) 11. Sama' (Mendengar) Allah Swt. Maha Mendengar setiap hal yang diucapkan maupun yang disembunyikan.
Orang Nasrani selalu bicara tentang kematian Isa di kayu salib. Tetapi mereka salah. Nabi Isa tidak mati disalib! Orang Nasrani yang saya kenal mengutip ayat-ayat Injil sebagai buktinya. Misalnya, “Dan Yesus [Isa Al-Masih] berkata, Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga’” Injil, Lukas 21-22. Tapi, mereka salah! Injil yang mereka pakai sudah dipalsukan. Apa yang Al-Quran Katakan Setujukah Nabi Isa Tidak Mati? Dalam Al-Quran orang-orang Yahudi dengan jelas mengatakan, “Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah” – padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka . . . mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa . . .” Qs 4157-158. Mengapa Al-Quran dan Injil Berbeda? Saya kesal tetapi juga bingung. Karena Al-Quran membenarkan bahwa Injil adalah wahyu, petunjuk dan cahaya dari Allah Qs 546. Saya memutuskan untuk mempelajari Injil dan Al-Quran agar saya bisa membuktikan kesalahan orang Nasrani. Apa yang saya temukan mengejutkan saya. Injil Menyatakan Nabi Isa Mati Saya menemukan bahwa sepertiga dari empat Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes fokus pada minggu ketika Isa disalibkan. Saya tidak bisa mempercayai bahwa bagian utama Injil yang menceritakan peristiwa-peristiwa kehidupan Isa Al-Masih dari empat penulis berbeda telah dipalsukan. Lalu, saya membaca bahwa 10 hari setelah Isa Al-Masih naik ke surga, para pengikut-Nya memberitahu semua orang tentang kematian dan kebangkitan-Nya Injil, Kisah Para Rasul 222-24! Ini berlebihan! Jadi saya bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya Al-Quran ajarkan tentang kebenaran Isa Al-Masih? Apakah benar nabi Isa tidak mati disalib? Mari kita lihat jawaban dibawah ini. Sebenarnya Al-Quran Mengatakan Nabi Isa Mati! Yang saya temukan lebih mengejutkan saya lagi! Isa berkata dalam Al-Quran, “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali!” Qs 1933. Dan lagi, “Ingatlah, ketika Allah berfirman Wahai Isa! Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku’” Qs 355 TK. Bahkan Surah Al-Maidah 5117 menyebut kematian Isa sebagai peristiwa di masa lalu. Mungkinkah Al-Quran mengajarkan bahwa nabi Isa mati? Injil dan Al-Quran Sepakat Lalu saya cari lagi dengan lebih teliti pada Surah An-Nisa 4157-158. Sekarang saya sudah memahaminya! Al-Quran tidak menentang Injil; ia setuju dengannya! Orang-orang Yahudi berpikir bahwa mereka membunuh Isa menurut rancangan mereka sendiri. Bagi mereka terlihat bahwa mereka yang telah membunuh Isa, putra Maryam. Tetapi, mereka gagal memahami bahwa kematian Isa Al-Masih adalah rencana Allah. Dalam ketaatan pada rencana itu, Isa dengan sengaja menyerahkan nyawa-Nya. Isa Memilih untuk Memberikan Nyawanya Seperti Isa Al-Masih katakan, “Tidak seorang pun mengambilnya [nyawa-Ku] dari pada-Ku,” bukan orang-orang Yahudi atau orang-orang Roma, atau siapa pun juga. “. . . melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri” Injil, Yohanes 1015,17,18. Ini sesuai dengan yang Al-Quran katakan bahwa nabi Isa tidak mati disalib karena orang-orang Yahudi membunuh-Nya atau menyalibkan-Nya. Hal itu merupakan pilihan Isa sendiri untuk mati di kayu salib. Itu adalah kehendak Allah! Saya terkagum. Namun, mengapa Isa Al-Masih mati? Dari apa yang saya baca dalam Injil, Isa mati untuk mengampuni dosa-dosa semua orang yang percaya kepada-Nya. Dan semua orang yang percaya kepada Isa akan masuk surga Injil, Yohanes 316. [Staf Isa dan Islam – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa dan Islam.] Lihat artikel ini dalam bentuk video Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut Menurut Injil, apa yang Isa ramalkan akan terjadi kepada-Nya pada akhir hidup-Nya di bumi? Bagaimana kita seharusnya memahami Surah An-Nisa 4157-158, sehingga sesuai dengan Surah Maryam 1933, Surah Al-Imran 355, dan Surah Al-Maidah 517? Siapa yang membuat keputusan bahwa Isa akan mati? Mengapa Allah mengijinkan hal ini? Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus. Artikel Terkait Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut Apakah Al-Quran Mengatakan Isa Al-Masih Tersalib? Bukti-Bukti Kematian Isa Al-Masih di Salib Islam, Kristen Bertanya, “Benarkah Isa Al-Masih Wafat?” Fakta Kematian Isa Al-Masih Apakah Isa Al-Masih Benar-Benar Disalibkan? Video Empat Bukti Kematian Isa Al-Masih Di Salib Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.” Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Benarkah Ayat Al-Quran Meyatakan Nabi Isa Tidak Mati?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke 0812-8100-0718
Iatidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.' Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah [Nabi Muhammad], 'Sesungguhnya pengetahuan tentangnya hanya ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.'"(QS. Al-A'raf [7]:187). Surah An-Nisa Ayat 42 Tafsir Jalalayn Tafsir Quraish Shihab Diskusi Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati di akhirat nanti. Camkanlah wahai manusia bahwa sesungguhnya para wali Allah yang beriman dan menaati-Nya, dicintai oleh Allah sebagaimana mereka mencintai-Nya. Bagi mereka tidak ada rasa takut dari keterhinaan di dunia dan siksaan di akhirat. Mereka pun tak merasa sedih karena tidak mendapatkan kesenangan dunia, karena di sisi Allah, mereka akan memperoleh sesuatu yang lebih besar dan lebih banyak dari itu semua. Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir Admin Submit 2015-04-01 021331 Link sumber Menurut kebanyakan ahli tafsir, barang-barang dari saudara-saudara Yusuf yang digunakan sebagai alat penukar bahan makanan itu ialah kulit dan terompah sandal. Tindakan ini diambil oleh Yusuf sebagai siasat, dengan cara menaruh budi baiknya kepada mereka, agar mereka nantinya bersedia kembali lagi ke Mesir dengan membawa Bunyamin. Admin Submit 2015-04-01 021331 Link sumber Dalam hal yang akan mereka hadapi di masa mendatang. Di akhirat, karena amal mereka yang dahulu adalah baik. Oleh karena mereka tidak takut dan tidak bersedih hati, maka mereka mendapakan keamanan dan kebahagiaan serta kebaikan yang banyak yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.. Didalam Ayat Pernikahan Dalam Islam lainnya juga dijelaskan bahwa dijelaskan bahwa pasangan-pasangan ini adalah laki - laki dan perempuan. Di tengah maraknya kisah cinta sesama jenis yang muncul dan terlihat jelas di masyarakat, maka patut diketahui bahwa pasangan yang diridhoi oleh Allah adalah pasangan yang terdiri dari laki - laki dan perempuan, bukan pasangan sesama jenis seperti yang 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID jVuqh-_ZDZYq5s47U2XwNAvBdPGnevADtU64PxWhfUKAYgv-kQb1wg==
FirmanAllah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13: " Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus : 62-63) Ketiga : Meraih Ma`iyyatullah.
Menjadi wali Allah ternyata bisa dengan amalan wajib maupun amalan sunnah. Begini penjelasannya dalam hadits Arbain 38. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ. وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ. وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا. وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَّهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu slaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, Barangsiapa yang menyakiti waliku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain apa yang Aku wajibkan baginya. Hamba-Ku senantiasa mendekat diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku, pasti aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti aku lindungi.’” HR. Bukhari [HR. Bukhari, no. 6502] Baca Juga Hadits Arbain 37 Berniat Baik dan Jelek, Namun Tidak Terlaksana Apa itu wali Allah? Secara bahasa wali berarti “al-qorib”, yaitu dekat. Dalam ayat disebutkan, أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 62 الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ 63 “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” QS. Yunus 62-63. Dari ayat di atas, Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang wali Allah, فَأَوْلِيَاءُ اللهِ هُمُ المُؤْمِنُوْنَ المُتَّقُوْنَ “Wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa” Al-Furqan bayna Awliya’ Ar-Rahman wa Awliya’ Asy-Syaithan, hlm. 25 Sebagian ulama lainnya menyebutkan bahwa wali Allah adalah, كُلُّ مُؤْمِنٍ تَقِيٍّ لَيْسَ بِنَبِيٍّ “Setiap orang beriman dan bertakwa selain dari nabi.” Disebutkan dalam Minhaj As-Sunnah, 728 dan Fatawa Muhimmah li Umum Al-Ummah karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hlm. 84 Al-wali secara bahasa berarti al-qarib, artinya dekat. Sebagaimana penyebutan dalam hadits berikut ini, أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ. “Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.” HR. Bukhari, no. 6746 dan Muslim, no. 1615 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Yang benar-benar termasuk wali Allah adalah orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beriman dengan ajaran yang beliau bawa, serta mengikuti ajaran tersebut secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan wali-Nya, tetapi tidak mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidaklah termasuk wali Allah. Bahkan jika menyelisihi Rasul shallallahu alaihi wa sallam, dia termasuk musuh Allah dan wali setan. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Katakanlah Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’ Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Ali Imran 31 Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, اِدَّعَى قَوْمٌ أَنَّهُمْ يُحِبُّوْنَ اللهَ فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ الآيَةَ مِحْنَةً لَهُمْ “Suatu kaum mengklaim mencintai Allah, lantas Allah turunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka”. Allah sungguh telah menjelaskan dalam ayat tersebut, barangsiapa yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah akan mencintainya. Namun, siapa yang mengklaim mencintai Allah, tetapi tidak mengikuti beliau shallallahu alaihi wa sallam, ia tidaklah termasuk wali Allah. Banyak orang menyangka dirinya atau selainnya sebagai wali Allah, tetapi kenyataannya mereka bukan wali-Nya. Bisa dilihat, Yahudi dan Nashrani mengklaim bahwa mereka adalah wali Allah, yang masuk surga hanyalah dari golongan mereka saja, mengaku bahwa mereka adalah anak Allah dan kekasih-Nya, ternyata hanya klaim semata.” Al-Furqan Bayna Awliya’ Ar-Rahman wa Awliya’ Asy-Syaithan, hlm. 30 Wali Allah yang paling utama Wali Allah yang paling utama adalah para nabi. Lantas dari nabi dan rasul yang paling utama adalah ulul azmi. Disebut ulul azmi karena mereka itu paling sabar dan memikul beban berat. Azmi itu artinya sabar sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh dalam syarh beliau terhadap kitab Al-Furqan hlm. 36. Ulul azmi ini adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad shalawaatullahu alaihim ajma’in. Ulul azmi yang paling utama adalah nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, penutup para nabi, imamnya orang-orang bertakwa, sayyid anak adam, dan pemimpin para nabi. Lihat bahasan ini dalam Al-Furqan, hlm. 28 dan 29. Tingkatan Wali Allah Patut dipahami, wali Allah itu ada dua macam As-saabiquun al-muqorrobun wali Allah terdepan; Al-abror ash-habul yamin wali Allah pertengahan. As-saabiquun al-muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada Allah dengan amalan sunnah, di samping melakukan yang wajib, serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh. Al-abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ 1 لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ 2 خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ 3 إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا 4 وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا 5 فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا 6 وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً 7 فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ 8 وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ 9 وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ 10 أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ 11 فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ 12 ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ 13 وَقَلِيلٌ مِنَ الْآَخِرِينَ 14 “Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. Kejadian itu merendahkan satu golongan dan meninggikan golongan yang lain, apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” QS. Al-Waqi’ah 1-14. Penyebutan dua macam wali ini juga ada dalam hadits qudsi yang dikaji kali ini. Lihat Al-Furqan, hlm. 47 dan 51. Baca Juga Tingkatan Wali Allah Sifat wali Allah As-Saabiquun Al-Muqorrobun Wali Allah Terdepan Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Mereka itu mendekatkan diri kepada Allah dengan menjadikan amalan mubah yang hukumnya boleh menjadi suatu ketaatan, mereka menjadikan amalan tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga amalan mereka semuanya bernilai ibadah.” Lihat Al-Furqan, hlm. 52. Tentang firman Allah, وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ “Dan beribadahlah pada Allah sampai datang kepada kalian yakin ajal atau kematian.” QS. Al-Hijr 99. Ibnu Katsir rahimahullah mengkritisi pemahaman kaum sufi mengenai ayat ini, “Beribadahlah sampai yakin”, yaitu beribadahlah sampai pada tingkatan makrifat. Ketika sudah sampai tingkatan makrifat, maka tidak ada lagi beban syariat. Tidak lagi wajib shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Katsir menyatakan bahwa keyakinan semacam itu adalah kufur, sesat, dan jahil. Karena para Nabi alaihimush shalaatu was salaam, begitu pula para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah yang paling mengenal Allah. Mereka tahu cara menunaikan kewajiban pada Allah. Mereka juga tahu bagaimanakah sifat Allah yang mulia. Mereka tahu bagaimanakah mengagungkan Allah dengan benar.” Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 4666 Walau mereka sudah sampai tingkatan makrifat mengenal Allah seperti itu, pen., mereka ternyata paling rajin dan paling banyak ibadahnya pada Allah Ta’ala. Mereka terus beribadah pada Allah hingga mereka meninggalkan dunia. Jadi yang benar, makna al-yaqin di sini adalah al-maut kematian sebagaimana dikemukakan sebelumnya.” Mukjizat, Karamah, dan Ilmu Magis Ada empat hal yang mesti dibedakan yaitu mukjizat, karamah, ilmu magis black magic, dan kejadian luar biasa pada para pendusta. Keempat hal ini adalah kejadian luar biasa di luar kemampuan manusia. Pertama, mukjizat Mukjizat aayatun nabi adalah perkara di luar kebiasaan yang Allah tampakkan pada nabi untuk mengokohkan dan membuktikan kebenaran mereka sebagai seorang nabi. Contoh mukjizat adalah pada Nabi Isa. Nabi Isa menghidupkan yang mati, bahkan mengeluarkannya dari kubur setelah dimakamkan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat, إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلَىٰ وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا ۖ وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ ۖ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي ۖ وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ “Ingatlah, ketika Allah mengatakan “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan ingatlah di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan ingatlah pula diwaktu kamu membentuk dari tanah suatu bentuk yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung yang sebenarnya dengan seizin-Ku. Dan ingatlah di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan ingatlah di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur menjadi hidup dengan seizin-Ku, dan ingatlah di waktu Aku menghalangi Bani Israil dari keinginan mereka membunuh kamu di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata”.” QS. Al-Maidah 110 Kedua, karamah Karamah adalah perkara luar biasa, tetapi bukan dari para nabi, yakni dari pengikut para nabi atau dari kalangan wali Allah. Contohnya adalah pada Maryam yang menggoyangkan batang kurma. Dalam ayat disebutkan, وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” QS. Maryam 25. Buah kurma yang masak itu tidak hancur. Ini namanya karamah. Begitu juga Maryam bisa hamil tanpa suami hingga melahirkan adalah suatu karamah. Dalam ayat disebutkan, وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan ingatlah kisah Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam tubuhnya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda kekuasaan Allah yang besar bagi semesta alam.” QS. Al-Anbiya 91 Ketiga, ilmu magis ilmu hitam Ilmu magis sya’wadzah adalah sesuatu yang Allah tampakkan pada orang yang mengabdi pada jin. Ini sebagai bentuk ujian bagi dirinya dan orang lain, yang membuat tukang sihir itu semakin sesat. Ilmunya datang dari setan, sehingga yang memilikinya tidak disebut wali Allah, apalagi seorang nabi. Keempat, kejadian luar biasa pada para pendusta Kejadian ini untuk membuat orang yang memilikinya semakin hina dan menunjukkan kedustaannya. Ini seperti yang ada pada Musailamah Al-Kadzdzab. Ia mengaku sebagai nabi di akhir-akhir hidup Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan punya banyak pengikut. Suatu hari ada petani yang mendatangi Musailamah, mereka mengadukan padanya bahwa sumur mereka kering, airnya hanya tersisa sedikit sekali. Mereka meminta kepada Musailamah supaya mendatangi sumur tersebut lantas ia meludah ke dalam sumur, seakan-akan ia mengembalikan air. Ia pun pergi, mereka lantas memberikan pada Musailamah air, ia pun berkumur-kumur dengan air tersebut kemudian ia memuntahkannya ke dalam sumur. Akhirnya di sumur itu terdapat air. Ketika ia meludah lagi, air tersebut jadi kering lagi dan tidak tersisa sedikit pun. Karamah wali itu asalnya dari mana? Ibnu Taimiyah dalam Al-Furqan hlm. 158 menyatakan bahwa karamah wali Allah diperoleh dari keberkahan karena mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, secara hakiki itu masuk dalam mukjizat yang ada para Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Di halaman sebelumnya hlm. 157 disebutkan bahwa wali Allah yang bertakwa adalah yang mengikuti Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, mereka mengerjakan setiap perintah beliau dan meninggalkan apa yang beliau larang. Faedah hadits Memusuhi wali Allah termasuk dosa besar. Wali Allah itu ada dan tidak bisa diingkari. Adanya peperangan dari dan terhadap Allah Ta’ala. Hadits ini jadi dalil keutamaan wali Allah. Adanya karamah wali, karena siapa saja yang memusuhi wali Allah, Allah mengumumkan perang terhadapnya. Allah memiliki sifat cinta, dan cinta Allah itu bertingkat-tingkat. Amal saleh merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perintah Allah berupa amalan wajib dan amalan sunnah. Amalan itu bertingkat-tingkat. Yang Allah cintai adalah amalan wajib, kemudian amalan sunnah. Yang mesti didahulukan adalah amalan wajib, kemudian amalan sunnah, inilah asalnya. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa semua bentuk maksiat berarti menyatakan perang kepada Allah azza wa jalla.” Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 2335 Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Kewajiban badan yang paling agung adalah menunaikan shalat.” Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 2336. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Amalan sunnah yang paling mendekatkan diri kepada Allah adalah memperbanyak membaca, mendengarkan, merenungkan, dan memahami Al-Qur’an.” Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 1342. Manfaat amalan sunnah mendapatkan cinta Allah mendapatkan ma’iyatullah pertolongan Allah pada pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki doanya mudah dikabulkan. Kaedah dari hadits Amalan wajib lebih didahulukan dari amalan tawaabi’ amalan sunnah. Cinta Allah itu bertingkat-tingkat. Baca Juga Akan Dicintai Allah Jika Dua Sifat Ini Dimiliki Ini Tanda Orang yang Tidak Cinta pada Allah Referensi Al-Furqan bayna Awliya’ Ar-Rahman wa Awliya’ Asy-Syaithan. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikhul Islam Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam Ibnu Taimiyyah. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua. Jaami’ Al-Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Khulashah Al-Fawaid wa Al-Qawa’id min Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Syaikh Abdullah Al-Farih. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Syarh Kitab Al-Furqan bayna Awliya’ Ar-Rahman wa Awliya’ Asy-Syaithan. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh. Penerbit Maktabah Darul Hijaz. Syarh Riyadh Ash–Shalihin. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Madar Al-Wathan li An-Nasyr. Tafsir Al–Qur’an Al-Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Diselesaikan Selasa siang, 2 Dzulqa’dah 1441 H, 23 Juni 2020 Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel

Dalamhadits, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan tidak halal jual beli lemak bangkai, tidak boleh jual belinya, dan tidak boleh memanfaatkannya. Jual belinya itu diharamkan karena dhamir (kata ganti) yang disebut kembali pada jual beli. Inilah yang ditafsirkan oleh Imam Syafii.

اَلَاۤ اِنَّ اَوۡلِيَآءَ اللّٰهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُوۡنَ Alaa innaa awliyaaa'al laahi laa khawfun 'alaihim wa laa hum yahzanuun Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Juz ke-11 Tafsir Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa apapun yang dikerjakan oleh manusia baik ketaatan maupun kemaksiatan, maka tidak sedikit pun terlewatkan dari pengetahuan Tuhan, lalu pada ayat ini dijelaskan tentang kesudahan orang-orang yang selalu dalam ketaatan. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut, yakni kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di dunia. Di ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah hati. Wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang kafir lihat tafsir Surah al-Anam/6 51-55. Dikatakan tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah. lihat tafsir Surah al-Baqarah/2 249. Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya lihat tafsir Surah al-Baqarah/2 2 dan al-Anfal/8 29. sumber Keterangan mengenai QS. YunusSurat Yunus terdiri atas 109 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang diturunkan pada masa Nabi Muhmmad berada di Madinah. Surat ini dinamai surat Yunus karena dalam surat ini terutama ditampilkan kisah Nabi Yunus dan pengikut-pengikutnya yang teguh imannya. Sesungguhnyasunnah kami adalah menikah. Sejelek-jelek kalian adalah orang yang membujang, dan orang yang paling hina dari kalian adalah yang mati dalam keadaan membujang. "Menikah itu termasuk dari sunahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat Pertanyaan Sebelumnya, saya minta maaf dahulu sebelumnya melontarkan beberapa pertanyaan ini. Pertama Nabi dan para makhluk lainnya selain Allah, apakah secara mutlak bisa berada di setiap tempat di segala waktu? Kedua Apakah wali orang yang sudah meninggal dunia boleh melalui perantaraan seseorang di setiap waktu, misalnya Demi kehadiran Ali? Saya minta disertakan berbagai dalil dari hadits dan ayat yang berkaitan. Teks Jawaban Pertama-tama, ada sedikit kritikan kami terhadap ucapan "selain Allah," dalam pertanyaan. Harus diberikan teguran sedikit di sini, karena bisa dipahami bahwa Allah itu adalah makhluk juga, meskipun kami yakin Anda tidak berkeyakinan semacam itu. Pertama Allah berfirman "Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula. . Az-Zumar 30 Juga firman Allah "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang murtad Barangsiapa yang berbalik ke belakang.." Az-Zumar 44 Juga firman Allah "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang murtad Barangsiapa yang berbalik ke belakang.." Al-Baqarah 144 Abu Bakar Shiddiq dalam khutbah beliau setelah wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan "Barangsiapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu selalu Hidup dan tak pernah mati." HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya Seluruh dalil-dalil ini dan sejenisnya menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia biasa, tak ubahnya seperti manusia lainnya. Beliau meninggal dunia, sebagaimana juga manusia lainnya. Beliau tidak kekal di dunia, sebagaimana halnya siapapun yang hidup sebelum beliau. Siapa saja yang mengeluarkan Nabi dari lingkaran kemanusiaannya dan mengklaim bahwa beliau selalu ada di setiap tempat, orang itulah yang harus dimintai dalil. Dari mana ia mendapatkan ilmu bahwa Nabi itu selalu ada di setiap tempat, bahkan juga di setiap waktu? Bukan itu saja, bahwa ia sampai mengklaim bahwa itu juga merupakan eksistensi Allah. Sungguh itu satu kekufuran, penyimpangan dan kesesatan. Karena konsekuensinya, bahwa Allah itu juga ada di tempat-tempat kotor. Sungguh Maha Suci Allah dari semua yang mereka ucapkan itu. Yang kedua Hendaknya Anda membaca kitab Fathul Majied Syarah dari Kitab At-Tauhid tulisan Syaikh Abdurrahman bin Husain. Allah berfirman " Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk naar Jahannam dalam keadaan hina dina". Al-Mukmin 60 Harus diketahui, bahwa doa dan memohon itu adalah ibadah, sebagaimana dalam hadits "Doa itu adalah ibadah." Riwayat At-Tirmidzi. Doa itu tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah. Adapun permohonan, boleh diperuntukkan kepada selain Allah dalam sebagian urusan, dengan dua syarat Pertama, merupakan hal yang mungkin dan kemampuan manusia melakukannya. Seperti memohon seseorang untuk memberikan sejumlah harta. Adapun apabila yang diminta itu di luar kemampuan manusia, maka tidak boleh dimohon. Misalnya kita meminta agar seseorang dijadikan penghuni Surga. Itu tidak boleh, meskipun orang itu adalah seorang mukmin yang bertakwa. Kedua Hendaknya orang yang dimintai sesuatu itu memiliki kemampuan. Maka tidak boleh memohon sesuatu kepada orang yang sudah meninggal dunia. Firman Allah " Dan orang-orang yang kamu seru sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.." Al-Faathir 13 Demikian juga firman Allah " Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada menendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.." Al-Faathir 14 RvPt.
  • g38wr6mysk.pages.dev/586
  • g38wr6mysk.pages.dev/20
  • g38wr6mysk.pages.dev/680
  • g38wr6mysk.pages.dev/703
  • g38wr6mysk.pages.dev/181
  • g38wr6mysk.pages.dev/649
  • g38wr6mysk.pages.dev/975
  • g38wr6mysk.pages.dev/297
  • g38wr6mysk.pages.dev/376
  • g38wr6mysk.pages.dev/369
  • g38wr6mysk.pages.dev/279
  • g38wr6mysk.pages.dev/208
  • g38wr6mysk.pages.dev/312
  • g38wr6mysk.pages.dev/263
  • g38wr6mysk.pages.dev/64
  • ayat sesungguhnya wali allah itu tidak mati